Baru-baru ini, seorang jurnalis asal Amerika Serikat yang bertugas di China menuliskan refleksinya tentang dampak berita di laman www.theguardian.com. Sebagai jurnalis dengan wilayah liputan internasional, ia merasa tidak lagi merasakan dampak langsung dari hasil liputannya. Dampak liputan itu justru ia temukan dulu, saat ia yang masih berstatus mahasiswa magang di sebuah koran lokal berskala kecil di negaranya. Liputan mengenai tingkah sejumlah anggota Dewan Kota yang kerap mangkir saat rapat, misalnya, membikin mereka malu sehingga kembali aktif menghadiri rapat untuk membahas berbagai peraturan.
Berangkat dari refleksi itu, ia lalu melihat perkembangan teknologi informasi saat ini yang telah menghantam media lokal. Kini berita yang lebih banyak beredar adalah berita nasional maupun internasional. Di media sosial seperti facebook, orang semakin jarang berbagi berita mengenai hal-hal di sekitar tempat tinggalnya. Itulah mengapa semakin sedikit berita yang menghasilkan dampak langsung bagi warga.
Di Indonesia hari-hari ini, apa yang direfleksikan jurnalis tersebut juga sedang terjadi. Orang kini lebih sering membagikan berita tentang pemilihan kepala daerah di Jakarta ketimbang informasi lokal yang penting bagi warga di daerahnya. Tak peduli sumber informasinya dari mana, orang terbawa arus untuk membagikan informasi yang ia sukai tanpa merasa perlu mengecek kebenarannya.
Di situlah hoaks menemukan salurannya. Sahabat, kolega, anggota keluarga, bahkan diri kita sendiri mungkin telah tanpa sadar menyebarkan informasi yang sumbernya tidak jelas itu. Kita semua berpotensi menjadi penyebar hoaks. Melihat hal itu, kita semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk menghentikannya. Melaporkan dan membagikan sebanyak mungkin berita lokal menjadi penting supaya kita kembali fokus pada berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar kita dan memengaruhi hidup kita secara langsung. Tetapi, bagaimana caranya?
Pada konteks inilah, media komunitas bisa menjadi salah satu jawabannya. Media komunitas bisa menjadi sarana untuk berbagi berita lokal bahkan hiperlokal berdasarkan peristiwa maupun fenomena di lingkungan kecamatan, desa, hingga rukun tetangga. Dengan membagikan informasi lokal itu, warga bisa diajak untuk kembali fokus pada persoalan lokal sehingga bisa bersama-sama mencari solusinya.
Tak hanya melaporkan berita lokal sesuai prinsip jurnalistik, dalam menghadapi hoaks yang menyebar kian massif, para penggiat media komunitas juga bisa berperan sebagai agen literasi yang aktif mengajak warga untuk mengenali kemudian menghentikan penyebaran hoaks. Peran semacam ini muncul secara alami karena media komunitas melekat pada komunitasnya. Peran ganda inilah yang membuat media komunitas menjadi khas.
Simak cerita tentang upaya sejumlah penggiat media komunitas dalam menjalankan peran ganda tersebut di link berikut ini :