Oleh Zein Mufarrih Muktaf
Microsoft Corp memang tak ubahnya singa lapar yang siap menerkam mangsanya. Produknya yang cukup terkenal, seperti Microsoft Windows, menjadi sistem operasi peranti lunak yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Maka Anda tak perlu terkejut jika Bill Gates, si pemilik perusahaan, ini tetap menjadi orang terkaya di Amerika Serikat (AS) selama 13 tahun, seperti yang dilansir majalah Forbes edisi September 2006. Kuatnya kapitalisasi di dunia peranti lunak inilah yang membuat sebagian orang beralih ke software berbasis open source. Open source adalah bentuk paradigma pemrograman komputerisasi yang sifatnya terbuka dan bebas. Sebuah bentuk kontradiksi dari software berbasis tertutup seperti Microsoft Windows yang kemudian diperjualbelikan. Dengan dibebaskannya source code (kode sumber) untuk diutak-atik oleh siapa pun, walhasil software tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satunya yang terkenal adalah Linux yang terus melakukan pengembangan-pengembangan mutakhir guna memajukan teknologi terbuka.
Berawal dari wacana tersebut, Ahmad S Sudarmadji yang juga seorang Deputi Gubernur Daerah Istimewa Yogyarta, telah membuat forum pembuat dan pengembang software berbasis open source. Seiring berjalannya waktu, forum tersebut lalu mempunyai ide untuk mengajak sarjana dan mahasiswa yang kreatif untuk mengaplikasi ilmunya. Lambat laun forum ini mulai menciptakan berbagai macam perangkat lunak. Ada yang kemudian dijual atau dihibahkan ke perusahaan atau lembaga pemerintahan. Pernah suatu kali, pejabat sebuah bank terkenal di Indonesia mengeluhkan manajemen analisis keuangannya yang belum tertata dengan baik. Keluhan itu lalu dianalisis dan dirancanglah perangkat yang dapat meminimalkan permasalahan tersebut. Walhasil, perangkat tersebut akhirnya menjadi standar dalam.proses analisis keuangan di bank tersebut. “Bukan saja fungsinya yang efektif, peranti lunak ini juga cukup murah,” ungkap Ahmad. Laki-laki necis ini membayangkan jika harus mendatangkan ahli dari luar negeri untuk membuat software serupa pasti akan memakan biaya yang tinggi. Baginya, krisis kepercayaan terhadap kemampuan anak bangsa sering kali dimanfaatkan para ahli dari luar negeri untuk mengambil keuntungan besar. “Sekarang kita harus mulai percaya dengan sumber daya manusia dalam negeri yang sudah mampu Bersaing dengan SDM luar negeri,” imbuhnya. Nantinya, forum ini juga dapat membantu pemerintah dalam melakukan kegiatan pelayanan publik. Salah satunya dengan cara meningkatkan kinerja lembaga pemerintahan melalui penggunaan software. Ada beberapa pelayanan publik yang telah didukung oleh pengembangan open source ini, seperti program Jogja Cyber Province dan Governor Cyber. Sedangkan yang tengah dirancang sekarang ini adalah peranti lunak Digital Goverment System yang akan diluncurkan tahun 2008. Sistem tersebut akan memfasilitasi pelayanan publik satu tahap (one step service), yang diharapkan mampu menjawab keluhan masyarakat akan pelayanan pemerintah yang rumit dan berbelit-belit.
Forum ini juga mendirikan Inovasi Center untuk menciptakan beragam teknologi tepat guna yang murah dan dapat digunakan oleh siapa pun. Menurut Ahmad, selama ini teknologi selalu berpihak pada pasar, apalagi jika itu terkait dengan produk-produk software. Kenyataan ini menyebabkan masyarakat Indonesia tidak mampu membeli software orisinal dan lebih memilih versi bajakan yang harganya terjangkau. Dengan adanya inovasi piranti lunak berbasis open source diharapkan dapat mengatasi masalah pembajakan yang marak di negeri ini.