Oleh Rohman Yuliawan
Coba simak judul-judul berikut ini: “Pantai Selatan Jawa Didongkrak!”, “Empat Patahan dalam Gempa Yogya”, “Matahari Terbit dari Barat” atau “Bagaimana Membuang Lempung ke Laut?”. Seram-seram, ya?
Puluhan judul artikel sejenis dapat Anda temukan di sebuah blog (website yang diperbarui secara berkala) yang beralamat di www.rovicky.wordpress.com. Blog ini bertajuk Dongeng Geologi; Geologi Energi dan Kebencanaan. Menilik judulnya, meski memakai embel-embel “dongeng”, kisah-kisah dinamika kebumian dalam blog ini bukanlah jenis cerita yang biasa dituturkan untuk meninabobokan anak-anak.Adalah Rovicky Dwi Putrohari, seorang ahli ilmu kebumian (geolog) lulusan Institut Teknik Bandung (ITB), yang menjadi perawi cerita atau juru dongengnya. Dalam ulasan yang berjudul “Pantai Selatan Jawa Didongkrak”, ia mendongengkan bagaimana aktifitas lempeng samudera Australia dan Hindia yang saling menunjam telah mengangkat sebagian dasar laut menjadi gunung-gunung batu kapur di sisi selatan dan timur Yogyakarta. Aktifitas geologis yang mengubah arah aliran Bengawan Solo ini dijelaskannya dengan panjang lebar, dilengkapi gambar-gambar lapisan lempeng bumi dan penggambaran aktifitasnya.
Menurutnya, proses penunjaman dengan kecepatan 7 cm/tahun yang telah berjalan selama jutaan tahun itu rupanya tak selalu mulus. Sesekali terjadi patahan yang memicu munculnya gempa bumi tektonik. Salah satu contohnya gempa berkekuatan 5,9 skala Richter yang mengguncang Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah, hari Sabtu, 27 Mei 2006 pukul 05.57 WIB lalu. Gempa ini menelan sekurangya 6.000 korban jiwa dan mengakibatkan 300-an ribu bangunan rusak berat.
Edukasi diam-diam
Dari peristiwa gempa 27 Mei itu, Rovicky menuliskan puluhan artikel mengenai berbagai aspek gempa. Mulai dari telaah atas isu percobaan nuklir di laut selatan Jawa, aneka mitos seputar bencana hingga animasi kawasan rawan tsunami.
Tidak banyak ahli (dari disiplin ilmu apa pun), apalagi ahli masalah kebumian seperti Rovicky, yang mau memilih dan meluangkan waktu menuliskan analisa-analisanya dalam bahasa yang mudah dipahami kalangan awam. Apalagi dalam bentuk blog yang kerap dicibir sebagai media yang “tidak serius”. Biasanya, para ahli memilih untuk menulis dalam jurnal ilmiah atau makalah-makalah teknis yang dituliskan dalam bahasa yang “ndakik-ndakik” (istilah bahasa Jawa untuk cara bertutur rumit dan dipenuhi istilah teknis yang sulit dimengerti awam).
Sebaliknya yang ditemukan pada artikel-artikel yang ditulis Rovicky yang juga anggota lima lembaga profesi bidang geologi, geofisika dan perminyakan–antara lain Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan IPA (Indonesian Petroleum Association)–ini. Ia selalu mempergunakan cara tutur yang populer, bahkan terkadang diselingi guyonan dan idiom-idiom lokal yang akrab, sehingga apa yang disampaikannya mudah dipahami.
Tak heran jika blog ini menjadi salah satu acuan utama kalangan awam yang menginginkan penjelasan ilmiah peristiwa-peristiwa alam yang belakangan ini kerap terjadi di negara kita. Tingkat kunjungan ke situs ini cukup tinggi, hingga 12 Oktober 2006 tercatat 180,726 pengunjung blog Dongeng Geologi. Ia pun kemudian akrab disapa oleh para pembaca setia tulisan-tulisannya dengan panggilan “Pakdhe”, sosok dalam sebuah keluarga yang kerap menjadi juru dongeng bagi para keponakan.
Dengan pendekatan penulisan populer, diperkaya dengan foto-foto atau ilustrasi teknis, Rovicky diam-diam telah melakukan edukasi publik melalui blognya. Tulisan-tulisannya menjelaskan aneka dimensi dari suatu fenomena geologis, termasuk gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, hingga semburan lumpur panas seperti yang tengah terjadi di Porong, Sidoarjo sejak lima bulan lalu. Ia pun merangkul sejumlah ahli lainnya untuk ikut menyumbangkan pemikiran di blog ini sehingga isi dan pengetahuan yang ditawarkannya pun semakin beragam.
Copyleft alias bebas kutip
Blog yang dikelola oleh Rovicky dari Kuala Lumpur, Malaysia, tempat tinggalnya saat ini, tak hanya menyajikan informasi mengenai masalah kebumian saja. Ia juga menuliskan sejumlah tips atau rujukan mengenai cara menyelamatkan diri dari bencana, misalnya tips tindakan yang perlu kita lakukan saat terjadi gempa, tsunami, dan tanah longsor.
Rovicky juga mencoba menawarkan pejelasan mengenai mitos-mitos yang beredar di tengah masyarakat ketika terjadi bencana, salah satunya mengenai mitos awan gempa yang sempat membuat was-was masyarakat di berbagai kota pasca kejadian gempa 27 Mei 2006. Dalam tulisan berjudul “Mengenali Berita yang Menyesatkan tentang Bencana Alam”, ia menekankan perlunya masyarakat mencermati ciri-ciri berita yang kurang bisa dipercayai kebenarannya dan cenderung memicu kepanikan.
Dengan berlimpahnya penjelasan teknis, banyak pembaca kemudian menyalin buah pemikiran Rovicky dan menyebarkannya melalui surat elektronik (email), memasangnya pada website atau menyalinnya dalam bentuk cetak. Beberapa hari setelah gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah misalnya, tulisan yang intinya menyanggah isu mengenai kemungkinan Kota Bantul amblas menjadi danau pascagempa dari blog ini banyak dikutip oleh media-media dadakan yang didistribusikan di tengah warga korban gempa. Demikian juga beberapa tulisan lainnya, tak kalah laris menjadi rujukan.
Boleh jadi karena banyaknya pembaca yang meminta izin untuk mengutip tulisan-tulisannya, pada sidebar atau bidang pinggir blognya Rovicky mencantumkan kata “copyleft” beserta penjelasan seperti berikut: “Anda dapat memperbanyak dan menyebarluaskan isi website ini seutuhnya, sebagian, trus dicetak, dijual, ataupun dipakai bungkus kacang, ataupun dijadikan pesawat-terbang kertas, atau didaur ulang, dst-nya, asalkan tidak menghapus ‘catatan hak cipta’. Karena banyak karya orang lain tersadur juga dalam dokumen website ini juga.”
Copyleft adalah mekanisme perizinan yang memungkinkan siapa pun untuk menyebarkan tulisan-tulian yang berlisensi copyleft tanpa harus meminta izin terlebih dahulu pada penulisnya. Hanya saja, setiap pengutipan harus disertai pernyataan bahwa pemilik hak cipta ada di tangan penulis asli atau dengan menyertakan catatan hak cipta yang terdapat di tulisan aslinya.
Wah, kalau saja banyak ahli yang mau meluangkan waktu untuk menulis blog dan merelakan pikiran-pikirannya beredar gratis di masyarakat, seperti yang dilakukan Rovicky, tentu upaya mencerdaskan masyarakat Indonesia semakin gampang diwujudkan.