JAKARTA, KOMPAS — Jurnalisme warga sebagai salah satu perwujudan demokrasi kerakyatan merupakan salah satu solusi efektif dalam menjembatani media massa dengan isu-isu yang tidak masuk ke dalam cakupan. Selain itu, jurnalisme warga juga memberdayakan masyarakat untuk melaporkan kejadian yang mereka alami dengan tetap menggunakan kaidah jurnalistik.
“Orang-orang dari kelompok yang tidak tercakup ini bisa diberi pelatihan jurnalistik untuk melakukan jurnalisme warga,” kata Harry Surjadi, wartawan dan salah satu penulis buku Media dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan dan Budaya Damai dalam acara diskusi panel bertema “Menuju Liputan Lebih Baik, Kesetaraan Jender, dan Keamanan pada Era Digital” yang diselenggarakan Dewan Pers, di Jakarta, Senin (18/5).
Harry menegaskan bahwa jurnalisme warga hanya bisa dilakukan jika warga tersebut benar-benar dilatih prinsip dasar jurnalistik, seperti memberi tahu peristiwa yang mereka alami dan deskripsi singkat kejadian. Laporan tidak boleh bersifat opini ataupun dugaan. Laporan kemudian dilanjutkan oleh para redaktur media kepada para pemangku kebijakan yang bersangkutan atau sebagai berita.
Keunggulan metode jurnalisme warga ialah memberi ruang pengaduan bagi masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki kanal. Di samping itu, juga bisa menjadi basis data bagi media untuk mengetahui hal-hal di luar wilayah cakupan mereka.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Freddy Tulung mengatakan, konten yang bermutu harus selalu ada dalam setiap pemberitaan media, jangan sekadar mementingkan kecepatan terbit. “Percuma ada kebebasan pers jika isi berita tidak mendidik, menyatukan, dan menginspirasi bangsa,” ujarnya. (DNE)
Sumber : Harian Kompas edisi 19 Mei 2015, halaman 12