Gerakan Literasi dari Warga, untuk Warga

Oleh: Apriliana Susanti, Ibnu Hajjar Al Asqolani (CRI)

Literasi lebih dari sekadar membaca buku. Ia juga berarti kemampuan untuk mengolah informasi dan pengetahuan. Kemampuan semacam ini perlu dimiliki warga dalam menjalani hidupnya sehari-hari. Namun, kemampuan itu tidak bisa diperoleh secara instan. Butuh upaya, komitmen dan dorongan kuat untuk melakukannya. Dua komunitas berikut telah bergerak mengajak warga selangkah lebih dekat untuk mengenal literasi.

OHOL yang dibuat dari ban bekas di salah satu rumah warga di Dusun Kepek. Selain ban bekas, rak OHOL juga dibuat dari papan bekas, bambu, bahkan tali rafia.

OHOL yang dibuat dari ban bekas di salah satu rumah warga di Dusun Kepek. Selain ban bekas, rak OHOL juga dibuat dari papan bekas, bambu, bahkan tali rafia

OHOL, semangat literasi dari teras rumah
Rak-rak sederhana berukuran satu kali satu meter yang dibuat dari papan kayu, bambu, ban bekas, bahkan ember bekas menempel rapi di setiap tembok teras rumah warga. Di dalam setiap rak itu, berjajar lima hingga lima belas buku bacaan. Rak buku sederhana itu menjadi pemandangan umum di Dusun Kepek dan Dusun Tileng, Desa Kepek, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.

“Selamat datang di Kampung Literasi,” ucap Andriyanto, pemuda desa setempat saat menyambut tim redaksi Kombinasi, pada Sabtu (12/8). “Itu,” kata Andriyanto sambil menunjukkan rak-rak buku sederhana, “adalah OHOL, One Home One Library, satu rumah satu perpustakaan.”

Diresmikan pada 27 Desember 2016, OHOL menjadi kegiatan kolaborasi unggulan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kuncup Mekar dengan warga Desa Kepek. Kolaborasi itu tampak dari kerelaan warga untuk membuat sendiri rak-rak buku sederhana di teras rumah mereka. Andriyanto dan 11 pemuda desa yang menjadi relawan TBM Kuncup Mekar rutin mendistribusikan buku-buku bacaan untuk OHOL setiap dua minggu sekali.

Setiap petang, anak-anak SD mengikuti bimbingan belajar gratis di basecamp TBM Kuncup Mekar. FOTO-DOK Kuncup Mekar

Setiap petang, anak-anak SD mengikuti bimbingan belajar gratis di basecamp TBM Kuncup Mekar. FOTO-DOK Kuncup Mekar

Adanya OHOL perlahan mulai menumbuhkan minat warga, baik orang tua, remaja maupun anak-anak untuk mengenal literasi melalui buku. OHOL menjadi semacam oase mini bagi warga untuk memperoleh pengetahuan yang tidak mereka dapatkan dari menonton televisi. Seperti diungkapkan Suyono, warga Dusun Kepek, yang semula hanya melihat saja rak buku yang dipajang di teras rumahnya saat awal program OHOL dicanangkan. “Lama-lama, saya penasaran untuk membuka dan membaca buku-buku tersebut. Ternyata informasinya lebih lengkap dibandingkan kalau saya nonton di TV,” akunya, Minggu (13/8).

Digagas sejak 2012, OHOL mengusung misi mendekatkan literasi kepada masyarakat desa. Ketua TBM Kuncup Mekar Andriyanto menegaskan, literasi tidak sekadar membaca. “Literasi adalah perjalanan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.

Itulah kenapa, dalam upaya mendekatkan literasi kepada warga, TBM Kuncup Mekar juga mengelola kegiatan lain yang dekat dengan warga. Sebut saja bimbingan belajar gratis untuk siswa-siswi SD dan mengenalkan pengetahuan seputar pertanian melalui kegiatan Pemuda Tani. Selain itu, mereka juga mengelola Perpustakaan Alam, yakni sebuah upaya mengenalkan literasi melalui pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang jalan dusun-dusun. Caranya, mereka menempelkan kertas berlaminasi yang memuat informasi seputar pohon tersebut.

“Kegiatan-kegiatan itu adalah cara agar masyarakat mau membaca. Kalau hanya disuguhi buku-buku tebal, masyarakat mana mau membaca,” kata Andriyanto yang rumahnya dijadikan basecamp TBM ini.

 

Rumah Baca Sangkrah
Sekitar 90 kilometer dari TBM Kuncup Mekar, tepatnya di Kampung Dadapsari di pusat Kota Surakarta, Jawa Tengah, gerakan literasi tumbuh dari sebuah pos ronda berukuran 1,5 x 2,5 meter. Penggeraknya adalah Danny Setiawan. Bersama beberapa pemuda lainnya, ia mengubah pos ronda yang telah lama tidak dipakai itu menjadi TBM yang dikenal dengan Rumah Baca Sangkrah.

Rumah Baca Sangkrah-Usaha kerajinan bebek kayu ini adalah salah satu usaha bersama yang dilakukan oleh para penggiat Rumah Baca Sangkrah

Rumah Baca Sangkrah-Usaha kerajinan bebek kayu ini adalah salah satu usaha bersama yang dilakukan oleh para penggiat Rumah Baca Sangkrah

Mengenalkan literasi di tengah perkampungan kaum marjinal perkotaan tentu bukan hal yang mudah. Dalam catatan para penggiatnya di laman rumahbacasangkrah.com, pita merah dari polisi yang disematkan di Kampung Dadapsari menjadi penanda kampung ini memiliki catatan kriminal yang tinggi. Penjambretan, penggunaan atau peredaran narkoba, minuman keras, dan aksi premanisme hanyalah segelintir dari catatan kriminal yang dekat dengan kehidupan warga di sana.

Beberapa pelatihan keterampilan rutin mereka gelar untuk warga setempat, utamanya para pemuda kampung. “Literasi itu kan proses belajar, membaca. Nah, sumbernya tidak cuma dari buku. Literasi itu juga bisa dilakukan dari lingkungan dan kondisi sekitar,” kata Danny.

Ia menambahkan, tujuan literasi adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi komunitasnya.“Sebab kalau urusannya hanya sama buku, euforianya paling cuma dua atau tiga bulan. Setelah itu mesti sepi,” lanjutnya.

Pengelolaan
Keterbatasan dana tidak menghalangi para penggiat Rumah Baca Sangkrah dan TBM Kuncup Mekar untuk terus menggerakkan literasi di masyarakat. Beragam cara pun dilakukan untuk menutup biaya operasional. Mengandalkan jejaring pertemanan misalnya. Cara ini kerap dilakukan Danny dan para penggiat Rumah Baca Sangkrah saat membutuhkan relawan untuk menjadi narasumber dalam pelatihan yang mereka adakan.

“Caranya ya menghubungi teman. Satu persatu teman saya kontak lewat Facebook, ada yang membantu pembuatan perpustakaan kampung, ada teman yang pakar marketing kita minta ngisi, ya seperti itu. Dari awal saya kasih tahu, kami tidak punya uang buat bayar, jadi ini kerja sosial. Nyatanya mereka bersedia mengisi pelatihan tanpa dibayar,” jelas Danny.

TBM Kuncup Mekar memiliki sejumlah unit usaha yang dijalankan para pengurusnya dengan sistem bagi hasil. Modal usaha tersebut berasal dari hadiah uang tunai yang mereka dapatkan saat mengikuti sejumlah lomba mewakili TBM Kuncup Mekar. “Kami tawarkan siapa yang mau usaha dengan ketentuan 50 persen untuk mereka dan sisanya untuk kas TBM,” jelas Andriyanto.

Media komunitas
Berbeda dengan para penggiat Rumah Baca Sangkrah yang telah mengelola penyebaran informasi melalui laman online, penyebaran informasi TBM Kuncup Mekar masih dilakukan dengan cara sederhana. Mereka mengandalkan getok tular (dari mulut ke mulut) di antara warga desa. Selain itu, TBM ini juga aktif mengabarkan kegiatan-kegiatan mereka di media sosial seperti Instagram dan Facebook. Mereka menyadari, kebutuhan akan sebuah media informasi sederhana yang hadir di tengah warga desa menjadi sesuatu yang harus segera diwujudkan.

“Rencananya, kami akan membuat majalah Wakuncar alias Warta Kuncup Mekar sebagai media penghubung kami dengan warga. Saat ini baru covernya saja yang sudah kami konsep. Untuk kontennya, masih dalam proses,” kata Sudiyanto, sekretaris TBM Kuncup Mekar, Sabtu, (12/8).

Biaya cetak menjadi alasan utama kenapa media komunitas TBM ini belum bisa direalisasikan. Sudiyanto mengungkapkan, biaya cetak Wakuncar harus mereka upayakan secara mandiri. Itu sama halnya dengan biaya-biaya operasional TBM lainnya seperti listrik, wifi bulanan, biaya rapat pengurus dan operasional lainnya.

Mendekatkan literasi ke masyarakat memang tidak semudah membalik telapak tangan. Keterbatasan yang seringkali mereka alami bukannya menjadi hambatan, namun justru menjadi tantangan untuk semakin kreatif mengolah sumber daya yang ada. Baik para penggiat TBM Kuncup Mekar maupun di Rumah Baca Sangkrah menemukan beberapa cara yang kontekstual agar literasi bisa diterima oleh masyarakat. Bersama masyarakat, mereka pun terus berproses agar pengetahuan yang didapatkan bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud