Oleh : Apriliana Susanti
Siapa sangka, desa terpencil di pegunungan karst yang jauh dari pusat Kota Yogyakarta ini telah mendunia di jagat maya. Terhubung dengan jaringan internet, desa ini mengelola Sistem Informasi Desa (SID) untuk memperkenalkan potensi desanya ke seluruh dunia.
“Tinggal ketik nama DLINGO, maka portal desa kami akan ada di barisan pertama mesin pencari Google,†klaim Bahrun Wardoyo, Kepala Desa Dlingo di Balai Desa Dlingo dalam kunjungan belajar desa-desa dari Sumatera Utara Juni silam.
Benar ternyata! Portal yang beralamat di dlingo-bantul.desa.id memang berada di urutan pertama di mesin pencarian Google tentang Dlingo! Tidak tanggung-tanggung, jumlah pengunjung laman desa ini mencapai 1.000 pengunjung per hari! Angka yang cukup fantastis untuk sebuah laman desa yang baru diluncurkan Oktober 2014 lalu.
Dikelola pamong desa dan Karang Taruna setempat, SID Desa Dlingo tak hanya dimanfaatkan untuk pelayanan data kependudukan saja, namun juga untuk mengenalkan potensi desa. Berita-berita terbaru tentang peristiwa, produk unggulan desa, agenda desa, tempat wisata dan potensi lainnya menghiasi kanal berita SID desa ini setiap hari.
“Kami akui, isi dari kanal berita masih terlalu singkat dan belum mendalam. Tapi kami memang masih belajar,†kata Joko selaku Kepala Urusan (Kaur) Umum yang menjadi salah satu tim pengelola SID.
Untuk meluaskan jaringannya, SID Desa Dlingo terhubung dengan media sosial Facebook. Tiga akun Facebook yang terhubung dalam SID desa ini yakni “Balai Desa Dlingoâ€, “Perpustakaanâ€, dan “Air Terjun Lepo†menjadi sarana publikasi yang efektif untuk mengenalkan potensi Desa Dlingo pada dunia.
Desa Melek IT
Sejatinya, baik warga Dlingo maupun perangkat desanya bukan berasal dari kalangan melek IT (Informasi dan Teknologi). Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang masih awam soal internet. Motivasi yang tinggi untuk mengembangkan potensi desanyalah yang membuat mereka gigih untuk belajar mengelola dan memanfaatkan SID.
Demi mewujudkan desanya melek teknologi, berbagai gebrakan pun dilakukan. Mulai dari pengadaan laptop dan netbook untuk para perangkat desa hingga wiifi gratis di balai desa yang bisa diakses seluruh warga dilakukan untuk semakin mendekatkan teknologi ke masyarakat.
“Mengenai pemanfaatan IT, kami mendukung. Maka itu, perangkat desa kami belikan laptop. Ini dalam rangka gebrakan teknologi. Sejak 2013, kami sudah memasang akses internet nirkabel (Wi-Fi) mandiri, dipasang sendiri dan bayar sendiri, per bulan Rp. 500 ribu. Wi-Fi ini digratiskan pada masyarakat,†urai Bahrun Wardoyo.
Keberadaan internet gratis membuat balai desa Dlingo kini menjadi semarak dengan aktivitas warganya. Kompleks balai desa bukan lagi menjadi tempat yang hanya ramai saat ada pertemuan tingkat desa saja, namun kini telah menjadi rumah kedua bagi warganya. Beragam fasilitas tersedia di balai desa ini. Selain akses internet gratis, ada studio radio komunitas desa, gamelan, perpustakaan, kedai fotocopy, bahkan angkringan (warung tenda sederhana, biasanya ada gerobaknya-red)Â pun ada di sana.
Kehadiran radio komunitas Sandigita FM semakin menyemarakkan Balai Desa Dlingo saban harinya. Mengudara di frekuensi 107.7 MHz, cakupan pancaran radio komunitas ini dapat menjangkau seluruh Desa Dlingo. Tak hanya memperdengarkan musik-musik yang disukai warga saja, Sandigita FM juga turut menyebarluaskan program desa yang telah terpublikasi dalam portal desa secara lebih cepat.
Sandigita IT, Pemuda Pengawal Desa Digital
Menjadi desa digital pertama di Kabupaten Bantul tak membuat Desa Dlingo lalai untuk mengantisipasi efek negatif internet bagi warganya. Tergabung dalam Sandigita IT (Sasana Anak Muda Dlingo Giriloji Cinta Informasi Teknologi), Karang Taruna Desa Dlingo menjadi pengawal bagi para pengguna internet di desanya yang mayoritas anak-anak muda. Kelompok dari beragam berlatar belakang seperti mahasiswa, guru, dan pedagang ini pun berkembang menjadi media silaturahmi dan berkreasi bagi para pemuda dan pemudi di Desa Dlingo.
Mengusung misi “Menempatkan organisasi untuk mampu menempatkan diri di era modernisasiâ€, Sandigita IT tak hanya bergerak dalam bidang teknologi informasi saja, namun juga di bidang sosial budaya. Aktivitas kelompok yang digawangi 20 pemuda pemudi Desa Dlingo ini meliputi pengelolaan radio komunitas desa Sandigita fm, membuat fasilitas outbond dan wisata air terjun Lepo, diklat, bakti sosial, penghijauan pameran dan festival budaya tahunan untuk mengeksplorasi potensi desanya.
“Kami tak hanya menggerakkan IT, tapi juga sosial budaya. Banyak masyarakat menggunakan internet, tapi tidak tahu dampak positif atau negatifnya. Anak-anak bermain game, lalu lupa belajar. Sandigita bertujuan mengingatkan warga agar lebih positif dalam menggunakan internet,†jelas Dwi Candra, Ketua Sandigita FM pada Juni 2015 lalu.
Selain menggandeng Karang Taruna, Desa Dlingo juga menggandeng mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) untuk membantu entri data kependudukan SID. Mereka bahkan telah meneken kontrak MoU selama 4 tahun dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) untuk KKN Tematik terkait dengan entri data SID.
Pernah diberi label desa tertinggal nyatanya tak mematahkan semangat Desa Dlingo untuk menjadi desa digital. Dengan kemajuan yang mereka raih saat ini, masyarakat di sana patut merasa bangga.
“Ada istilah kalau pejabat pemkab Bantul tidak bagus akan di Dlingo-kan (dikucilkan) karena dulu Dlingo terkenal sebagai desa tertinggal dan asing. Sekarang kami cukup bangga dengan kemajuan kami,†kata Bahrun Wardoyo.
Grojogan Lepo, Ubah Gemericik Menjadi Gemerincing
Salah satu potensi yang kini dibanggakan adalah Grojogan Lepo. Dulunya, Lepo hanyalah grojogan atau air terjun tak bernama, tak dikenal banyak orang, dan tersembunyi di balik bukit di Desa Dlingo. Gemericik airnya, terlebih saat musim kemarau hanya terdengar oleh orang-orang tertentu yang menyambanginya. Jika bukan anak-anak yang mandi sambil bermain air, paling hanya orang-orang dewasa saja yang ngarit alias mencari pakan untuk sapi atau kambing mereka.
“Lepo singkatan dari “Ledhok Pokohâ€, karena letaknya memang di ledhokan (cekungan tanah-red) di Dusun Pokoh, Desa Dlingo,†ujar Bahrun ihwal penamaan Lepo.
Setelah dibuka untuk tempat wisata pada 2014 lalu, Lepo kini tak ubahnya seperti gadis cantik yang membuat para wisatawan meliriknya. Ya, siapa sangka Cekungan nan sepi itu kini telah bermetamorfosis menjadi primadona Desa Dlingo? Setiap hari wisata air terjun dengan kolam kecil di bawahnya yang aman untuk berenang anak-anak itu dikunjungi ratusan wisatawan.
Yang menarik di sini adalah pengunjung tidak dikenakan tarif tiket seperti tempat wisata lain pada umumnya. Sumbangan berlaku seikhlasnya. Warga bersepakat meletakkan kotak sumbangan pembangunan di depan pintu masuk. Sumbangan tersebut nantinya digunakan untuk mengembangkan sarana dan prasarana pendukung di sekitar lokasi wisata seperti toilet, perbaikan jalan, dan sebagainya.
Publikasi dan promosi Lepo yang gencar baik melalui portal desa, Rakom Sandigita FM, media-media massa, maupun dari mulut ke mulut tak ayal membuat wisata alam ini semakin ramai dikunjungi masyarakat. Hal tersebut tentu saja menggeliatkan warga untuk meningkatkan perekonomiannya. Mereka pun menangkap peluang itu dengan menjual makanan tradisional, minuman, dan suvenir khas untuk para wisatawan.
Grojogan Lepo yang dulu jarang dilirik itu kini telah bermetamorfosis menjadi aset andalan desa Dlingo. Gemericik airnya yang menarik banyak kunjungan wisatawan itu pun mampu membuat gemerincing perekonomian warga semakin nyaring.
One thought on “Dlingo Berdaya dengan Sistem Informasi Desa”