Mavic: ”Perempuan Harus Siap Menjadi Teknisi”

Oleh Ade Tanesia & Rohman Yuliawan

adio komunitas dinilai sebagai media potensial bagi suara yang selama ini masih terbungkam, termasuk diantaranya suara kaum perempuan. Terkait dengan sudut pandang itu, tim Kombinasi mewawancarai Mavic Cabrera-Balleza, Wakil Ketua Jaringan Internasional Perempuan AMARC (Asosiasi Radio Komunitas Sedunia), di sela-sela kesibukannya sebagai pemateri dalam semiloka “Advokasi Radio Komunitas di Indonesia” yang diselenggarakan di Yogyakarta, 1-2 Juli 2005 lalu.
Kombinasi (K): Bagaimana pendapat Anda mengenai potensi radio komunitas untuk mendukung gerakan perempuan?

Mavic (M): Radio komunitas menawarkan lebih banyak kesempatan keterlibatan perempuan dibandingkan dengan radio komersial atau media milik pemerintah. Pada radio komunitas tidak ada syarat pendidikan tinggi, siapa pun bisa terlibat asalkan memiliki komitmen untuk berkomunikasi, menyebarkan informasi, menyuarakan aspirasi, kepentingan dan masalah komunitas. Radio komunitas juga menyajikan persoalan perempuan yang jarang diungkap oleh media komersial karena dianggap kurang “menjual”. Contohnya adalah isu-isu sensitif seperti masalah aborsi dan kesetaraan gender.

K: Bisa dijelaskan arti penting radio komunitas untuk perempuan secara individual dan bagaimana cara mencapainya?

M: Ada pendapat bahwa radio adalah media perempuan. Kenapa? Sebab radio bisa tetap didengarkan sembari, misalnya, mengerjakan pekerjaan rumah, mengasuh anak atau melayani pembeli di warung. Radio komunitas juga memungkinkan perempuan mengambil bagian dalam pengambilan keputusan, karena relatif kecil dan berbasis komunitas. Sejauh ini kami juga memberikan pelatihan di bidang teknis untuk perempuan di beberapa radio komunitas di Philipina, Thailand, Papua Nugini dan Timor Timur. Selama ini bidang teknik seringnya ditangani oleh kaum laki-laki, seperti editing, menyusun musik, mixing dan mengoperasikan peralatan siar. Melalui pelatihan ini, kita di AMARC mencoba mengikis pembedaan jenis kelamin dalam pekerjaan dan mengurangi ketergantungan perempuan pada laki-laki untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis.

K: Menurut anda apa yang akan terjadi jika kaum perempuan mengangkat persoalan yang tabu melalui radio? Bagaimana sebaiknya cara mereka mengelola informasi semacam itu?

M: Akan ada reaksi keras…selalu. Ketika Anda membahas sesuatu hal yang baru atau tidak sejalan dengan norma sosial. Mungkin orang yang menyiarkannya akan dicap aneh atau sinting, atau dituduh lesbian dan dianggap sudah terpengaruh cara berpikir wanita Barat. Perempuan yang mengangkat topik tabu harus siap dengan fakta yang akurat. Sebagai contoh di Philipina, jika seorang penyiar perempuan mengatakan bahwa setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan apakah dia mau aborsi atau tidak, dia harus siap dengan fakta bahwa setiap tahun ada 3000 perempuan mati karena aborsi ilegal. Selain itu, upayakan untuk memperoleh dukungan dari orang atau lembaga yang memiliki perhatian pada masalah yang anda kemukakan melalui radio.

K: Apakah ada radio yang menolak untuk mengangkat masalah perempuan?

M: Biasanya radio komunitas semacam itu didominasi oleh kaum pria. Mereka tidak memiliki program yang ditujukan untuk perempuan, dan dalam manajemen tidak ada perempuan. Tetapi, di sisi lain memang jarang ada perempuan yang berinisiatif datang ke studio untuk berpartisipasi. Memang harus diciptakan kondisi yang kondusif, misalnya dengan melakukan penggalangan kelompok-kelompok atau organisasi yang memperjuangkan kepentingan perempuan, kemudian menawari mereka untuk membuat acara di radio. Masalah lainnya, terdapat kondisi gender dynamic, misalnya dalam suatu forum yang diikuti perempuan dan laki-laki, selalu ada kecenderungan laki-laki yang memiliki inisiatif untuk berbicara lebih dahulu dan mendominasi percakapan. Ini karena proses sosialisasi yang menempatkan perempuan pada posisi tenang dan menunggu hingga laki-laki memulai. Hal ini juga terjadi dalam mengoperasikan peralatan teknis, perempuan kerapkali mengalami perasaan seperti technophobia alias takut pada perangkat teknologi. Karena itu harus ada kesadaran di kalangan pengelola radio komunitas untuk merangkul perempuan dan membuat mereka percaya diri untuk mengoperasikan peralatan tersebut. Ini bukan masalah menempatkan perempuan bertentangan dengan laki-laki, tetapi bagaimana mereka saling membantu.

K: Selain masalah budaya, hambatan apa lagi yang kerap dihadapi perempuan untuk berpartisipasi dalam mengelola radio komunitas?

M: Perempuan memiliki beban ganda, selain bekerja di luar rumah untuk menyambung hidup juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola rumah. Jadi ketika ada permintaan untuk terlibat di radio komunitas, mungkin bebannya akan bertambah. Kaum laki-laki seharusnya mulai berbagi tanggung jawab karena kesempatan perempuan untuk mengikuti kegiatan sosial sangat sedikit. Kondisi lain yang harus dipertimbangkan adalah kebanyakan perempuan sangat sibuk di sore hari, jadi harus dipikirkan bagaimana radio bisa tetap diakses perempuan di luar jam-jam tersebut.

K: Apakah AMARC memberikan pelatihan pada radio komunitas untuk memberikan ruang bagi keterlibatan perempuan?

M: Ya, di Afrika atau Amerika Latin, di mana terdapat jaringan AMARC yang sudah cukup mapan, terdapat banyak pelatihan yang ditujukan bagi kaum perempuan. Di Amerika Utara juga ada, tetapi dijalankan oleh National Community Radio Association. Kita tidak hanya melatih kaum perempuan untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan teknis, namun juga melatih mereka untuk siap menjadi teknisi atau instruktur pelatihan. Alasannya perempuan cenderung lebih nyaman bila dilatih oleh perempuan juga.

K: Apakah perbedaan yang terlihat dengan adanya keterlibatan perempuan di radio?

M: Ya, ada. Banyak perempuan menjadi lebih percaya diri karena ternyata mereka mampu berperan dalam bidang yang lebih luas, tidak hanya terikat pada peran ibu rumah tangga. Selain itu lebih kritis dalam berpikir. Keterlibatan mereka juga akan meningkatkan perhatian masyarakat pada masalah-masalah perempuan, termasuk kekerasan rumah tangga. Hal ini sering dianggap remeh dan menjadi masalah rumah tangga saja, padahal memiliki pengaruh besar pada keberlanjutan komunitas.

K: Apakah program-program yang mengakomodasi masalah perempuan tersebut memiliki pengaruh pada kepentingan pendengarnya?

M: Semakin banyak program yang mengakomodasi perempuan, akan semakin banyak juga jumlah pendengarnya. Dari sebuah penelitian di Philipina terungkap bahwa penyiar perempuan memiliki pendengar lebih banyak dibanding penyiar laki-laki. Saya berpendapat kaum perempuan lebih radio oriented dibanding laki-laki, mungkin sekitar 60%. Jika Anda memiliki radio yang hanya dijalankan oleh laki-laki saja, tidak hanya mengesampingkan sejumlah besar pendengar perempuan, tetapi juga membatasi perspektif. Bisa dibilang 60% persepektif masyarakat akan hilang, karena jelas perspektif antara perempuan dan laki-laki berbeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud