Menduniakan Candirejo dengan Flexi?

Oleh Rohman Yuliawan

Anda pernah mendengar nama Desa Candirejo? Belum? Kalau Candi Borobudur, tentu sudah kan? Nah, Candirejo sebenarnya terletak hanya tiga kilometer arah tenggara dari candi Budha terbesar di dunia ini. Desa ini pun cukup terkenal sebagai desa wisata minat khusus dengan aneka potensi yang sejak awal tahun 1990-an dikelola secara mandiri oleh warganya. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan Borobudur yang sudah mendunia, nama Candirejo hanya terdengar sayup-sayup saja.

“Mungkin kurang promosi. Selama ini yang dipromosikan besar-besaran hanya Candi Borobudur saja, sementara potensi wisata sekitarnya kurang diangkat,” duga Tatak Sariawan, Koordinator Pengelola Koperasi Desa Wisata Candirejo. Padahal dari segi keragaman atraksi wisata, desa ini punya potensi yang sangat komplet. Mulai dari atraksi seni budaya, pemandangan alam hingga sajian makanan tradisional. Daya tarik yang paling khas adalah potensi agrowisatanya.  “Petani Candirejo terkenal cakap mengelola pertanian dengan sistem tumpangsari. Tanaman di halaman rumah dan ladang ditanam dengan pertimbangan tumbuhnya saling menguntungkan satu sama lain. Wisatawan pun bisa mencoba ikut simulasi bercocok tanam di sawah,” terang Tatak dengan nada promosi. Prasarana akomodasi pun tak ketinggalan. Sekitar 40 rumah telah terakreditasi sebagai homestay dengan tarif murah.

“Dari dulu promosi tempat ini masih kurang tergarap, terutama yang ditujukan untuk wisatawan asing,” tambah Tatak. Ibarat gayung bersambut, pada bulan September 2004 Kantor Cabang Telkom (Kancatel) Kota Mungkid mengajukan tawaran pengembangan digital village, yakni melengkapi sejumlah desa dengan perangkat digital dan sambungan internet. Pemanfaatannya diarahkan untuk sarana promosi potensi lokal, pengembangan pendidikan dan fasilitas pelengkap daerah wisata. Di Candirejo, secara khusus fasilitas ini dimaksudkan untuk mempermudah akses internet bagi wisatawan sekaligus mendekatkan warga Candirejo pada sarana untuk mempromosikan potensi wilayah mereka ke seluruh dunia.

Fasilitas yang kemudian diberi nama “Digital Village Candirejo”  ini ditempatkan di bangunan Balai Desa Candirejo. Menempati sayap kanan bangunan, ruang warung internet ditata cukup apik dengan pembatas dari anyaman bambu hitam. Pada ruang yang sama terdapat dua bilik warung telekomunikasi (wartel) mempergunakan sambungan Flexi dan jajaran belasan mountain bike atau sepeda gunung yang biasa disewakan pada para wisatawan.

***
Bagaimana respon warga dengan hadirnya fasilitas itu? Senang tentu saja, karena desa mereka semakin terlihat modern dengan adanya sambungan internet. Namun beberapa waktu sebelum diresmikan, perspektif tadi mengalami titik balik. Pangkal masalahnya adalah papan nama lokasi warnet, berukuran sekitar 1×0,5 meter dengan cat warna-warni yang identik dengan produk layanan dari Telkom, yang bertuliskan “Digital Village Candirejo”. Di bawah tulisan tersebut, tertulis juga alamat website http://www.desa-digital.com

Kisahnya demikian. “Beberapa hari sebelum diresmikan, ada aktifis pusaka budaya dari Yogyakarta berkunjung ke Candirejo. Beliau memang sering ke sini, biasanya untuk mengantarkan peneliti asing atau mahasiswanya. Ketika melihat label digital village yang tertulis besar-besar itu, dia mempertanyakan maksudnya,” kisah Tatak. “Waktu itu dia bilang bahwa label itu berlebihan, karena faktanya di sini hanya ada dua komputer yang terhubung internet dan wartel biasa,” tambahnya. Justru promosi berlebihan dan cenderung menyesatkan seperti itu dikhawatirkan merusak citra layanan pariwisata di Candirejo.

Respon senada juga disuarakan oleh tokoh setempat. “Itu kan bisnisnya Telkom saja. Hanya mau mempromosikan produk-produk mereka,” kata Slamet Tugiyanto, Kepala Desa Candirejo. “Kalau benar-benar desa digital, ya paling tidak sebagian penduduknya sudah mengenal dan mempergunakan teknologi digital dalam aktifitas sehari-hari. Lha desa digital yang ini ukurannya apa?,” lanjut Koordinator Paguyuban Kepala Desa se-Kecamatan Borobudur ini dengan nada tanya.

Slamet sendiri mengaku tidak tahu persis jumlah penduduk Candirejo yang memiliki komputer atau piranti digital lainnya. Sepenghitungan jari, begitu dia memperkirakan. Menilik profesi sebagian besar warga Candirejo sebagai petani, wajar rasanya kalau komputer memang belum menjadi kebutuhan. Karenanya, dia menilai wajar pula jika muncul gugatan atas klaim Telkom yang menyatakan Candirejo sebagai desa digital.

***
Lepas dari kontroversi akibat penamaannya, warnet Desa Wisata Candirejo bukannya tanpa manfaat. Beberapa warga di sekitar Desa Candirejo merasa terbantu dengan adanya warnet yang lokasinya berdekatan dengan tempat tinggal mereka. “Tapi koneksinya sering lambat, mas. Bagaimana lagi, ini satu-satunya warnet terdekat dari kampung saya,” komentar Mustakim, seorang pelanggan warnet yang tinggal di Kujon, sekitar tiga kilometer sebelah barat Candirejo. Warnet lainnya paling tidak 15 kilometer jauhnya dari Candirejo. “Saya pakai internet untuk mengirim email ke Prancis karena ada teman saya  yang tinggal di sana. Tapi terkadang saya pakai juga untuk mencari peluang bisnis,” lanjutnya sembari tertawa tanpa menerangkan bisnis apa yang dimaksud. Mustakim sebenarnya sudah berlangganan internet di rumahnya, akan tetapi selama beberapa bulan terakhir terpaksa harus ke warnet karena komputernya sedang rusak.

Siang itu Mustakim mengulurkan satu lembar sepuluh ribu dan dua lembar ribuan untuk akses selama sekitar satu setengah jam. “Dulu per jamnya pernah Rp  6.000, tapi hasilnya tidak sepadan dengan biaya pulsa dan operasional. Daripada merugi terus sekarang harganya dinaikkan menjadi Rp 10.000,” ungkap Titik, operator warnet. Dari buku daftar pengunjung, terlihat jumlah pemakai layanan warnet dalam sehari hanya 1-3 orang pengguna.

Pada hari-hari biasa pendapatan dari warnet cukup untuk menutupi biaya pulsa, tertolong oleh potongan sebesar 40% yang diberikan oleh Telkom. Namun untuk biaya lain-lain, seperti perawatan komputer, biaya listrik dan operator seringkali masih kurang. Karena itu, untuk menambah pemasukan warnet ini juga menerima jasa pengetikan dan rental komputer. Barangkali karena terlalu sibuk memikirkan cara untuk mencukupi pengeluaran, misi untuk menduniakan Candirejo pun terlupa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud