eTuktuk, Mencari Informasi dari Jalan Kotor dan Rusak di Sri Lanka

Oleh Saiful Bahtiar

Di atas perbukitan Kothmale, sekitar 25 km di barat daya Kandy di pusat dataran tinggi Sri Lanka, sebuah kendaraan yang ‘aneh’ terlihat berjalan dengan berisik di sepanjang jalan-jalan kotor di desa-desa Kothmale. Sekilas, kendaraan tersebut adalah bemo otomatis atau tuktuk, sebuah kendaraan yang akrab berseliweran di jalan-jalan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Sri Langka. Tetapi ini bukan kendaraan roda tiga yang biasa. eTuktuk, demikian nama kendaraan ini, merupakan stasiun radio dan pusat multimedia yang bergerak di atas roda tiga. Sebuah bentuk kreativitas pertama di dunia, yang membuka akses masyarakat pedalaman terhadap teknologi informasi dan komunikasi.

Akhir tahun 2007, masyarakat Kothmale, Srilanka menerima kado istimewa. Perjuangan mereka dengan eTuktuk telah dinyatakan sebagai pemenang dalam Program Penganugrahan “Stockholm Challange GKP” yang diselenggarakan oleh Global Knowledge Partnership (GKP) dan Stockholm Challange. Tepatnya 12 Desember 2007, bertempat di Malaysia, dewan juri memutuskan eTuktuk sebagai proyek pengembangan teknologi yang langsung mengena pada masyarakat di daerah terpencil.

eTuktuk dikembangkan oleh Radio Komunitas Kothmale (KCR) yang mengudara sejak tahun 1989. Kehadiran radio komunitas di Kothmale berawal dari proyek “minta maaf” Pemerintah Sri Langka atas kegagalan proyek irigasi. Pada tahun 1982, ketika Proyek Irigasi Mahaweli menelantarkan ribuan warga desa di pusat Sri Lanka, pemerintah “menghibur” warga dengan cara menempatkan beberapa proyek radio komunitas di desa-desa transmigrasi. Radio Komunitas Kothmale (KCR) salah satunya. Sementara radio komunitas lain semakin terpuruk, KCR 98,4 FM tetap bertahan.

Di tahun 1999, KCR mulai mengembangkan teknologi yang mampu menjangkau warga yang ada di dataran tinggi Sri Lanka. Mereka membuat pusat multimedia komunitas yang dapat bergerak ke seluruh daerah terpencil. eTuktuk, sebuah konsep pengembangan insiatif warga untuk mengembangkan teknologi digital dan internet yang dipadukan dengan radio. Lahirnya eTuktuk itu sebagai bukti dan jawaban akan ketidakmampuan masyarakat pedesaan untuk mengakses siaran radio komunitas, internet, dan teknologi digital lainnya.

Sosok di belakang layar eTuktuk adalah Sunil Wijeysinghe—Kepala Stasiun KCR, dan Benjamin (“Mr Ben”) Grubb. Ben sendiri adalah warga Australia yang awal kehadirannya di Sri Lanka sebagai wisatawan—dan—entah bagaimana kisah perjalanannya berakhir di Kothmale. Saat ini, di Kothmale, dia merupakan project advisor dan pemberi semangat di belakang lahirnya proyek eTuktuk.

eTuktuk disokong oleh kendaraan “hebat” jenis Bajaj India RE (mesin di belakang) bergigi empat yang cukup kuat untuk menaiki pegunungan Kothmale dengan membawa stasiun radio dan pusat multimedia yang lengkap dan beberapa operatornya. Kendaraaan roda tiga itu dibongkar dan dipasang kembali berdasarkan spesifikasinya oleh mekanik lokal. Mereka menggunakan rak-rak khusus untuk meletakkan baterei, inverter, amplifier, dan mixer, serta rak atas yang dipasangi dua speaker.

Tidak hanya itu, eTuktuk juga dilengkapi rak untuk laptop, dan sebuah ruang untuk meletakkan telepon CDMA, scanner, baterai, kamera, dan printer. Untuk memperoleh energi, eTuktuk menggunakan generator 1.000 watt portable yang menghasilkan daya listrik yang cukup untuk mengisi ulang baterai  dan menjalankan peralatan selama berjam-jam.

“Desainnya  memudahkan  eTuktuk untuk menjangkau medan yang berat di semua sudut Kothmale,” ujar Ben. Perjalanan dan “pelayanan” eTuktuk menjangkau hingga daerah terjauh di Kothmale. Warga di daerah ini dapat mengakses internet, scan dan upload dokumen, download data, serta mencetak dan mengambil gambar digital.

Proyek pengembangan eTuktuk kemudian berlanjut sejak tahun 2005. Dukungan meluncur dari kelompok pendengar internet di Kothmale yang bekerja sama dengan UNESCO, MJF Foundation, dan Suntel. Para pegiat Radio Komunitas Kothmale sangat bersemangat menghadirkan radio dan multimedia pada masyarakat di Kothmale.

Hasilnya, eTuktuk secara resmi diperkenalkan pada masyarakat pada tanggal 29 April 2006. Dihadiri oleh Dilhan Fernando yang mewakili MJF Foundation. Setelah pengenalan secara resmi, eTuktuk kemudian melanjutkan “perjalanan” ke Colombo dalam rangka Hari Kebebasan Pers Dunia yang diselenggarakan oleh UNESCO pada tanggal 1-3 Mei 2006. Di acara itu, eTuktuk mengudara selama program berlangsung.

“Pengabdian” eTuktuk terus berlanjut. Rabu 24 September 2007, merupakan momen penting untuk dunia pendidikan di Kothmale. Saat itu, masyarakat tangah menunggu hasil pengumuman kelulusan yang biasanya didapat melalui surat yang baru mereka terima dua sampai tiga hari kemudian. Namun, hari itu, dengan kehadiran eTuktuk yang sudah dilengkapi fasilitas internet, orang tua murid langsung dapat menerima informasi kelulusan anaknya.

Beragam komentar atas kesuksesan eTukTuk pun muncul. “Dengan eTukTuk ini, anda mempunyai kendaraan hebat dari segi fisik maupun simbol untuk mendatangi masyarakat dan memberi kesempatan rakyat untuk berbicara melalui radio komunitasnya,” ujar Steve Buckley, Presiden AMARC (Asosiasi Radio Komunitas Sedunia).   Lebih lanjut Buckley menambahkan “Saya pikir eTukTuk adalah sebuah tren yang akan mendunia.”
Kesuksesan Radio Komunitas Kothmale merupakan penyeimbang kegagalan stasiun radio komunitas lainnya yang dibangun di Sri Lanka. Terlepas dari kesuksesan eTuktuk, menurut Sunil Wijeysinghe, dukungan masyarakatlah yang membangun Radio Komunitas Kothmale (KRC) menjadi seperti sekarang ini. Namun demikian, Kothmale adalah pengecualian. Sri Lanka bukanlah satu-satunya negara di Asia Selatan yang tidak memiliki kebijakan radio komunitas yang layak. Masih banyak negara yang tidak memberikan peraturan yang bisa mempermudah keberadaan radio komunitas. Oleh karena itu, eTuktuk bisa menjadi tren populer karena ruang geraknya tidak bisa dibatasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud