Lahir dan dibesarkan berpindah-pindah di Kalibaru, Jakarta Utara, Ramli Asyafa tahu banyak perkembangan warga dan kondisi lingkungan Kelurahan Kalibaru. Ketika merasa warga banyak dimanfaatkan banyak program yang masuk ke Kalibaru, bersama-sama para tokoh warga Ramli berusaha memperbaiki keadaan.
Hanya berselang sepuluh-hari setelah terpilih sehagai Ketua Fokkal, Ramli menemui pimpinannya, Kepala SMP AL-Mubassirun. Kepastianya, guru PPKN yang juga menjabat Wakil Kepala Sckolah itu menyampaikan bahwa saat ini ia dipercaya oleh warga Kalibaru untuk memimpin forum warga. Jabatan itu akan banyak menyita waktu dan. tenaganya, karena ia sudah bertekad untuk mencurahkan seluruh perhatiannya pada forum yang baru dibidaninya itu. Di akhir pembicaraan, diutarakannya niat untuk cuti mengajar selama setahun. “Saya ingin mencari pengalaman lain selain mengajar,” katanya kepada Kepala Sekolah.
Hal yang sama disampaikannya kepada istrinya. Awalnya, sang istri keberatan. Wajar saja, karena pekerjaan sebagai guru adalah satu-satunya tumpuan pendapatan keluarga dengan tiga anak itu. Saat itu Raimli masih bisa tenang. Biarpun uang yang ia bawa tidak sebesar jika ia bekerja seperti biasanya, toh gaji pokok bulanan masih bisa disetorkannya kepada istri.
Keruwetan mulai muncul dua bulan kemudian ketika mendadak ia dipanggil Kepala Sekolah. Ia diberitahu kalau sekolah yang ia sendiri tercatat sebagai pendiri itu sedang mengalami kesulitan keuangan. Kebutuhan pendidikan membengkak karena dana beasiswa untuk anak tidak mampu yang memang banyak ditampung di sekolah itu sudah habis. “Akhirnya saya relakan uang gaji saya digunakan untuk guru lain,” kisah Ramli.
Urusan domestik itu sempat membuat Ramli masygul. Dalam situasi keuangan keluarga yang di ambang kegentingan itu, perdcbatan dengan istri tentang aktivitasnya di Fokkal menghangat kembali. Apalagi saat itu waktu untuk keluarga banyak tersita bersama Fokkal yang memang sedang sibuk-sibuknya. “Semenjak di Fokkal, saya banyak keluar dari pagi sampai sore. Waktu masih mengajar biasanya siang saya sudah pulang,” ungkapnya.
Namun setelah diberi pengertian, akhirnya sang istri mau menerima dengan catatan Ramli bisa menjamin ekunomi keluarga. Sebaliknya, Ramli pun memenuhi syarat yang diajukan istrinya. Soal ekonomi keluarga yang terancam itu diceritakannya ke Bina Sumberdaya Milra (Bismi), fasilitator Combine di Kalibaru. Singkat cerita, dari Bismi Ramli mendapat komitmen bantuan.
Alumnus IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini .sadar betui kalau jabatan yang dipegangnya lebih menuntut pengorbanan lahir – batin ketimbang mendatangkan rezeki. Makanya sesaat setelah terpilih menjadi Ketua Fokkal, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Inna lillahi wa inna ilaih roji’uun”.
Bayangkan wilayah kelurahan d pesisir timur Jakarta Utara seluas 24.600 m2, yang dipadati lebih dari 67.000 jiwa itu dengan segudang masalah yang cukup kompleks. Mulai dari tingginya tingkat pengangguran sampai pelacuran terselubung. Belum lagi masalah hak atas tanah, kuinuhnya tala permukiman dan minimnya sarana umum. Dengan segudang masalah sosial-ekonomi itu, banyak pihak menggolongkan Kelurahan Kalibaru sebagai daerah miskin. Tak heran jika di masa Orde Baru, Kalibaru menjadi “pelanggan tetap” Inpres Desa Tertinggal (IDT) dari Pemerintah.
Tapi justru predikat itu membuat Ramli gemas. Pasalnya, saat predikat daerah tertinggal melekat, di Kalibaru berdiri sederet pabrik berskala raksasa milik para konglomerat. Sementara itu kontribusi perusahaan pemilik pabrik terhadap Kalibaru terbilang nol. Akhirnya, warga I Kalibaru hanya bisa menjadi penonton hilir-mudiknya puluhan truk kontainer di jalan-jalan yang melintasi kelurahan mereka. Ironisnya, program pembangunan, pemberdayaan atas JPS yang diselenggarakan pemerintah di Kalibaru seringkali tidak menjawab kebutuhan. Program-program macam IDT, PDMDKE, KSU-TPI selalu tidak jelas arah, sasaran dan sama sekali tidak terukur. “Masyarakat 1 butuh fasilitas MCKeh…malah diberijalan.” ujar Ramli. Jalan pun dibuat mulus, lanjutnya, tetapi kebutuhan para nelayan yang notabene mayoritas warga Kalibaru tak pernah diurus.
Di sisi lain, sumberdaya kelaulan Kalibaru belum pernah digarap optimal. Kerang laut misalnya, hanya dimanfaatkan isinya saja. Semcntara kulitnya hanya’. dianggap limbah bermasalah ketimbang potensi. Padahal Ramli yakin jika kulit limbah itu dikembangkan menjadi bahan kerajinan misalnya, usaha ilu bisa berkembang. “Sayangnya belum ada yang mau investasi ke sana”, ucapnya.
Potensi lain adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kalibaru. TPI ini terhitung salah satu pusat transaksi hasil laut di wilayah DKI Jakarta. “Sebetuin Sayangnya, sampai saat ini pengelolaannya masih semrawut. “Terlalu banyak pihak yang bermain di sana, mulai dari aparat pemerintah sampai preman. Padahal kan sebenarnya jika ditata baik TPI itu bisa berkembang besar,” jelas Ramli.
Mengenal Combine
Datangnya program Jaringan Informasi Berbasis Komunitas (Combine) yang dibawa Bismi lebih sebagai penguat aktivitas yang lama sudah dijalaninya itu. Jauh sebelumnya, alumni IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini sebenarnya sudah banyak melakukan aktivitas invesligasi dan pemetaan. Tentu saja belum sesistematis seperti yang dirumuskan Combine. Di setiap waktu luangnya, Ramli selalu menyempatkan diri mengunjungi para tokoh masyarakat, sekadar berbincang tentang berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat.
Di kalangan warga Kalibaru, Ramli cukup dikenal. Disamping karakternya yang suka bergaul, ia juga sudah pernah tinggal di 5 RW Kalibaru. Lahir dan menghabiskan masa kecil di RW 10, berturut-turut Ramli pindah ke RW 09, RW 08, RW 12 dan sekarang bersama keluarga tinggal di RW 07, “Jadi, hampir setengah warga Kalibaru sudah kenal siapa Ramli,” ucapnya bangga.
Berdasarkan obrolan dan pengamatannya itu, Ramli sampai pada kesimpulan bahwa wilayah Kalibaru harus bisa dibangun dengan dasar inisialif warganya sendiri. Masyarakat Kalibaru tidak bisa lagi hanya menunggu uluran tangan dari luar, bahkan pemerintah sekalipun. Ia meyakini bahwa warga Kalibaru mampu untuk itu. “Sebetulnya orang Kalibaru bisa diajak berpartisipasi, bermusyawarah. Mereka juga sangat menginginkan perubahan.” jelasnya.
Karenanya, Ramli mengambil sikap berbeda terhadap kehadiran Combine. Padahal tokoh masyarakat lain langsung antipati begitu tahu yang bawa Combine itu LSM. Jebolan jurusan Tarbiyah ini mau terbuka dan banyak bertanya kepada Wachid dan Bambang, fasilitator dari Bismi. Makanya ia tak peduli walau sempat dicurigai tokoh masyarakat yang lain. Malah, ia turut membantu fasilitator meyakinkan tokoh-tokoh masyarakat. “Saya melihal ide seperti ini bagus kalau bisa dilaksanakan dan klop dengan apa yang sudah saya lakukan selama ini,” ujarnya. Alhasil, para fasilitator yang awalnya mengalami kesulitan, bahkan sekadar untuk berlcmu para lokoh, akhirnya bisa diterima oleh warga Kalibaru.
Adalah semangat partisipatif yang pertama kali ditangkap saat ia berdiskusi dan membaca dokumen-dokuinen program. Kelertarikannya bertambah ketika di dalamnya ada aktivitas investigasi, identifikasi, pemantauan. “Suatu kebahagiaan1! sebagai orang Kalibaru bisa mendalami masalah daerahnya lisa diaiak sendiri secara rinci.” kata Ramli.
Memimpin Fokkal
Di bawah kepemimpinan Ramli, Fokkal coba menapaki eksistcnsinya. Beberapa kerja pemantauan dilakukan, seperti terhadap pembagian jatah OPK Beras dan distribusi Kartu Sehat dalam program JPS-BK. Pendalaan potensi dan kebutuhan masyarakat pun dilakukan, baik di seklor ekonomi maupun sosial.
Namun yang paling monumental adalah saat pembentukan Dewan Kelurahan (DK). Fokkal secara serius memantau keseluruhan proses pembentukan DK, kalau tidak bisa dibilang berperan besar. Mulai dari sosialisasi, selcksi calon anggota sampai ke pemilihan Ketua DK, Fokkal banyak mengambil inisiatif. “Fokkal sengaja intervensi ke Dewan Kelurahan karena Dewan sebagai lembaga konsultalifharus betul-betul efektif di Kalibaru.” aku Ramli. Yang menarik, bersama Fokkal warga Kalibaru berhasil mendesak walikota Jakarta Utara untuk mengecualikan Kalibaru dari Instruksi Gubernur DKI Jakarta untuk membubarkan dan memilih ulang seluruh DK di DKI Jakarta.
“Di Kalibaru, pengulangan sudah dilakukan dengan inisiatif warga sendiri lewat Fokkal. Kita yang seleksi sendiri. Ada yang tidak memenuhi syarat kuorum diulang. Ada yang tidak punya ijasah SMP diulang lagi, padahal sudah dipilih dan duduk di DK. Karena merasa sudah legitimate, kami bersama warga berbondong-bondong ke walikota agar DK di Kalibaru tidak dibubarkan dan walikota mengabulkan,” kisah Ramli.
Dengan segenap ‘prestasi’ yang berhasil diukirnya itu, pengakuan warga pun diraih. Tantangan paling datang dari lembaga lain, seperti LKMD, P2KP, KSU dan yayasan lain di Kalibaru. “Mereka masih bingung dan curiga pada Fokkal karena kami sering minta data, banyak tanya. Tapi lambat laun mereka mau mengerti karena ketika ketemu selalu saya jelaskan.” aku Ramli.
Baru-baru ini saja Fokkal didatangi oleh para nelayan Kalibaru. Mereka minta agar Fokkal membantu mendapatkan pasokan perbekalan, bahan bakar dan suku cadang mesin perahu yang sulit didapat. “Ada sekitar 350 perahu yang totalnya membutuhkan kurang-lebih 1500 liter solar seharinya,” papar Ramli. Sementara untuk suku cadang, lanjut Ramli, para nelayan itu selama ini harus datang jauh ke Kota untuk mengganti atau memperbaiki mesin perahunya. Akibat keterbatasan itu sebagian perahu seryigkali terpaksa harus menganggur.
Dengan apa yang ada dan dicapai oleh Fokkal sekarang, Ramli sangat optimis. Paling tidak, ada tiga hal yang mem-buatnya optimis. Pertama katanya, karena kesolidan dan kebersamaan yang terbangun di segenap pengurus untuk membangun Kalibaru. “Sudan merupakan tekad saya dan teman-teman di Fokkal untuk bersama membangun Kalibaru. Jangan sampai wilayah ini didominasi oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab, karena Kalibaru adalah milik k.ita,” tutur Ramli. Kedua, dukungan dari ba-nyak pihak, terutama perangkat lokal. “Kayak Pak Lurah sudah mendukung sekali, RW-RW yang lain juga mendukung. Malah antara saya dengan Lurah sudah terbangun komitmen, kalau setiap ada urusan yang berkait dengan kepentingan warga, saya akan diundang.” katanya. Ketiga, tanggapan positif dari warga, karena “kebanyakan yang ada di tim ini sudah dikenal dan punya pengaruh yang kuat di masyarakat.” akunya.***