Asia Source 2005; Gotong Royong untuk Kebebasan

Oleh Akhmad Nasir

Bohong kalau gotong-royong hanya milik masyarakat desa. Salah besar jika menganggap gotong royong hanya cocok untuk pekerjaan kasar, umpamanya membangun jalan atau jembatan. Gotong royong juga dilakukan oleh orang kota. Gotong royong tak hanya membuahkan jalan atau jembatan, tapi juga program komputer. Masa iya?

Ya. Salah satu contohnya adalah sistem operasi dan piranti lunak komputer bebas yang disebut open source. Sistem open source membebaskan pengguna komputer untuk menggunakan, mempelajari, mengubah, serta menyalin dan menyebarluaskan sistem operasi dan piranti lunak komputer tanpa takut dituduh membajak. Mulanya open source dianggap main-main. Belakangan banyak pengguna komputer mengganti sistem operasi mereka dengan sistem yang dikembangkan secara gotong royong oleh ratusan ribu programer komputer di seluruh dunia ini.

Pergeseran pengguna komputer dari sistem operasi dan piranti lunak tertutup ke sistem operasi open source ini awalnya terjadi di lingkungan kampus. Menyusul kemudian lembaga komersial dan tentu saja lembaga nirlaba. Bagaimana memanfaatkan sistem open source untuk menunjang kegiatan dan misi lembaga nirlaba? Bagaimana strategi membebaskan diri dari ketergantungan pada salah satu sistem operasi komputer seperti Microsoft Windows? Bagaimana membangun jaringan komputer dengan biaya murah?

Pertanyaan ini terjawab tuntas dalam sebuah acara kemah selama 8 hari dari 28 Januari hingga 4 Februari 2005. Acara kemah yang diikuti oleh 100 peserta dari 25 negara ini dinamai Asia Source 2005. Kemah digelar di Visthar, sebuah padepokan yang terletak 17 km dari Kota Bangalore, India. Disini para peserta dengan latar belakang keahlian yang beragam berbagi pengetahuan dan ketrampilan menggunakan teknologi untuk mendukung perubahan sosial.

*****

Selamat datang di komunitas open source, komunitas dimana ribuan orang dari seluruh dunia bergotong royong tanpa lelah membangun teknologi yang membebaskan”, kata Alan Gunner Gunn fasilitator kemah membuka acara. Di sekelilingnya, di sebuah aula yang dirancang dengan cita rasa seni tinggi, seratusan peserta duduk melingkar saling memperkenalkan diri dan mengungkapkan satu kata yang menggambarkan perasaan mereka.

Meski baru pertama ketemu para peserta sudah tampak akrab. Sebulan sebelumnya seratus orang ini memang telah berkomunikasi lewat mailing list yang khusus disediakan untuk peserta Asia Source. Bahkan sebagian acara kemah dirumuskan dari hasil diskusi peserta di mailing list. Ketika gelombang Tsunami meluluhlantakkan sebagian wilayah Indonesia, Thailand, Srilanka dan India, ucapan duka memenuhi pesan-pesan dalam mailing list Asia Source. Tak berhenti dengan rasa sedih, sejumlah peserta mengusulkan agar dalam kemah nanti ada bagian yang membahas penggunaan teknologi untuk antisipasi bencana. Gayung bersambut ketika sejumlah peserta menyatakan siap membagi pengalamannya memanfaatkan teknologi untuk peringatan dini menghadapi bencana yang telah mereka kembangkan di sejumlah negara.

Demikianlah. Semangat gotong royong, persaudaraan, berbagi pengetahuan mewarnai setiap bagian acara. Semua itu berjalan secara spontan, sama sekali tanpa aturan. Panitia tidak mengatur peserta, tapi setiap peserta bisa mengatur dirinya. Panitia tidak mengajari peserta, tapi setiap peserta tahu kapan saatnya mengajari dan kapan saatnya belajar dari peserta lain. Ini berlaku untuk segala urusan. Mulai dari bangun tidur, makan hingga soal memilih materi belajar.

Pagi hari saat semua peserta mesti bangun tidur, tak ada petugas khusus yang membangunkan peserta, apalagi sampai menggedor pintu. Ada cara lain yang lebih kreatif. Seorang panitia memainkan gitar, menyanyi sambil berkeliling di depan kamar peserta. Bagaimana rasanya jika tidur kita dibangunkan oleh nyanyian yang begitu merdu? Setelah makan pagi dan mencuci piring serta gelasnya, masing-masing peserta mulai berkumpul untuk merancang rencana harian, usulan, saran, pertanyaan dan semua hal yang dianggap penting disampaikan pada sesi ini.

Setiap jam 10.00 para peserta membagi diri dalam 4 kelompok belajar. Kelompok pertama mempelajari strategi berpindah dari penggunaan sistem operasi dan piranti lunak komersial ke sistem open source. Kelompok kedua membahas upaya menerjemahkan bahasa program komputer alam bdahasa lokal. Kelompok ketiga belajar tentang mengelola situs web dengan sistem terbuka. Kelompok keempat belajar memproduksi video dan audio dengan software open source. Sesi ini disebut sebagai sesi utama karena dijalankan secara bertahap dari hari pertama hingga terakhir.

Berbagi Ketrampilan
Tiap hari mulai jam 16.00, peserta dipersilahkan untuk berbagi ketrampilan. Para peserta menawarkan jenis ketrampilan yang bisa mereka ajarkan pada peserta lainnya. Dalam membagi ketrampilan dia tidak harus sendirian, tapi bisa berpasangan. Tercatat puluhan jenis ketrampilan yang ditawarkan. Mulai dari ketrampilan membangun jaringan komputer bekas, merangkai perangkat listrik tenaga surya, merakit pemancar radio FM, merakit jaringan komputer tanpa kabel dengan antena dari kaleng biskuit.

Selain ketrampilan yang telah ditawarkan, ada juga jenis ketrampilan yang diajarkan karena permintaan peserta. “Negara kami dikuasai militer. Mereka selalu memata-matai kegiatan rakyat yang dianggap membahayakan kekuasaan mereka. Mereka menyadap telpon, menyensor semua media. Adakah yang bisa membantu kami”, pinta peserta dari Myanmar dengan mata berkaca-kaca.

Saya bersedia mengajari cara membuat radio internet”, kata Marcell, peserta dari Krosia. Dengan radio internet, siaran bisa dilakukan dari negara lain sehingga tidak bisa disensor oleh pihak militer. Beberapa peserta lain juga menawarkan bantuannya. Ada yang mengajari teknologi mengacak data sehingga tidak bisa disadap. Ada yang memperagakan cara mengganti papan ketik komputer dengan mouse sehingga data yang telah diketik tidak bisa dilacak rekamannya, dan sebagainya.

Banyak sekali jenis ketrampilan yang bisa dipelajari setiap hari. Namun waktu pelaksanaan yang bersamaan memaksa peserta untuk memilih jenis ketrampilan yang dipelajari. Untung saja panitia menyiapkan fasilitas komputer dan sambungan internet yang bisa digunakan sepanjang waktu. Para peserta secara aktif mendokumentasikan setiap sesi yang mereka ikuti. Malam hari ketika kegiatan usai, masing-masing orang sibuk mengirimkan catatan tersebut ke situs web yang telah disediakan. Maka kalau pagi hari kita membuka situs web tersebut, semua kegiatan yang dilakukan sehari sebelumnya bisa dibaca dokumentasinya lengkap dengan foto dan video kegiatan.

Kegiatan yang sangat beragam dan suasana yang bersahabat membuat waktu 8 hari terasa begitu cepat berlalu. Panitia menyerahkan sejumlah cindera mata kepada peserta. Setiap peserta menerima 15 CD yang berisi piranti lunak open source dan semua dokumentasi kegiatan. Ada lagi yang lain. Kanvas yang telah dipenuhi lukisan itu kemudian dipotong-potong sehingga menyerupai lukisan abstrak. Setiap peserta diberi satu potong kanvas. Untuk mengenang sebuah kebersamaan. Mengenang indah dan dahsyatnya sebuah kegotongroyongan.

Ambil, gunakan! Pengetahuan manusia itu milik dunia …..
Sistem open source membebaskan pengguna komputer untuk menggunakan, mempelajari, mengubah dan menyebarluaskan sistem operasi dan piranti lunak komputer tanpa takut dituduh membajak.

Disebut open source (sumber terbuka) karena sistem ini membuka kode program bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Kode program yang dimaksud adalah perintah-perintah yang diketikkan berdasarkan logika yang benar sehingga komputer mampu menjalankan fungsi tertentu. Kode program selalu disertakan bersama dengan distribusi paket program. Paket tersebut dapat disalin dan didistribusikan secara bebas oleh siapapun, baik dengan cara membayar maupun gratis. Salah satu contohnya adalah Linux.

Sebaliknya, pada program dengan kode tertutup, kode program dirahasiakan oleh sang pembuat. Selain itu, paket program tidak dapat didistribusikan lagi selain oleh pembuat program tersebut. Jika ada distribusi yang bukan oleh pembuat program tersebut, maka itu dianggap sebagai pembajakan. Pendeknya sistem dengan kode tertutup tidak dapat didistribusikan secara bebas, kecuali oleh pembuat program tersebut. Setiap pengguna program harus membayar ijin menggunakan (lisensi) kepada pembuat program tersebut. Salah satu contohnya adalah Microsoft Windows.

Sistem open source dikembangkan untuk menghilangkan ketergantungan terhadap pembuat program yang membatasi dan merahasiakan ilmu pengetahuan. Selain itu juga bertujuan menyediakan piranti lunak yang mudah dijangkau oleh masyarakat luas, dan menghindari pengerukan keuntungan yang berlebihan oleh pembuat program. Semangat ini tercermin dalam semboyan yang cukup populer di kalangan pegiat open source:

Ambil, gunakan!!

One thought on “Asia Source 2005; Gotong Royong untuk Kebebasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud