Selama ini kita terbiasa menuliskan alamat dengan menyebutkan nama jalan, nomor rumah, RT/RW, kelurahan, kecamatan. Sangat rumit. Konon, sebuah kampung tidak dipecah berdasarkan RT/RW. Kini, warga yang sebelumnya terikat dalam satu kampung terpecah mnjadi RT dan RW. Apa dampak dar model admiistrasi kawasan semacam itu? Tampaknya tidak ada masalah. Tapi, seringkali, kita jumpai warga yang tidak lagi peduli dengan persoalan sampah yang menumpuk yang jaraknya hanya 50 meter dari rumah dengan alasan bahwa sampah itu adalah tanggung jawab RT ata RW sebelah. Ya, lingkungan yang terpecah-pecah semacam ini sangat potensial menciptakan rasa tidak peduli antarwarga. Tidak jarang pula terjadi konflik antarwilayah dengan batas RT/RW. Suatu persoalan, yang seharusnya dipecahkan bersama antarwarga di suatu kawasan kampung, seringkali tidak bisa berjalan, karena mereka terpecah-pecah berdasarkan RT/RW. Model administrasi RT/RW buakn hanya sebuah struktur yang dirancang agar negara bisa mengontrol warga sampai k tingkat yang paling privat, tetapi juga sangat potensial untuk memecah-mecahkan warga. Pada segelintir orang, kesadaran ini mulai muncul. Berbagai aktivitas untuk mengenali kampung sendiri telah dilakukan. Tema utama Kombinasi Edisi 22 mengangkat upaya-upaya warga untuk mengenali kampungnya sendiri, yang akhirnya menggiring warga untuk bersikap lebih peduli serta memahami dan menerima keragaman yang ada di wilayahnya. Elanto Wijoyono menuliskan aktivitas kelompok green map (peta hijau) untuk memfasilitasi warga kampung memetakan potensi wilayahnya. Yoseph Watopa menceritakan bagaimana warga Kampung Papasena yang berada di tepian Sungai Mamberamo, Papua mendefinisikan ruang kehidupanya. Zein Mufarrih Muktaf menuliskan program Yayasan Kampung Halaman untuk mengajak anak-anak muda mengenali persoalan kampungnya melalui media audio visual. Anak-anak muda diajar membuat film tentang kawasannya. Selain tema utama, edisi 22 juga memuat berbagai artikel menarik, seperti tulisan dari Kalinga Seneviratne mengenai sebuah radio komunitas di Sri Lanka yang menjadi media perdamaian antar kelompok etnis Sinhaese, Tamil, dan Muslim. Abdul Muthalib mengisahkan upaya kreatif dari warga Papasena di Papua dalam mengolah dan memroduksi dendeng buaya. Masih banyak lagi artikel menarik di edisi 22. Jangan berhenti untuk membaca Kombinasi. Selamat menikmati!
Tim Kerja KOMBINASI Edisi 22 Desember 2007
Pemimpin Redaksi: Ade Tanesia
Editor: Biduk Rokhmani
Tim penulis: Ambar Sari Dewi, Abdul Muthalib, Elanto WIjoyono, Kalinga Seneviratne, Tarlen Handayani, Yoshi Fajar Kresno Murti, Yoseph Watopa
Lay out: Roni Wibowo
Cover depan: Rikki Zulkarnaen
Cover belakang: Yudhi Sulistiyono
Ilustrator: Dani Yuniarto
Buletin KOMBINASI diterbitkan oleh COMBINE Resource Institution dengan dukungan Ford Foundation
Alamat Redaksi: Jl. Ngadisuryan No. 26 Kraton, Yogyakarta 55133 Indonesia
Telp./faks.: +62-274-418 929
e-mail: [email protected]
Redaksi menerima kiriman artikel, agenda kegiatan, dan foto.
Alamat Redaksi: Jl. Ngadisuryan No. 26 Kraton, Yogyakarta 55133 Indonesia
Telp./faks.: +62-274-418 929
e-mail: [email protected]
Redaksi menerima kiriman artikel, agenda kegiatan, dan foto.