Oleh Rohman Yuliawan
Pada tanggal 2 September 1997, RiceTec Inc sebuah perusahaan pertanian dari Texas, Amerika Serikat mendaftarkan merek dagang Basmati 867 ke Patent and Trademark Office (PTO), lembaga yang menangani masalah pengajuan permohonan paten dan nama dagang di Amerika Serikat. Paten bernomor 5.663.484 ini memicu protes luas dari pemerintah dan rakyat India dan Pakistan, didukung sejumlah lembaga dari negara-negara Eropa. Apa pasal? Rupanya, merek Basmati dicomot oleh RiceTec dari nama beras yang menjadi produk pertanian utama di India dan Pakistan. Protes tersebut berlarut menjadi gugatan hukum yang berujung pada pelucutan kepemilikan merek dagang Basmati 867 dari RiceTec.
Merunut sejarahnya, Basmati telah dikenal sejak beribu-ribu tahun yang lalu oleh para petani di sepanjang lereng pegunungan Himalaya yang kini menjadi bagian dari Pakistan dan India. Para petani inilah yang bekerja keras, dari generasi ke generasi, mengembangkan varietas Basmati dengan mempelajari pengaturan waktu semai dan tanam, cara pengolahan tanah dan upaya kawin silang dengan varietas lain. Hasilnya, beras berkualitas unggul terkenal sebagai beras termahal di dunia. Nama Basmati sendiri berasal dari bahasa Hindi yang berarti “rajanya wangi”, diambil dari aromanya yang wangi selain rasanya yang gurih lezat menyerupai rasa kacang-kacangan. Daerah penghasil utama beras ini antara lain Uttar Pradesh, Haryana dan Punjab.
Setiap tahun, India mengekspor lebih dari 500.000 ton beras Basmati ke seluruh dunia, terutama ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Potensi pasar yang menggiurkan inilah yang menarik minat RiceTec mengadu untung ikut mengembangkan Basmati di Amerika. Sejak tahun 1990-an RiceTec memasarkan varian baru Basmati dengan nama Teksmati dan Kasmati di Amerika. Meskipun namanya mirip dengan Basmati, namun rasa dan aroma dua jenis beras hasil persilangan galur basmati dengan galur padi lainnya tersebut jauh berbeda. Dua jenis beras produksi RiceTec tersebut sebenarnya cukup diminati di pasaran Amerika, tetapi masih kalah bersaing dengan Basmati asli India. Dengan diperolehnya hak atas merek dagang Basmati, RiceTec bisa merebut pasar dan melakukan monopoli penjualan Basmati di Amerika. Sekedar tahu saja, Amerika masih mengimpor lebih dari 50.000 ton Basmati dari India dengan nilai tahunan mencapai 30 juta dolar AS.
Awalnya protes terhadap pematenan merek dagang Basmati diserukan oleh para ilmuwan India. Dr Vandana Shiva, seorang peneliti dari New Delhi, mengatakan bahwa pematenan Basmati oleh RiceTec adalah tindak pencurian tiga lapis: yang pertama pencurian atas pengetahuan kolektif dan warisan biodiversitas para petani India, kedua pencurian pasar milik pedagang dan eksportir India dan yang ketiga penipuan konsumen dengan melabeli produk mereka sebagai Basmati, padahal berasnya bukan dari padi yang ditanam di India dan berkualitas lebih rendah. Suara keras lainnya tercermin dalam tajuk surat kabar Economic Times terbitan India yang mengatakan bahwa, “Pematenan Basmati di AS sama saja telah merenggut sejarah dan kebudayaan kami.” Media ini menyerukan agar RiceTec menarik kembali 20 jenis klaim atas Basmati.
Protes pun berlanjut dengan gugatan hukum. The Research Foundation for Science Technology and Ecology (RFSTE) di Delhi, India dan beberapa organisasi lainnya mengajukan gugatan publik melalui Mahkamah Agung India pada bulan Maret 1998. Pada bulan Juni 2000, Pemerintah India mengajukan “permohonan peninjauan kembali” pada PTO dengan dasar tuntutan bahwa pematenan Basmati telah melanggar kedaulatan India, termasuk sistem pengetahuan para petani. Langkah-langkah advokasi ini didukung oleh koalisi 90 organisasi dari 20 negara, beberapa diantaranya WWF Internasional, Research Foundation for Science, Technology and Biology India, the US Coalition against RiceTec patents dan Action Aid.
Upaya ini menelorkan hasil dengan dibatalkannya 4 klaim dari 20 klaim RiceTec atas merek dagang Basmati dan beberapa atributnya pada tanggal 8 November 2000. Setahun kemudian, hampir semua klaim RiceTec digugurkan. Basmati pun kembali ke pemilik sahnya; para petani di India dan Pakistan.