Oleh Rohman Yuliawan
Awal bulan Maret yang lalu, aparat kepolisian di Jakarta dikabarkan berhasil meringkus kelompotan pemalsu komputer yang disinyalir telah memasarkan ribuan komputer bekas hasil rekondisi. Oleh kalangan teknologi informasi (TI), keberhasilan polisi ini dianggap sebagai sebuah ironi karena mereka berpandangan praktek rekondisi komputer bukanlah aksi kriminal, melainkan upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan komputer murah.
Kalangan TI berargumen ketersediaan komputer dengan harga terjangkau akan membantu upaya pemerintah untuk mengikis kesenjangan digital di tengah masyarakat, sebagaimana target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG–Millenium Development Goals) yang mengamanatkan separuh dari jumlah populasi di Indonesia harus melek teknologi komputer pada tahun 2015. Ini berarti minimal 100 juta penduduk Indonesia harus mengenal komputer dalam dalam 8 tahun mendatang.
Pada kenyataannya, saat ini kurang dari 10% atau 21 juta penduduk negara kita yang telah mengenal komputer, tertinggal jauh dibanding negara-negara lain di Asia. Coba tengok kondisi beberapa negara tetangga terdekat kita, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Di ketiga negara ini, tingkat kepemilikan komputer rata-rata mencapai 30% dari jumlah penduduk. Yang lebih mengagumkan adalah India, meski tingkat kepemilikan komputer hanya 12 unit per 1000 penduduk (atau hanya 0,12%) namun lapangan kerja dalam bidang TI telah mampu menyedot lebih dari 500.000 pekerja profesional. Angka ini melampaui jumlah pekerja di pusat industri TI Silicon Valley di Amerika Serikat.
Dari kasus India di atas dapat disimpulkan tingkat kesenjangan digital bukan melulu dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya tingkat kepemilikan komputer, namun juga tingkat penguasaan dan pemanfaatan aneka jenis piranti lunak (software). Dalam hal ini, negara kita masih serba salah. Pertengahan tahun 2004 lalu Business Software Alliance (BSA), aliansi perusahaan-perusahaan piranti lunak komersial sedunia, mengeluarkan sinyalemen bahwa 87% sistem operasi dan aplikasi yang terpasang di semua komputer di Indonesia adalah produk ilegal alias bajakan.
Fakta di atas memunculkan dilema bagi dunia TI Indonesia. Tetap mempergunakan piranti lunak ilegal sama artinya melanggar Undang-undang Hak Cipta No 19/2002 dan terancam sanksi internasional, namun untuk sepenuhnya mempergunakan piranti lunak legal kemampuan ekonomi sebagian besar pemilik komputer di Indonesia masih belum memadai. Di sisi lain, tawaran alternatif untuk menggunakan piranti lunak open source (sumber bebassebagian besar dapat diperoleh dengan gratis) masih kurang populer bagi sebagian besar pengguna komputer. Menyikapi hal ini, tentu dibutuhkan solusi cerdas sehingga target 50% penduduk Indonesia melek komputer pada tahun 2015 tidak berakhir menjadi mimpi muluk.
Belajar TI Gratis
Sebuah sodoran solutif diajukan melalui www.ilmukomputer.com, sebuah situs internet yang menyediakan ratusan materi aneka pengetahuan mengenai komputer. Situs yang hadir sejak tahun 2003 ini dipelopori oleh Romi Satria Wahono, seorang staf Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Menariknya, materi-materi ini bisa didapatkan secara gratis, sebuah tawaran langka ditengah maraknya praktek komersialisasi ilmu pengetahuan di negara kita.
Penyuka aplikasi perkantoran tentu akan terbantu oleh uraian mengenai Microsoft Office (terdiri atas aplikasi MS Word, Excel, Access, Powerpoint dan Frontpage) dan Open Office. Bagi yang ingin belajar mengenai sistem operasi, tersedia panduan mengenai sistem operasi Windows dan Linux. Tersedia juga tutorial aplikasi untuk membuat database, desain grafis, teknik mengelola jaringan, merakit komputer, pemrograman hingga sejumlah artikel mengenai sejarah komputer, tokoh-tokoh komputer, netiket (etiket di dunia internet) dan beberapa makalah hasil penelitian. Layanan-layanan itu cukup mudah dimanfaatkan, terlebih semua materi disajikan dalam Bahasa Indonesia.
Sumberdaya tersebut tidak dikembangkan seorang diri oleh Romi, tetapi juga melibatkan ratusan kontributor sukarela dari berbagai kota di Indonesia dan luar negeri. Melalui internet, para kontributor mengirimkan tutorial/materi kuliah, terjemahan, ulasan, atau bermacam-ragam tips praktis yang kemudian disajikan ke dalam kategori-kategori materi kuliah pengantar, umum atau berseri. Bentuk kontribusi tidak hanya sebatas menyumbangkan materi tertulis, namun juga konsultasi online dengan Yahoo Messenger hingga menjadi panitia seminar.
Meskipun sebagian materi kuliah bisa dibaca atau didengar langsung pada websitenya, namun hampir seluruh materi kuliah harus didownload terlebih dahulu. Dokumen disajikan dalam bentuk dokumen elektronis pdf yang bisa dibaca dengan aplikasi gratis Adobe Acrobat Reader yang juga disediakan di situs ini. Jika sambungan internet atau waktu Anda terbatas untuk melakukan download, jangan kuatir karena pengelola situs ini juga menyediakan layanan pengiriman materi-materi yang telah disimpan dalam cakram data (CD) ke alamat Anda. Sebagai alternatif, anda juga bisa mengambil sendiri kiriman CD ke distributor-distributor yang tersebar di 18 kota di Indonesia dan beberapa kota di Arab Saudi, Korea serta Qatar. Seperti halnya layanan lainnya, pengiriman CD ini juga tidak dikenakan biaya sepeserpun.
Dengan semboyan “Kuliah Ilmu Komputer Gratis”, situs ini seolah mendesakkan kesadaran bahwa ilmu pengetahuan selayaknya diperoleh secara cuma-cuma dan tidak harus diburu melalui bangku pendidikan formal.
Situs Terbaik, Materi Lama
Dibalik perwajahan situs yang tetap sederhana, pada bulan Januari 2006 pengelola berupaya membuat terobosan dengan memperkenalkan layanan kuliah radio online (siaran radio digital yang didistribusikan melalui koneksi internet). Dalam program yang disiarkan setiap hari mulai pukul 17.00-20.00, pengunjung situs bisa mengikuti dua kuliah seperti lazimnya mendengarkan radio. Sayangnya, terobosan serupa itu tidak dilakukan pada materi tertulis. Sebagian besar materi yang tersedia dikembangkan pada tahun 2003, dan yang paling baru ditulis bulan Oktober 2005. Padahal perkembangan teknologi komputer terjadi dalam hitungan bulan, sehingga informasi dalam materi-materi kuliah di situs ini sudah terhitung ketinggalan jaman.
Perkembangan jenis layanan memunculkan konsekuensi meningkatnya biaya operasional yang harus ditanggung pengelola. Selama ini pengelola ilmukomputer.com masih bisa menyandarkan diri pada hasil donasi dan sponsorship dalam bentuk pemasangan iklan. Sesekali kebutuhan ini dicukupi dengan melakukan aksi heroik “mengamen” dihadapan para peserta yang mengikuti seminar-seminar yang mereka selenggarakan secara gratis.
Kegigihan para pengelola ilmukomputer.com mengupayakan terkikisnya kesenjangan digital rupanya tidak luput dari perhatian dan penghargaan sejumlah pihak termasuk dari kalangan pemerhati TI internasional. Karena dedikasi dan manfaatnya, pada tahun 2003 situs ini dianugerahi Diamond Web Award dan Golden Web Award. Setahun kemudian penghargaan dari WSIS Award 21 Continental Best Practice Example kategori e-Learning diraihnya. Beberapa penghargaan dari lembaga-lembaga di dalam negeri juga diperolehnya.
Tentu saja rendahnya tingkat melek komputer di Indonesia tidak serta merta terpapas habis dengan hadirnya situs ilmukomputer.com. Namun tidak dapat disangkal kehadirannya telah menjadi elemen penting dalam proses pembelajaran digital di tengah masih minimnya dukungan infrastruktur dan kebijakan pemerintah pada dunia teknologi informasi (TI).
Sumber :
http://www.ilmukomputer.com
http://www.digital-review.org