TEMPO Interaktif, Makassar – Istilah Citizen Jurnalism (Jurnalisme Warga), Citizen Reporting, maupun Catatan Warga menjadi gunjingan Dewan Pers kala banyak pewartanya bersinggungan dengan hukum. Dewan Pers sulit memberi perlindungan hukum karena belum dikaterogikan lingkup jurnalistik, meski sebagian syaratnya dipenuhi.
“Siapapun yang ingin diakomodir oleh Dewan Pers berarti harus tunduk pada Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” kata Uni Z Lubis, anggota Dewan Pers, saat menjadi pemateri diskusi Jurnalisme Warga di Makassar Golden Hotel, siang tadi.
Dia mengatakan, Catatan Warga menjadi tren kala teknologi informasi dan komunikasi semakin canggih. Catatan Warga dapat berupa komentar, penyampaian informasi, artikel, opini, tips dan tutorial yang dituliskan warga dalam berbagai sarana seperti situs pertemanan, blogger maupun media massa yang mengakomodirnya.
Menurut dia, beragam komentar dan penyampaian informasi dituliskan warga, sebagian diantaranya memenuhi kaidah penulisan karya jurnalistik. Tapi tidak jarang laporan dari warga tersebut berbau fitnah, memicu konflik dan mengandung unsur SARA.
“Kalau tidak menyinggung orang lain, komunitas lain maupun lembaga lain, silahkan berkomentar sebebasnya,” ucap dia. “Kebebasan itu berbatasan dengan hak asasi orang lain.”
Dia menyinggung pula beberapa media online yang mengakomodir tulisan Catatan Warga, sebab media online tersebut telah menyatakan diri bagian dari jurnalistik. Ketika ada pewarta Catatan Warga bersentuhan hukum karena tulisannya di satu posting media online, hal tersebut menjadi pertanyaan, siapa yang harus memberi perlindungan hukum, sementara Dewan Pers sulit memberikan perlindungan.
Soal tersebut, Pepih Nugraha dari Kompasiana.com, dan Deni Budi Utoyo dari ICT Watch Indonesia dan Detik.blog mengatakan, pihaknya sudah melakukan antisipasi. Setiap tulisan warga yang masuk, melalui tahapan seleksi, jika tidak memenuhi etika, dihapus.
“Catatan yang masuk kita akan moderasi dan dikoreksi,” kata Pepih Nugraha.
Mereka juga berharap pewarta Catatan Warga mengedepankan etika atau paling tidak membuat kesepakatan tersendiri agar terhindar dari jeratan hukum. Sebab ada warga yang hanya berniat menyampaikan keluh kesahnya melalui blog pribadinya, kemudian dituntut karena dianggap melakukan pencemaran nama baik.
Secara umum, Uni, Pepih dan Deni tetap merespon positif Catatan Warga. Mereka menilai Catatan Warga semakin berkembang dipicu kegelisahan warga akan keberadaan media konvensional yang tidak sanggup mengakomodir secara keseluruhan persoalan di masyarakat. Hanya saja mereka tetap harus memperhatikan etika meski dimuat di akun pribadinya.
“Citizen Jurnalism ataupun Catatan Warga bukan hadir untuk menyaingi media konvensional, tapi ini akan saling bersandingan,” kata Sukriansyah, Direktur Harian Fajar, yang bertindak sebagai moderator diskusi yang dihadiri sekitar 25 jurnalis dan komunitas Catatan Warga. Kegiatan ini diadakan oleh Dewan Pers untuk mensosialisasikan dan mendapatkan masukan akan keberadaan Catatan Warga.
RUSMAN PARAQBUEQ
Sumber:
http://www.tempointeraktif.com/hg/makassar/2010/05/20/brk,20100520-249255,id.html