Sektor ekonomi kreatif berbasis desa masih menjadi gagasan pinggiran. Selama ini pemerintah lebih memperhatikan industri besar sedangkan industri kreatif yang berbasis desa diabaikan. Mereka lupa, basis perekonomian nasional banyak ditopang ekonomi kecil yang berbasis desa.
Desa-desa di indonesia memiliki kreativitas tinggi, sehingga gagasan desa kreatif dapat dikembangkan. Desa bisa meningkatkan nilai tambah (add value) sumber daya alam yang mereka miliki secara kreatif untuk menambah pendapatan masyarakat desa, bahkan dalam dalam jangka panjang akan mengurangi urbanisasi.
Apa itu ekonomi kreatif? Ekonomi kreatif berkembang sebagai hasil dari kegiatan mengolah kreasi akal budi menjadi produk bernilai tambah ekonomi tinggi. Pelaku utamanya adalah manusia-manusia kreatif yang mampu mengubah ide menjadi produk bernilai ekonomi tinggi. Jadi, bertahan atau tumbuhnya ekonomi kreatif tak lepas dari kreativitas dan inovasi yang mampu diciptakannya.
Istilah ekonomi kreatif muncul pada 2005an. Primiana (2012) mengatakan pada 2006 pertumbuhannya mencapai 7,3 prosen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,6%. Sektor ini mampu menyerap sekitar 3,7 juta tenaga kerja atau setara 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru. Pada 2011, perkembangan ekonomi kreatif mencapai 7,6 prosen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,4 prosen. Ada 15 sektor yang bisa mendorong laju ekonomi kreatif di Indonesia, yaitu periklanan, arsitektur, seni rupa, kerajinan, desain, fasyen, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, penelitian dan pengembangan (litbang), software komputer, alat permainan, radio/televisi, dan video game.
Laju ekonomi kreatif ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam mengelola pengetahuannya. Futurolog Tofler berpendapat bahwa ekonomi kreatif hanya menunjukkan era pengetahuan mulai tumbuh. Tofler sendiri percaya bahwa era pengetahuan merupakan kelanjutan dari tiga era sebelumnya, yakni era pertanian, era industrialisasi, dan era informasi. Di sejumlah negara, ekonomi kreatif justru mendorong sektor pertanian dan sektor industri untuk terus tumbuh dan berinovasi.
Dalam bukunya, The Rise of The Class Creative, Richard Florida, ahli ekonomi kewilayahan dan kebijakan publik dari Amerika Serikat mengatakan ada tiga tahap yang musti ditempuh untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Pertama, merangsang masyarakat untuk memperlihatkan bakat kreatifnya dengan memberikan berbagai insentif serta menggelar aktivitas berbasis ekspresi kreatif. Kedua, membiayai potensi-potensi kreatif yang telah muncul dan dinilai memiliki nilai ekonomi tinggi untuk dikembangkan menjadi produk kreatif dalam kerangka industri kreatif. Ketiga, memfasilitasi secara proaktif proses pendaftaran hak cipta paten dan merek yang dihasilkan dari proses-proses kreatif masyarakat.
Untuk menerapkan tahapan di atas, desa-desa harus mulai melakukan pemetaan potensi kreatif. Pemetaan bukan hanya mendeteksi produk apa yang ada di suatu wilayah, tetapi juga bakat-bakat kreatif yang ada di wilayah tersebut. Lewat peta potensi kreatif, desa bisa mengembangkan program pengembangan kapasitas, baik berupa pelatihan dan pendampingan yang memungkinkan bakat-bakat kreatif bisa ditingkatkan kualitasnya maupun dioperasionalkan.
Selain itu, desa bisa menciptakan kegiatan atau aktivitas maupun sarana publik yang memungkinkan orang kreatif mampu menjadikan kreativitas sebagai sumber ekonominya. Desa juga bisa membuat kegiatan lain, seperti pameran, pergelaran serta sarana-sarana yang memungkinkan kelas kreatif bisa dengan leluasa mengekspresikan kreativitasnya sekaligus berbisnis mengubah kreativitasnya menjadi uang. Mari berdiskusi untuk merincikan gagasan ini.