Apa itu Jurnalistik?

Oleh Combine Resource Institution

Jurnalistik sebenarnya dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Hanya mungkin kita tidak menyadarinya.

Coba perhatikan hidup kita dalam sehari. Saat pagi hari kita baru bangun tidur, kita sudah bertemu dengan berita dari koran pagi. Agak siang sedikit, kita akan menjumpai tabloid atau majalah yang biasa terbit mingguan atau bulanan. Selepas makan siang, kita masih dapat menikmati koran sore. Selain itu, sepanjang hari, sejak bangun tidur sampai akan tidur malam harinya, kita bisa terus mengikuti siaran radio atau televisi.Jadi, Apa Jurnalistik Itu?

Jurnalistik adalah ruang lingkup seluruh proses dari penentuan tema, pengumpulan, pengolahan dan pengemasan informasi hingga penyebarluasannya pada masyarakat. Jadi, secara sederhana, jurnalistik meliputi berita, media massa dan wartawan. Biar lebih jelas, mari kita uraikan satu per satu.
Berita, merupakan hasil kerja jurnalistik. Untuk membuat berita kita harus lebih dulu mengumpulkan data yang sesuai dengan yang akan kita tulis.

Proses mengumpulkan data ini biasa disebut reportase. Setelah data terkumpul, kemudian kita menuliskannya. Data yang sudah kita tuliskan tersebut baru bisa disebut berita jika disebarluaskan pada masyarakat.
Alat yang digunakan untuk menyebarluaskan pada masyarakat tersebut adalah media massa. Bentuknya bisa buletin, koran, tabloid, majalah, radio atau televisi. Dan wartawan adalah pelaku yang terlibat dalam mengerjakan seluruh proses jurnalistik tersebut. Wartawan punya beberapa tingkatan.

Reporter, adalah wartawan yang bertugas mengumpulkan data lalu menuliskannya. Redaktur, redaktur pelaksana atau desk adalah wartawan yang bertugas secara khusus pada bidang berita tertentu (misal politik, olahraga, hiburan, dsb), mengkoordinasi reporter dan memeriksa tulisan sebelum diterbitkan. Pemimpin redaksi merupakan kepala jajaran wartawan yang bertugas mengkoordinasi sekaligus bertanggung jawab pada seluruh proses jurnalistik. Jadi, hal-hal yang berhubungan dengan pemberitaan tanggung jawabnya ada pada pemimpin redaksi. Meskipun bisa saja suatu saat, tanggung jawab itu dilimpahkan pada redaktur atau reporter.

Sejarah Media

Media massa di Indonesia awalnya dirintis pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1744 oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff dengan menerbitkan koran berbahasa Belanda bernama Bataviache Nouvelles. Koran tersebut merupakan media massa resmi pemerintah. Isinya berupa publikasi tentang kebijakan pemerintah kolonial. Tapi usia terbitnya cuma dua tahun. Baru selang 32 tahun, karena terdesak kebutuhan, pemerintah kolonial kembali menerbitkan media yang bernama Het Vendu-Nieuws. Isinya berita pelelangan perdagangan. Media ini bertahan cukup lama, hingga 33 tahun (1776-1809).

Sejak masa itu, muncul beragam media, termasuk media massa yang dikelola oleh keturunan non Belanda seperti turunan Tionghoa dan Bumiputera (Pribumi). Media yang dikelola turunan Tionghoa, umumnya bersifat terbatas. Sebab selain menggunakan bahasa campuran Tionghoa-Melayu, media tersebut juga hanya beredar di daerah Pecinan. Isi medianya, tentang berita perdagangan dan cerita bersambung yang mendapat porsi besar bersama iklan. Media turunan Tionghoa yang ikut merintis sejarah media di Indonesia adalah Li Po (1901), Pewarta Soerabaja (1902) dan Perniagaan (1903).

Sementara, media yang dikelola oleh Pribumi umumnya memilih menggunakan bahasa Melayu atau bahasa daerah masing-masing. Bintang Soerabaja yang terbit tahun 1861 adalah koran berbahasa Melayu tertua di Indonesia. Sebelum itu, ada media untuk kaum Pribumi yang disajikan dalam bahasan daerah, yaitu koran Bromartani dalam bahasa Jawa yang terbit di Solo tahun 1855.

Dalam perkembangan berikutnya, sejarah media di Indonesia mencatat berbagai kemajuan yang sangat berarti bagi penyebarluasan informasi pada masyarakat. Dari segi produksi, misalnya. Pada masa-masa sebelumnya dikerjakan secara manual. Tulisan ditulis tangan dengan tata letak seadanya dan belum dikenal cetakan warna. Kini media sudah lebih maju. Dicetak warna, didesain agar lebih menarik dan enak dibaca.

Dari segi redaksi, dulu media hanya mengandalkan catatan dan gambarnya dilukis untuk melengkapi berita. Sekarang sudah dilengkapi alat perekam (tape recorder) dan kamera foto. Peredaran medianya juga semakin luas. Bila masa kolonial media hanya dibaca kaum bangsawan dan orang kaya, sekarang semua orang bisa menikmati sajian media.

Bersamaan dengan kemajuan tersebut, kini kita juga hampir setiap hari bisa melihat munculnya media baru di pasaran. Di mulai dari lingkup yang lebih kecil, muncul media komunitas kemudian berkembang dengan pesat media massa umum dengan berbagai jenis berita. Ada koran Kompas yang menyajikan berita umum, ada tabloid Bola dengan berita olahraga, ada majalah Tempo dengan berita-berita politik, dan banyak lagi contohnya.

Jenis Media

Kita telah kenal istilah buletin, koran, tabloid dan majalah. Kita juga pernah tahu ada media massa politik, olahraga, musik, dan sebagainya. Selain itu, kita juga mengetahui ada media yang terbit setiap hari baik pagi atau sore hari, mingguan maupun bulanan. Hal-hal itulah yang membedakan jenis media. Kelompok pertama adalah jenis yang dibedakan berdasar bentuknya. Kelompok kedua berdasar prioritas pemberitaannya. Sedang kelompok ketiga dibedakan berdasar waktu terbitnya.

Jenis yang berdasar bentuk antara lain buletin (newsletter) adalah media dengan bentuk yang ringkas. Paling besar seukuran kertas folio (F4) dengan jumlah halaman antara 4-24 halaman. Jumlah kolomnya antara 2-4 kolom. Koran bentuknya lebih besar dan leluasa, terdiri dari 12 halaman atau lebih. Jumlah kolomnya antara 5-9 kolom. Bentuk yang mirip koran adalah tabloid. Bedanya, tabloid ukurannya lebih kecil ketimbang koran. Sedang majalah bentuknya mirip buletin dengan jumlah halaman rata-rata lebih dari 24 halaman. Bedanya dengan buletin, lembar majalah dijilid.

Media yang berdasar prioritas pemberitaan, contohnya seperti yang telah disebutĀ  di atas. Selain berdasar bentuk dan pemberitaanya, jenis media juga bisa dibedakan berdasar waktu terbitnya. Ada media yang terbit harian, biasanya bentuknya koran. Lalu ada media yang terbit mingguan, baik seminggu sekali atau dua mingguan. Atau dalam rentang terbit yang lebih panjang, ada media yang terbit bulanan. Untuk media yang punya rentang terbit mingguan atau bulanan, bentuk media biasanya berupa buletin, tabloid atau majalah.

Bentuk dan waktu terbit media tersebut akan berpengaruh pada proses jurnalistik dan karakter beritanya. Media dengan bentuk koran dan waktu terbit harian, proses jurnalistiknya akan lebih singkat. Karena itu, berita yang diturunkan juga berupa berita singkat. Tulisannya langsung pada pokok persoalan, dengan bahasa yang lugas dan tidak banyak basa-basi. Sedang media bentuk buletin, tabloid atau majalah yang punya rentang waktu terbit lebih panjang, proses jurnalistiknya akan lebih leluasa. Sehingga memungkinkan media menulis berita lebih panjang dan memuat data yang lebih lengkap. Tulisannya memungkinkan untuk berpanjang lebar menjelaskan suatu tema yang diangkat.

Karakter Media

Berdasar cakupannya, media dapat dibedakan jadi dua karakter media; media umum dan media komunitas. Media umum seperti Bernas, Kedaulatan Rakyat, Kompas, Bintang Milenia, Tempo, dan sebagainya. Media komunitas seperti Angkringan (Jogja), Pasekan Pos (Boyolali, Jateng), Info Tekno (Jogja), Bulaksumur Pos (UGM Jogja), Kamal Muara (Jakarta), Suara Rakyat (Mataram), Mentari (Bandung) dan sebagainya.

Lalu apa beda keduanya?
Media umum adalah media yang dikelola lebih luas. Artinya, pilihan berita, pembaca, distribusi, dan pengelolanya dalam cakupan yang luas. Berita yang dipilih biasanya adalah berita yang jadi perhatian masyarakat umum. Pembacanya masyarakat luas dengan beragam latar belakang; orang Mataram, Surabaya, Tangerang, Jogja, Bandung atau Jakarta bisa membaca media tersebut dan dapat mengerti apa yang diberitakan. Distribusi medianya juga tersebar luas diberbagai tempat. Untuk mengelolanya melibatkan orang-orang dari berbagai daerah. Misal pemimpin umumnya dari Aceh, pemimpin redaksinya dari Medan, pemimpin perusahaannya dari Pontianak, dan seterusnya.

Sementara, media komunitas jangkauannya lebih terbatas. Secara sederhana, media komunitas adalah media dari, oleh dan untuk komunitas. Maksudnya media tersebut akan selalu mengacu pada komunitasnya. Berita yang dipilih misalnya adalah berita yang jadi perhatian dan sesuai dengan kebutuhan anggota komunitas. Pembaca dan distribusi media sebatas komunitasnya. Termasuk juga pengelola dan pengelolaan dananya dilakukan oleh komunitas tersebut. Jadi hampir tidak melibatkan pihak di luar komunitas untuk menjalankan media komunitas.

Untuk memudahkan memahami media komunitas, kita pahami dulu apa komunitas itu. Warga RT/RW, warga perumahan, warga Desa Wiladeg, Terong atau Ngawen adalah komunitas. Demikian pula para pedagang di Malioboro, para sopir angkutan, para tukang ojek, para buruh tani juga disebut komunitas. Jadi yang dimaksud komunitas adalah orang yang dihimpun karena memiliki kesamaan tempat tinggal atau kesamaan kepentingan. Warga Desa Wiladeg, Terong atau Ngawen adalah komunitas, sebab sama-sama bertempat tinggal di satu tempat meskipun punya kepentingan yang berbeda. Bisa jadi pekerjaannya lain, partainya beda, hobinya tidak sama dan seterusnya.

Sedang para pedagang di Malioboro atau para sopir di Terminal Terban disebut komunitas, karena punya kepentingan yang sama; berdagang, ngoyak setoran dan sebagainya. Meskipun mungkin para pedagang atau sopir tersebut berasal dari berbagai tempat tinggal. Misal ada yang rumahnya di Bantul, Gunungkidul, Pakem, Kulonprogo dan sebagainya.

Berdasar pemahaman komunitas tersebut, maka kita akan lebih mudah membedakan antara media umum dan media komunitas. Warta Kampung misalnya, dia memuat berita berdasar komunitas suatu kampung di Jogja. Namun dia tidak bisa disebut media komunitas. Karena, Warta Kampung tidak dikelola oleh anggota komunitas. Dan medianya juga tidak hanya ditujukan pada anggota komunitas.

Hal itu berbeda dengan Angkringan, misalnya. Angkringan berpijak pada komunitas Timbulharjo yang terbentuk karena kesamaan tempat tinggal. Media tersebut bisa disebut media komunitas karena beritanya berdasar kebutuhan komunitas, dikelola oleh anggota komunitas serta ditujukan kepada komunitas. Jadi, sebuah media baru bisa disebut media komunitas jika ketiga syarat tadi dipenuhi.

Media dalam Kehidupan Kita

Media yang kita nikmati setiap hari sebenarnya punya beberapa fungsi. Pertama, media memiliki fungsi informatif. Karena itulah, jika kita membaca media, kita jadi tahu informasi atau berita yang berkembang di masyarakat. Kedua, media berfungsi mendidik. Melalui penyajiannya, media memberikan pengetahuan kepada pembacanya. Ketiga, berfungsi menghibur. Kita pasti pernah tertawa atau senyum-senyum sendiri sambil baca koran gara-gara melihat kartun atau baca humornya.

Melihat fungsi tersebut, media komunitas memiliki peran yang penting di komunitasnya. Kenapa ini jadi penting, sebab persoalan-persoalan dalam komunitas yang terbatas tersebut tidak akan ditulis oleh media umum sehingga tugas media komunitaslah untuk mengabarkan pada anggota komunitas tersebut melalui pemberitaan.

Misal, masalah pengurusan KTP di Desa Wiladeg. Kompas tidak akan menulis persoalan itu untuk laporannya, karena itu dianggap tidak menarik untuk pembaca Kompas di Jakarta, Surabaya atau Denpasar. Tapi bagi warga Desa Wiladeg hal tersebut jadi masalah serius. Karena itu, agar persoalan tersebut jadi perhatian, maka Wiladeg Pos misalnya, yang harus menulis kasus tersebut dalam berita. Dengan demikian, diharapkan para pejabat di Wiladeg akan segera mengatasi persoalan tersebut.

Contoh lain misalnya soal langkanya solar beberapa waktu terakhir. Persoalan itu sebenarnya telah ditulis oleh banyak media massa umum. Tapi, persoalan tersebut sebenarnya tetap bisa ditulis oleh media komunitas dengan menyesuaikannya pada kebutuhan komunitas. Misal menuliskan kelangkaan solar tersebut dalam hubungannya dengan kesulitan para sopir angkutan di Terminal Terban untuk narik dan ngoyak setoran.

Dari dua contoh tersebut, kita bisa tahu bahwa berita media komunitas tidak hanya berita yang berasal dari persoalan di komunitas itu sendiri. Tapi juga persoalan besar dari luar komunitas yang berkaitan dengan kepentingan anggota komunitas.

Selain peran penting media tersebut, media juga dapat mempengaruhi pendapat masyarakat. Karena itu, media harus dikelola dengan baik. Berita-beritanya mesti bertanggung jawab. Tidak asal-asalan. Sebab jika suatu berita yang salah sudah tersebar, dampaknya bisa sangat luas di masyarakat. Meskipun media masih bisa meralat, tapi berita yang terlanjur tersebar tetap akan berpengaruh pada pihak yang jadi korban pemberitaan.

Disampaikan dalam Pelatihan Radio Komunitas Mitra Program Community Radio Monitoring (CRM) di Yogyakarta, 3 – 9 Desember 2004

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud