Penyediaan Perpustakaan Digital bagi Tunanetra

Departemen Pendidikan Nasional telah mendirikan “Pojok Tunanetra”, sebuah fasilitas baru bagi para tunanetra. Dengan adanya fasilitas ini para Tunanetra merasa tertolong dalam membaca buku-buku di perpustakaan. Perpustakaan umum yang luasnya 800 meter persegi ini menempatkan “Pojok Tunanetra” di salah satu ruangannya. Dengan fasilitas tiga unit komputer beserta softwerenya, para Tunanetra bisa dengan bebas memanfaatkannya untuk membaca. Dengan adanya software yang telah disediakan di komputer, materi buku kemudian dapat diubah ke format digital. Melalui software JAWS (Job Access with Speech) selanjutnya para tunanetra bisa mendengar teks yang disuarakan melalui earphone atau speaker.

Sebelumnya para tunanetra agak kesulitan dalam mengakses buku yang layak dan bermutu, terlebih lagi untuk buku-bukuyang berhuruf braille. kesulitan tersebut menjadi salah satu faktor penghambat selainperpustakaan umum yang kurang memadai.

Untuk bisa membaca, para pengguna cukup memilih buku yang akan dibaca, kemudian halaman-halaman tersebut di-scan. Denganmelalui proses digital terlebih dahulu, para tunanetra kemudian dapat menikmati buku yang diinginkan.

Walaupun telah tersedia perpustakaan digitalbagi tunanetra, kebutuhan akan buku berhuruf braille dan kaset bagi tunantetra masih terusditingkatkan. Adi Ariyanto seorang mahasiswa tunanetra menuturkan, “Saya merasa terbantusekali dengan adanya layanan ini, karena sekarang saya bisa membaca buku-buku yangsebelumnya tidak bisa saya baca karena tidak bisa melihatnya.” Adi telah lama menjadianggota perpustakaan Diknas, Jakarta, dandengan adanya fasilitas ini, jelas membantu Adi dalam mengakses buku.

Bambang Basuki, Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, yang juga penggagas “Pojok Tunanetra”, menuturkan dengan adanya fasilitas ini diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian berbagai kalangan agar menyediakan fasilitas yang sama di berbagai perpustakaan.

E-aksesibilitas bagi penyandang cacat

Di lain sisi dengan adanya teknologi digital serta komunikasi informasi yang makin maju, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Kofi Annan mengajak pemerintah serta swasta agar menciptakan teknologi komunikasi dan informasi yang dapat diakses oleh penyandang cacat. Dalam memperingati Hari Penyandang Cacat (HIPENCA) sedunia pada tanggal 3 Desember 2006, Annan mengatakan, “Tema tahun ini untuk Hari Penyandang Cacat Internasional adalah E-aksesibilitas, ini mengingatkan kita pada kebutuhan untuk membuat internet yang dapat diakses setiap orang.”

Menurut dia, konvensi tentang Hak Penyandang Cacat yang di sahkan dalam sidang umum bulan ini Desember 2006 dapat memberikan dorongan kepada kecenderungan ini. Kofi Annan optimis dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi bagi para penyandang cacat. Dengan menempatkan aspek keuntungan sosial dan ekonomi dalam penciptaan teknologi, maka hardware maupun software dapat dibuat dengan cepat dan strategis.
Dengan cara itu PBB selebihnya akan memfokuskan diri pada akses web dan standar teknologi yang mudah di akses para penyandang cacat. Pada 4 Desember 2006, PBB di markas besarnya akan mengadakan konferensi tentang e-aksesbilitas serta pertemuan awal untuk inisiatif global bagi teknologi terbuka.

Digitalisasi perpustakaan menjadi awal dan salah satu solusi yang mempermudah penyandang cacat dalam mengakses informasi, khususnya di Indonesia. Seperti harapan Bambang Basuki yang menginginkan fasilitias digital secepatnya tersedia di perpustakaanperpustakaan Indonesia. (Zn, dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud