Selama ini rakyat hanya bisa menyaksikan kebijakan demi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Mereka tidak terlibat dalam perencanaan, pembuatan, dan pengawasan kebijakan. Rakyat selalu diminta untuk mendengar dan mentaati seluruh produk kebijakan, tak terkecuali kebijakan yang merugikan mereka.
Bagaimana rakyat dapat terlibat dalam pembuatan kebijakan publik? Kekuatan hukum yang menjamin keterlibatan rakyat dalam pembuatan kebijakan publik adalah Undang-Undang No 10 Tahun 2004 pasal 5 huruf q, yaitu asas pembentukan peraturan dan perudang-undangan yang baik yang keterbukaan. Menurut Nurman dan Muluk (2010:11), asas keterbukaan dapat diartikan dalam pembentukan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat terbuka dan transparan. Dengan demikian rakyat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan perundang-undangan.
Hal di atas dikuatkan oleh Pasal 53 yang menyatakan rakyat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Sementara itu, pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 pasal 139 disebutkan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Dengan kata lain, keterlibatan rakyat untuk bisa terlibat dalam pembuatan perundang-undangan dijamin oleh hukum.
Apa saja peraturan yang bisa digolongkan menjadi bagian dari tata perundang-undangan di Indonesia?
Menurut UU No 10 Tahun 2004, susunan hierarki tata perundang-undangan di Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber tertinggi segala hukum formal yang berlaku. UUD disusun dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Tingkat kedua, yaitu Undang-Undang (UU). UU ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan disahkan oleh Presiden. Ketiga, setingkat dengan UU adalah Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu) yang ditetapkan oleh presiden. Perpu dikeluarkan oleh presiden sebagai bentuk reaksi atas sesuatu yang memerlukan dasar hukum undang-undang yang sifatnya mendesak. Perpu bisa menjadi UU bila disetujui oleh DPR.
Keempat, Peraturan Pemerintah (PP). PP disusun oleh pemerintah dan ditetapkan oleh presiden agar UU bisa diterapkan secara teknis di lapangan. Kelima, peraturan daerah (Perda). Perda terdiri dari tiga tingkat, yaitu (1) peraturan daerah provinsi ditetapkan oleh DPRD Provinsi dan disahkan oleh Gubernur; (2) peraturan daerah kabupaten /Kota ditetapkan oleh DPRD Kabupaten/Kota dan disahkan oleh Bupati/Walikota; dan (3) peraturan desa yang pembuatannya melibatkan Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Kepala Desa atau sejenisnya.
Keterlibatan rakyat dalam pembuatan kebijakan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap penyiapan, pembahasan dan penetapan, serta pengesahan dan berlaku. Tahap pertama, warga memiliki peluang untuk menyampaikan gagasan dan proposal mengenai peraturan apa yang perlu atau tidak perlu diterbitkan oleh pemerintah. Keberhasilan tahap penyiapan dapat diukur dari masuknya proposal pembetukan peraturan daerah dalam Program Legislasi, baik nasional (Prolegnas) maupun daerah (Prolegda).
Tahap kedua, ketika usulan sudah masuk dalam program legislasi, rakyat harus mengawal pembahasan dan memastikan poin-poin penting yang diatur dalam peraturan sesuai dengan usulan. Proses pembahasan peraturan merupakan proses politik sehingga acapkali terjadi tarik-ulur, tawar-menawar, negosiasi, dan lobi dari pelbagai pihak yang berkepentingan terhadap peraturan yang disusun. Rayat harus mampu mengidentifikasi, memetakan, dan menjalin komunikasi yang intensif dengan para pengambil keputusan supaya usulannya ditetapkan sebagai peraturan.
Tahap ketiga, setelah peraturan disahkan dan dicatat dalam lembaga negara atau daerah, rakyat dapat terlibat dalam menyebarluaskan atau menyosialisasikan peraturan tersebut ke publik, baik melalui seminar, publikasi, maupun pelatihan.