Sebagian besar dari kita sebenarnya telah menerapkan terapi membaca. Biblioterapi sering kita gunakan untuk pencarian jati diri melalui dunia yang ada dalam halaman-halaman buku yang baik. Kita merasa terlibat dalam karakter tokoh utama yang ada di sana. Acapkali kita sering menutup sampul sembari tersenyum setelah mendapatkan inspirasi dan ide baru dari buku.
Nah, itulah tujuan dari biblioterapi, yaitu mendampingi seseorang yang tengah mengalami emosional yang berkecamuk karena permasalahan yang dia hadapi dengan menyediakan bahan-bahan bacaan dengan topik yang tepat. Kisah dalam buku akan membantu mereka untuk menyelami hidupnya sehingga mampu memutuskan jalan keluar yang paling mungkin bisa diambil.
Tahapan Biblioterapi
Dalam penerapan biblioterapi klien sebaiknya melewati tiga tahapan berikut ini:
1. Identifikasi, klien mengidentifikasi dirinya dengan karakter dan peristiwa yang ada dalam buku, baik yang bersifat nyata atau fiksi. Bila bahan bacaan yang disarankan tepat maka klien akan mendapatkan karakter yang mirip atau mengalami peristiwa yang sama dengan dirinya.
2. Katarsis, klien menjadi terlibat secara emosional dalam kisah dan menyalurkan emosi-emosi yang terpendam dalam dirinya secara aman (seringnya melalui diskusi atau karya seni).
3. Wawasan Mendalam (insight), setelah katarsis klien (dengan bantuan pembimbing) menjadi sadar bahwa permasalahannya bisa disalurkan atau dicarikan jalan keluarnya. Permasalahan klien mungkin saja dia temukan dalam karakter tokoh dalam buku sehingga dalam menyelesaikannya dia bisa mempertimbangkan langkah-langkah yang ada dalam cerita buku.
Biblioterapi dapat disampaikan secara individual maupun kelompok. Pada individual biblioterapi, bahan-bahan yang dibutuhkan harus bersifat khusus dan rinci. Klien harus membaca bahan bacaan atau literatur yang sesuai dengan kesukaannya. Kegiatan apa yang akan ditindaklanjuti juga bisa disampaikan secara individual pada klien. Klien membahas kisah dalam buku dengan pembimbing, menulis laporan, merekam dalam perekam suara, atau mengungkapkan reaksinya. Melalui proses ini klien mampu membongkar beban emosi dan meringankan tekanan emosional. Selain itu, dengan pemeriksaan dan analisis nilai-nilai moral dan stimulasi pemikiran kritis, klien bisa mengembangkan kesadaran diri, meningkatkan konsep diri, dan memperbaiki penilaian pribadi dan sosial. Hasilnya ada perbaikan perilaku, kemampuan untuk menangani dan memahami masalah kehidupan yang penting, dan peningkatan empati, toleransi, respek. Semuanya bisa dilakukan melalui identifikasi dengan bahan bacaan yang sesuai.
Di dalamnya kita gunakan dengan kelompok, siswa membaca literatur lisan atau mendengarkan sementara orang dewasa membaca kepada mereka. Diskusikan secara kelompok dan ikuti. Klien akan menyadari bahwa mereka tidak sendirian, masalah-masalah bisa dirasakan oleh orang lain.
Meskipun biblioterapi mendorong perubahan secara individual, hal ini hanya digunakan terbatas pada saat di mana krisis hadir. Bagaimanapun itu bukan obat yang menghilangkan semua masalah psikologis yang telah mengakar secara mendalam. Masalah-masalah mendalam yang terbaik dilayani melalui intervensi terapi lebih intensif. Klien usia anak-anak mungkin belum bisa melihat diri lewat cermin sastra dan literatur bila pun bisa sebatas untuk tujuan melarikan diri saja. Lainnya mungkin cenderung untuk merasionalisasi masalah mereka daripada yang mereka hadapi. Namun orang lain mungkin tidak dapat mentransfer wawasan ke dalam kehidupan nyata. Namun, pengalaman ini mengganti dengan karakter sastra terbukti membantu banyak klien.
Aplikasi biblioterapi
1. Identifikasi kebutuhan-kebutuhan klien. Tugas ini dilakukan melalui pengamatan, berbincang dengan orangtua, penugasan untuk menulis, dan pandangan dari sekolah atau fasilitas-fasilitas yang berisi rekam hidup klien.
2. Sesuaikan klien dengan bahan-bahan bacaan yang tepat. Carilah buku yang berhubungan dengan perceraian, kematian keluarga, atau apapun yang dibutuhkan yang telah diidentifikasi. Jagalah hal-hal ini dalam ingatan:
a. Buku harus sesuai dengan tingkat kemampuan baca klien.
b. Tulisan harus menarik dan melatih klien untuk lebih dewasa.
c. Tema bacaan seharusnya sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi dari klien.
d. Karakteristik seharus dapat dipercaya dan mampu memunculkan rasa empati.
e. Alur kisah seharusnya realistis dan melibatkan kreativitas untuk menyelesaian masalah.
3. Putuskan susunan waktu dan sesi serta bagaimana sesi diperkenalkan pada klien.
4. Rancanglah aktivitas-aktivitas tindak lanjut setelah membaca, seperti diskusi, menulis makalah, menggambar, dan drama.
5. Motivasi klien dengan aktivitas pengenalan seperti mengajukan pertanyaan untuk menuju ke pembahasan tentang tema yang dibicarakan.
6. Libatkan klien dalam fase membaca, berkomentar atau mendengarkan. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pokok dan mulaialah berdiskusi kecil tentang bacaan. Secara berkala, simpulkan apa yang terjadi secara panjang lebar.
7. Berilah waktu jeda beberapa menit agar klien bisa merefleksikan materi bacaannya.
8. Kenalkan aktivitas tindak lanjut:
a. Menceritakan kembali kisah yang dibaca
b. Diskusi mendalam tentang buku, misalnya diskusi tentang benar dan salah, moral, hukum, letak kekuatan dan kelemahan dari karakter utama dan lain-lain.
c. Aktivitas seni seperti menggambar ilustasi persitiwa kisah, membuat kolase dari foto majalah dan berita utama untuk mengilustrasikan peristiwa-peristiwa dalam kisah, melukis gambar peristiwa)
d. Menulis kreatif, seperti menyelesaikan kisah dalam cara yang berbeda, mengkaji keputusan dari karakter
e. Drama, seperti bermain peran, merekonstruksi kisah dengan wayang yang dibuat selama aktivitas seni, yang menjadi coba-coba dalam karakter
9. Dampingi klien untuk meraih penutupan melalui diskusi dan menyusun daftar jalan keluar yang mungkin atau aktivitas lainnya.
Perhatian
1. Hindari topik-topik seperti aborsi, penggunaan narkotika, dan kriminal. usahakan untuk menceritakan tentang perhatian orang tua, komunitas, dan lainnya keculai disepakati oleh pemerintah dan pihak yang berwajib.
2. Akrablah dengan buku. Bacalah dan pahami buku sebelum digunakan.
Yossy Suparyo, Ketua Pusat Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan UIN Suka Yogyakarta 2002-2007
Ilmu yang baru saya dapatkan.
Apakah terapis proses bibliografi harus org yg punya kompetensi sbg terapis?