Langkah pertama dalam kerja jurnalistik adalah menemukan ide berita. Dari mana kita bisa mulai menggali ide berita? Sebelumnya kita harus tahu apa saja isi berita. Berita bisa berisi peristiwa (misal : perang, pertandingan, rapat). Bisa berisi keadaan (misal : kekeringan, kemiskinan). Bisa juga berisi gagasan, pikiran, atau perasaan manusia (misal : tanggapan masyarakat terhadap suatu masalah). Tapi, apakah setiap kejadian atau keadaan bisa menjadi berita?Menakar nilai berita
Sebelum memutuskan untuk mengangkat sebuah berita, kita harus bertanya ; Apa yang ingin kita angkat menjadi masalah untuk disampaikan kepada pembaca? Kenapa soal itu kita anggap penting untuk pembaca? Apakah pembaca membutuhkan berita itu? Untuk menjawab pertanyaan ini kita bisa menggunakan alat untuk mengukur layak tidaknya sebuah peristiwa menjadi berita. Beberapa hal yang bisa dipakai mengukur nilai berita, adalah :
Aktual, unsur baru
Ini menjadi pertimbangan pertama untuk menilai apakah sebuah peristiwa punya nilai berita. Berita mesti mengandung informasi baru yang belum diketahui masyarakat.
Menyangkut kepentingan orang banyak
Ketika hendak menggarap sebuah ide berita, kita mesti bertanya ; Apakah peristiwa ini mempengaruhi kepentingan banyak orang? Apakah manfaatnya bagi orang banyak, bila informasi itu disampaikan? Seberapa besar peristiwa tersebut berpengaruh bagi masyarakat?
Dekat
Peristiwa yang dekat akan lebih diminati pembaca. Kedekatan ini bisa berarti kedekatan secara fisik maupun kepentingan yang sama.
Konflik
Peristiwa yang melibatkan konflik antara beberapa pihak, polemik seputar masalah, bentrokan, termasuk peristiwa kejahatan, akan menarik diberitakan. Namun yang perlu diingat, misi pemberitaan konflik bukan dimaksudkan untuk mempertajam konflik tapi justru untuk menjembatani penyelesaian konflik.
Ketokohan
Peristiwa di seputar tokoh idola, panutan dan pemimpin masyarakat selalu menarik diberitakan, karena dengan ketokohannya mereka telah menjadi milik publik.
Human interest
Peristiwa yang menyentuh rasa kemanusiaan, seperti masalah kelaparan, bencana alam, sangat bernilai untuk semua orang. Berita seperti ini juga bisa mengundang empati pembaca.
Unik
Keanehan, keganjilan dan hal-hal yang luar biasa dalam kehidupan manusia, selain memiliki unsur menghibur, juga memberi inspirasi bagi pembaca.
Hal-hal diatas adalah sejumlah kriteria yang bisa dipakai mengukur layak tidaknya sebuah peristiwa diangkat menjadi berita. Tentu saja sebuah ide berita tidak harus memenuhi semua unsur di atas. Sebagian saja sudah cukup.
Menajamkan sudut berita (angle)
Bila kita sudah menemukan ide berita, langkah berikutnya adalah memilih sudut berita (angle). Angle adalah cara seorang wartawan untuk memaparkan peristiwa dari sudut pandang tertentu. Angle penting untuk dirumuskan agar cerita yang hendak dirangkai tidak menyimpang ke berbagai arah. Angle juga membantu kita dalam memilah informasi yang telah terkumpul. Dengan disiplin pada angle yang telah dipilih, maka cerita kita akan lebih terfokus, jelas sehingga mudah dimengerti.
Angle akan mudah dibuat dengan menjadikannya sebagai pertanyaan. Misalnya, mengapa IMB macet? Bagaimana proses macetnya IMB? Dan sebagainya. Ketika di lapangan, reporter harus mencari jawaban dari pertanyaan ini. Jawaban dari pertanyaan itu bisa didapat dari wawancara, pengamatan langsung, maupun data pendukung lainnya.
Outline: Panduan agar tak tersesat
Setelah sudut berita kita tetapkan, langkah berikutnya adalah menyusun kerangka liputan(outline). Kerangka liputan biasanya terdiri dari tema, latar belakang berita, angle, nara sumber, daftar pertanyaan. Tujuannya untuk memudahkan kerja wartawan di lapangan. Ibarat peta, kerangka liputan berguna untuk memandu wartawan agak tak ‘tersesat’ di jalan. Pada tahap ini wartawan sudah harus mulai mengumpulkan informasi awal. Bisa dari kliping koran, dokumen, poster, atau apa saja untuk memperkaya informasi yang dibutuhkan.
Namun bukan berarti kerangka liputan merupakan harga mati. Jika temuan wartawan di lapangan berbeda dengan kerangka liputan, wartawan bisa mengubah rencana liputan. Tentu saja perubahan ini harus dikomunikasikan dengan anggota redaksi yang lain.
Bagi wartawan yang sudah berpengalaman, outline seringkali tidak dibuat dalam bentuk tulisan. Mereka membuat outline dalam rekaman otaknya. Namun alangkah baiknya jika outline ditulis sehingga kita bisa lebih mudah mengingatnya.
Nah, setelah semua beres, kita bisa mulai turun ke lapangan untuk mengumpulkan bahan berita.
Disampaikan dalam Pelatihan Radio Komunitas Mitra Program Community Radio Monitoring (CRM) di Yogyakarta, 3 – 9 Desember 2004