Peran serta pegiat perempuan di radio komunitas sangat kecil dibanding pegiat laki-laki. Untuk meningkatkan keterlibatan perempuan, pengelola radio komunitas perlu melakukan perlakuan khusus, seperti penentuan waktu siaran, metode pelatihan, dan cara kerjanya.
Perlakuan khusus bukan berarti perempuan ditempatkan dalam ruang tersendiri yang terpisah dari pegiat radio lainnya. Perlakuan ini hanyalah siasat untuk mempercepat peningkatan kemampuan, keterampilan, dan keleluasaan gerak perempuan, tapi tetap memperhatikan sistem sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat. Saya sadar, cara ini akan ditertawakan bila disajikan dalam forum-forum aktivis perempuan. Namun, perjuangan perlu siasat bukan sekadar asal tabrak dan lawan.
Saya percaya proses ini akan membawa perubahan yang lebih lembut dan awet. Siasat ini juga akan mengurangi resistensi dari kelompok-kelompok yang menolak ide kesetaraan jender. Gerakan perempuan tidak perlu mengundang masalah baru pada saat-saat landasan mereka belum terlalu kuat. Metode ini juga memungkinkan perempuan mendapatkan dukungan dan simpati dari pelbagai kalangan.
Perlakuan khusus seperti apa yang harus diberikan kepada pegiat perempuan di radio komunitas? Anda tidak perlu mendirikan radio komunitas khusus perempuan sebab tindakan ini akan memunculkan garis pembatas perempuan dengan masyarakatnya. Anda cukup menjalankan perlakuan khusus pada perempuan, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Saya menyarankan perlakuan ini dilakukan secara tersembunyi agar pegiat laki-laki maupun perempuan melalui tahap-tahap perubahan secara alami.
Perlakuan khusus pertama adalah berilah keleluasaan pada untuk menentukan waktu siaran mereka, terutama di luar waktu-waktu perempuan tengah mengerjakan tugas-tugas domestiknya. Dalam budaya patriarkhal, perempuan secara budaya mengerjakan tugas-tugas domestik, seperti memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah dan perabot, mencuci, dan melayani keperluan keluarga. Waktu luang perempuan sangat tergantung pada kondisi wilayah dan sistem budaya yang berlaku di daerah tersebut. Di Padang Sago, waktu luang perempuan biasanya pukul 10.00-11.30, 15.00-16.30, dan 17.00-20.30.
Perlakuan khusus kedua adalah metode peningkatan kapasitas juga menyesuaikan waktu luang perempuan. Pelatihan-pelatihan radio komunitas biasanya menggunakan sistem blok. Materi disusun selama 2-3 hari dan diberikan secara berturut-turut. Penyusunan pelatihan seperti ini mengakibatkan perempuan sulit berperan aktif. Perempuan harus bolak-balik dari lokasi pelatihan ke rumah atau dari rumah ke lokasi pelatihan supaya tidak ada pekerjaan yang terbengkalai.
Pelatihan yang disusun dengan mempertimbangkan waktu perempuan memungkinkan perempuan berperan aktif dalam pelatihan. Tidak ada materi yang terlewatkan dan perempuan akan mengikutinya dengan perhatian penuh (tidak bercabang-cabang). Risiko model ini fasilitator harus memiliki kemampuan mengalokasikan waktu dan mengorganisasi materi pelatihan secara modular. Model modular memungkinkan terciptanya pelatihan berbasis kompetensi.
Perlakuan khusus ketiga adalah pengelolaan radio yang mempertimbangkan peran budaya perempuan. Radio komunitas sebaiknya menghindari rapat, pertemuan, penyusunan kegiatan di saat-saat perempuan melakukan pekerjaan domestiknya. Melalui cara kerja seperti ini perempuan bisa berperan aktif dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan kinerja radio. Cara ini juga mendorong perempuan terlibat secara aktif di radio komunitas.
Penerapan tiga perlakuan khusus di atas semata-mata hanya sebuah siasat untuk meraih perubahan sosial, yaitu peningkatan keterlibatan perempuan. Pada suatu waktu, saya yakin siasat ini tidak layak dilakukan sebab sistem budaya dan sosial masyarakat Indonesia sudah makin menghargai kesetaraan jender. Masyarakat tidak lagi memunyai model distribusi kerja berdasarkan jenis kelamin. Perempuan pun memiliki ruang gerak yang setara dengan laki-laki.
Sabar Rina, Direktur Radio Komunitas Padang Sago FM, Padang Pariaman