Gubernur Minta Musang Radio Komunitas

Ubah Sambung Rasa Jadi Sambung Nalar

YOGYA (KR) – Radio komunitas (Rakom) harus berperan dalam mencerdaskan bangsa, bila dulu RRI punya klompencapir sebagai sambung rasa yang terkendali, maka saatnya sambung rasa diubah menjadi sambung nalar, sebagai redefinisi jurnalisme pembangunan. Demikian dikatakan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono pada Musyawarah Anggota (Musang) III Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta, Rabu (25/2) di aula BID Jalan Katamso Yogya.“Radio komunitas juga harus menjaga sikap netral dalam Pemilu 2009 ini dan responsif terhadap situasi yang berkembang di masyarakat. Jika dahulu jurnal pembangunan yang ditampilkan faktor keberhasilannya, maka sekarang disampaikan dampak dan solusinya melalui dialog interaktif secara reguler,” kata Gubernur. Gubernur menambahkan, sebagai media alternatif, radio komunitas sebaiknya tetap memperhatikan basis budaya masyarakat setempat.

Sedang Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY, Rahmat M Arifin S.Si mengatakan meski wilayah DIY tidak begitu luas, namun masih terdapat wilayah blank spot sehingga radio komunitas bisa mengambil peran. Mengingat segmennya khusus, maka radio komunitas diharapkan benar-benar bisa menjaga netralitas dalam melewati titik kritis pemilu dengan tidak berpihak pada partai dan kelompok tertentu. Meski diakui Rahmat, sangat sulit bagi KPID untuk memantau aktivitas radio komunitas karena jangkauannya hanya 2,5 km dan jumlahnya cukup banyak.

“Perkembangan radio komunitas cukup unik, dia muncul saat jaman tidak normal, seperti saat bencana gempa, ada puluhan radio komunitas. Saat ini, tinggal separohnya,” kata Rahmat. Soal tudingan mengenai sulitnya izin dari KPID untuk siaran radio komunitas, menurut Rahmat karena persyaratannya memang tidak dipenuhi. Dari 14 radio komunitas yang mengajukan saat ini, hanya 6 yang bisa melengkapi berkas, dan sisanya karena problem internal. “Kalau yang sulit dipenuhi memang untuk radio yang berbasis kampus, karena sesuai aturan radio komunitas harus didukung 250 tandatangan masyarakat dewasa atau 50 persen warganya, sedang mahasiswa kan KTP nya asalnya beragam,” tambah Rahmat.(Fia/San)-f

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud