Sebenarnya radio-radio komunitas yang terlanjur dicap radio gelap tidak perlu khawatir soal sweeping. Pasalnya Dirjen Postel sudah berjanji tidak akan melakukan sweeping. Nah, kalaupun ada sweeping, itu untuk kasus-kasus tertentu, misalnya radio yang digunakan untuk mengumumkan togel. Jadi untuk sementara radio-radio komunitas bisa bernapas lega, namun kalaupun ada sweeping dengan alasan frekwensi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
- Dengan UU otonomi daerah (PP 2000), urusan kepenyiaran menjadi wewenang Pemda. Jadi kalaupun ada sweeping yang punya kewenangan adalah Pemerintah Daerah alias PEMDA.
- Jika ada orang PEMDA datang jangan lupa tanyakan surat perintah dari pemerintah daerah. Kalau yang datang PNS alias pegawai negeri sipil tanyalah surat jalan dari gubernur. Ini keharusan, jika tidak ada, maka kedatangan mereka berhak ditolak. Kalau mereka memaksa mengambil peralatan siaran maka mereka bisa dituntut karena pencurian.
- Kalau datang surat peringatan, maka balaslah dengan surat pula. Usahakan tidak bertemu langsung untuk menghindari pemaksaan dan perdebatan
- Lebih baik lagi jika menghubungi LBH alias Lembaga Bantuan Hukum atau Pusat Bantuan Hukum Universitas setempat, sehingga persoalan hukumnya lebih jelas, dan pengelola radio lebih percaya diri menghadapi tuntutan.
- Jika Dewan Informasi dan Komunikasi Daerah alias DIKD meminta agar radio komunitas mengurus surat ijin baru, hal tersebut untuk sementara bisa diacuhkan karena DIKD sampai saat ini tak punya alat paksa.
- Nah ini yang paling penting. Dengan situasi dan kondisi yang masih tidak menentu. Dengan perundang-undangan yang masih digodok di DPR, maka tidak ada kata lain bagi rakom kecuali “Maju Terus Pantang Mundur”.