Oleh Lukman Asya
Di milenium ke-3 ini, yang disebut-sebut sebagai era informasi, tuntutan rakyat untuk menerima dan mengolah informasi dalam rangka memberdayakan masyarakat, mengemuka. Termasuk tuntutan agar radio komunitas juga diakomodir.
Tuntutan ini menjadi penting di tengah krisis kepercayaan sekarang ini. Karena, mengutip UNESCO, Radio Komunitas bisa dijadikan media untuk bersuara bagi mereka yang tidak pernah didengar suaranya, yang bertindak sebagai corong bagi mereka yang terpinggirkan. Dan Radio Komunitas juga bisa menjadi katalisator bagi upaya pembangunan, di pedesaan dan perkotaan.
Apalagi perkembangan Radio Komunitas juga terbilang pesat. Di Jawa Barat saja, dari pendataan Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat, sudah tercatat lebih dari 18 radio komunitas. Itu yang terdata, jika pendataan dilebarkan ke daerah lain, jumlahnya bisa jadi ikut membengkak.
Kini para pengelola Radio komunitas sedang berjuang agar Radio komunitas bisa terakomodir dalam undang-undang penyiaran. Dan ada beberapa beberapa poin penting yang sempat mengemuka dalam Lokakarya Nasional “Strategi Advokasi Lembaga Penyiaran Komunitas” tanggal 12-15 Mei silam.
Pertanna, perlunya mempertahankan pasal 18 dalam RUU Penyiaran inisiatif DPR, yang antara lain berbunyi: “Lembaga penyiaran komunitas adalah iembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, bersifat tidak komersial, denganjanskauan wilayah terbatas untuk kepentingan komunitas tertentu.” Kedua, perlunya etika radio komunitas agar keberadaannya tidak malah menimbulkan pertentangan dan konflik baru. Dan JRK Jabar pada workshop kedua 26 dan 28 April lalu tetah merumuskan karakteristik dan etika Radio komunitas Manajemen pengelolaan yang lebih bait juga menjadi catatan penting. Ketiga, persoalan frekuensi. Karens negara telah dimandatkan oleh ITU (International Telecommunication Union untuk mengatur dan mengalokasikar frekuensi untuk kepentingan publik secara adil dan transparan, sah rasanya kalau Radio komunitas mendapat jatar frekuensi.
Dan salah satu cara kita berjuang adalah dengan merapatkan barisan, bergabung dan berjuang bersama. Untuk itu pulalah Jaringan Radio Komunitas Indonesia dideklarasikan. Tuntutannya jelas (1) diakuinya radio komunitas dalam UU Penyiaran; (2) tersedianya alokasi frekuensi bagi siaran Rakom; (3) adanya lembaga regulasi independen yang mengakomodir kepentingan Radio komunitas. Di akhir tulisan ini saya mengutip satu larik puisi penyair Chairil Anwar yang mengandung etos perjuangan: kerja belum selesai belum apa-apa. Maka, masih banyak agenda kita yang perlu segera direalisasikan; menyusun strategi dan tetap memiliki komitmen memberdayakan masyarakat ke arah yang positif dengan mengukuhkan hak hidup Rakom sebagai media alternatif yang cerdas dan terorganisir.
*Penulis adalah peyiar radio Komunitas Ranca AM, Sukabumi