Selasa, 23 April 2012, tim dari COMBINE Resource Institution (CRI) dan UNDP kembali bergegas menuju kantor pemerintahan Desa Tamanagung, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sebuah wilayah yang secara secara geografis dikategorikan sebagai wilayah “rawan bencana” karena lokasinya berdekatan dengan gunung merapi. Kedatangan tim CRI ke Tamanagung bertujuan untuk mengisi pelatihan sekaligus menutup kegiatan “Pemanfaatan Sistem Informasi Desa-SID dalam Kebencanaan” yang terjadwal selama 2 hari.
SID adalah sebuah program yang dirancang oleh CRI sejak tahun 2009 untuk membuka ruang partisipatif antara masyarakat dan perangkat desa dalam membangun desanya secara demokratis melalui penggunaan perangkat lunak terbuka. Secara teknis program ini diharapkan dapat membantu pemerintahan desa dan warganya mendokumentasikan data-data milik desa menjadi lebih mudah. Lahirnya SID bermula dari pengalaman bencana gempa Jogja tahun 2006. Selain memporak-porandakan seluruh infrastruktur fisik dan ekonomi, gempa juga telah berdampak pada tidak terselamatkannya data dan dokumen desa. Untuk mengantisipasi terulangnya kejadian tersebut, SID dirancang khusus sebagai salah satu upaya untuk penanggulangan keamanan data dan dokumen desa di masa mendatang.
Kegiatan ini diikuti oleh 14 orang peserta yang berasal dari perangkat desa Tamanagung, tampak diantaranya adalah : Sekretaris Desa, Kepala-kepala dusun dan kepala urusan umum. Pukul 9.51 WIB fasilitator dari CRI, Mar Widarto membuka acara dengan menelusuri bagaimana alur pelayanan publik desa Tamanagung. Penelusuran digunakan untuk memetakan efektifitas dan transparansi pelayanan publik pemerintahan desa terhadap masyarakatnya. Dari tanya jawab yang dilakukan antara fasilitator dengan aparatur desa didapatkan sebuah gambaran nyata tentang pelayanan yang berpola “meja panjang”. Artinya masyarakat akan dihadapkan pada prosedur yang bertingkat dan jelasnya memakan waktu yang tidak singkat untuk mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Ini merupakan gambaran umum bagaimana sejarah Orde Baru telah melahirkan birokrasi kompleks dan tidak efisien. Transisi demokrasi juga tidak serta merta memberikan gambaran terjadinya transformasi di tingkat apartatur desa untuk berprilaku sebagai pelayan yang baik.
Mart Widarto dalam presentasinya menjelaskan bahwa SID akan berguna untuk memberikan informasi tentang geografi, demografi, fungsi lahan, infrastruktur dan kebencanaan dalam desa. Dalam kebencanaan, SID khususnya bermanfaat sebagai acuan dalam pembuatan program mitigasi. Pada saat bencana, SID bermanfaat sebagai acuan dalam pelaksanaan tanggap darurat dan sebagai alat untuk pengidentifikasian kebutuhan bantuan mendasar. Dan pasca bencana, SID bermanfaat sebagai acuan untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi dalam segala bidang.
Sesi kedua, pelatihan dilanjutkan oleh fasilitator Dewi Amsari. Materi berfokus pada efisiensi pelayanan publik pemerintahan desa Tamanagung. Amsari dan aparatur desa sama-sama memetakan bagaimana relasi dan indikator pelayanan publik dipahami secara mendasar. Diantaranya adalah mengkategorikan jenis kebutuhan pelayanan, siapa aktor yang memiliki otoritas dan berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Sesi kedua yang dimulai pukul 10.34 WIB ini pada akhirnya juga menghasilkan sebuah gambaran yang tidak jauh berbeda dari “birokrasi kompleks”. Namun terlepas dari kompleksitas tersebut, para aparatur desa terlihat antusias untuk mempelajari dan mempraktikkan SID di desa mereka. Ini terlihat pada saat para aparatur desa mulai mempraktikkan penggunaan software SID dalam pembuatan surat-surat yang dibutuhkan secara umum oleh masyarakat. Dari simulasi yang didampingi fasilitator, perangkat desa mulai merasakan efektifitas waktu yang didapatkan jika program SID dapat dilaksanakan di desa Tamanagung.
Setelah waktu istirahat makan siang dan shalat dzuhur berakhir, sesi ketiga dimulai pada pukul 12.56 WIB. Sesi ketiga kembali diisi oleh Mart Widarto dengan materi “menulis berita’. Widarto dalam paparannya menjelaskan bagaimana langkah-langkah membuat berita desa. Dengan kata lain pelatihan sesi ketiga ini merupakan sebuah praktik jurnalisme warga yang populer dengan istilah “citizen journalism”. Pukul 13.30 WIB, perangkat desa mempraktikkan bagaimana memposting berita ke website desa : tamanagung-magelang.info/siteman.
Ada tiga hal yang menarik dalam pelatihan ini. Pertama, SID telah menghantarkan aparatur desa menemukenali kembali desa sebagai ruang hidup orang banyak, dalam artian desa bukanlah semata-mata ruang pelengkap sebagai pelegitimasi kekuasaan negara. Kedua, SID menjadi pendobrak kekakuan birokrasi yang selama ini sangat dekat dengan kerumitan-kerumitan berbau manipulasi dalam bentuk pungutan liar. Ringkas kata, SID dapat memotong jalur meja panjang birokrasi. Ketiga, SID telah merangsang praktik-praktik jurnalisme warga yang selama ini dijauhkan oleh negara.
Pada praktiknya pelatihan SID ini telah mendapatkan apresiasi positif dari perangkat desa Tamanagung. Namun apakah dalam praktik selanjutnya, dimana tahapan untuk mendokumentasikan data-data desa, aparatur desa tidak akan menemui hambatan-hambatan yang bersumber dari organisasi internal desa, yaitu warga desa sendiri. Apakah warga akan dengan terbuka untuk memberikan informasi-informasi terkait aset-aset sumber daya yang dipunyai ? Hal ini tentunya hanya dapat dilihat dengan membaca relasi struktur internal antara aparatur desa dengan warganya. Akan menjadi lebih menarik untuk kedepan jika program SID dalam pelatihannya juga melibatkan perwakilan-perwakilan warga diluar struktur perangkat desa. Sehingga nilai-nilai partisipatif yang terkandung dalam semangat SID dapat terwujud sekaligus mendorong SID sebagai program yang juga berperan sebagai mediator antara perangkat desa dan warga.
Pukul 14.10 WIB, fasilitator dari CRI menganjurkan agar para peserta menuliskan komentar-komentar dan harapan terkait program SID yang telah dilaksanakan selama dua hari. Tidak lama setelah itu, tepatnya pukul 15.00 WIB kegiatan pelatihan ditutup oleh fasilitator dan selanjutnya tim dari CRI dan UNDP kembali bergegas meninggalkan desa yang memliki slogan RIMBIT, rimbun, bersih, indah dan tertib menuju Yogyakarta.(Muhammad Affandi, Staf Litbang CRI)