Oleh Tarlen Handayani
Sudah menjadi kebiasaan di kalangan penggemar teknologi informasi (TI), untuk senantiasa mencoba mengikuti perkembangan terbaru. Tahun 1991, saat sistem operasi bebas Linux (Linux open source operating system) diluncurkan secara resmi oleh penemunya, Linus Torvalds dan Richard Stallman, para penggemar TI di Indonesia tak mau ketinggalan mencobanya. Mulanya sekadar ikut tren, namun pada perkembangannya, semangat open source menjadi tujuan yang mereka perjuangkan. Tidak seperti sistem operasi Windows dan OS untuk Mac, Linux sejak pertama dikembangkan tahun 1984 sebagai sebuah software terbuka. Setahun kemudian, Richard Stallman menciptakan Free Software Foundation dan menulis draft pertama yang disebut GNU General Public License (GPLv1). Project GLPv1 ini di tahun 1990-an melahirkan apa yang disebut sebagai Kernel. Nyawa utama sistem operasi yang kemudian menyatukan Linux dengan software-software bebas lainnya untuk bisa dijalankan di komputer rumahan (PC) yang kemudian dikenal sebagai GNU Linux atau Linux saja. Penemuan Kernel ini menjadi titik penting dalam perkembangan software bebas, karena komunitas penggunanya semakin leluasa mengembangkan software ini untuk kepentingan yang lebih luas dan semakin mudah digunakan.
GNU Linux kemudian juga masuk ke Indonesia dan melahirkan Klub Linux pertama yang berdiri di Bandung. Pada Juli tahun 1998, Yulian Firdaus bersama tujuh orang temannya yang lain membentuk kelompok pengguna Linux. Tujuannya untuk mengenalkan Linux sebagai sebuah alternatif sistem operasi yang saat itu masih sangat terbatas penggunaannya.
“Waktu itu baru ada satu milis khusus Linux, tapi menyebar awalnya, termasuk dari yang luar negeri sehingga jika ada yang mau ngutak-atik Linux kan kekurangan resource. Jalan satu-satunya adalah internet. Lewat milis itu… temen-temen sudah lebih dulu explor gitu ya… dari situ ada ide, yang sama-sama di Bandung yuk bikin user group.. karena pada awalnya itu merupakan satu budaya di kalangan para pemakai-pemakai Linux… untuk bikin grup dari sesama pemakai di satu area yang sama,” jelas Yulian Firdaus, salah satu pendiri Klub Linux Bandung. Saat itu, Linux belum banyak dikenal orang dan penggunaannya pun tidak semudah seperti sekarang.
Yulian mengaku dari tujuh orang ini tidak ada yang lebih jago dan menguasai dalam penggunaan Linux. “Kami sama-sama pemula dan belajar sama-sama, “ jelasnya. Bulan September, Klub Linux Bandung menyelenggarakan kegiatan yang pertama:
‘Install Fest’. “Orang kan nggak tahu Linux, orang datang dengan membawa komputer masing-masing dengan kondisinya masing-masing, terus belajar cara meng-install dan mengoperasikannya. Tiap kali install fest pasti ada problem dan kita coba mencari solusinya. Jadi install fest itu sederhananya adalah kegiatan install bersama, biar nanti kalau ada masalah bisa dibahas bareng-bareng,.” kenang Yulian.
Kegiatan ini membuat jumlah orang yang tergabung dalam klub semakin bertambah. Dari tujuh orang menjadi 30 orang, bahkan sampai 150 orang pengguna. Mayoritas pengguna berasal dari kalangan mahasiswa dan akademik juga dari kalangan pekerja. Kegiatannya tidak hanya sekadar meng-install bersama, namun berkembang ke arah pelatihan-pelatihan penggunaan Linux dan aplikasinya terhadap penggunaan sehari-hari, seperti penggunaan Linux untuk warnet (warung internet).
Dari pengamatan Yulian motivasi anggota untuk menggunakan Linux, awalnya karena alasan untuk berbeda dari yang lain, selain juga karena tren IT yang berkembang. Sementara menurut Ketua Klub Linux Bandung Andi Sugandi, perempuan yang memilih menggunakan Linux biasanya tertarik pada banyak pula yang justru tertarik dengan keleluasaan pengguna untuk memodifikasinya.
Tahun 2000 sampai 2001, kegiatan klub sempat mengalami vakum karena pendirinya berpencar untuk bekerja di kota lain. Untuk mengatasi kevakuman tersebut, kegiatan kemudian disebar di setiap kampus para pengguna Linux. Para pengguna di setiap kampus kemudian mendirikan kelompok penggunanya sendiri, namun komunikasi antarsesama kelompok pengguna dan Klub Linux Bandung sendiri tetap terjaga. Tahun 2003, perhelatan besar digelar oleh kelompok pengguna Linux dari beberapa kota, seperti Bandung dan Jakarta. Saat itu Richard Stallman datang dan memberikan ceramah di Jakarta dan Bandung mengenai Linux dan open source software.
Konsep open source sendiri sampai saat ini terus-menerus diperbaharui. Komunitas pendukungnya mengembangkan etika dalam mengakses penggunaan materi open source ini secara luas menjadi semakin luas, di mana para pengguna ketika mengembangkannya dan memodifikasi software tersebut mencantumkan dan membuka sumber sebelumnya. Etika ini yang dapat menciptakan sikap menghargai karya orang lain dan membantah anggapan bahwa yang dimaksud dengan open source adalah bebas mengambil dan menggunakan software tersebut semaunya.
Menanggapi hal ini, Yulian merasa dukungan pemerintah dan pembuat kebijakan menjadi sangat penting. Karenanya ia menyesalkan keputusan pemerintah yang memilih untuk membeli secara resmi aplikasi Windows untuk pemerintahan dengan nilai milyaran dollar daripada membuat kebijakan dan mengeluarkan anggaran untuk pengembangan open source di Indonesia. “Padahal jika pemerintah mendukung pengembangan penggunaan Linux misalnya, uang yang sangat banyak itu akan berputar di dalam negeri. Bukan hanya itu tapi banyak pihak yang diberdayakan dengan pelatihan negara lain. Tidak banyak software yang digunakan kemudian dikembangkan. “Mereka kebanyakan masih sebatas pengguna,” jelas Yulian. Menurut Yulian hal ini menyebabkan perkembangan industri software di Indonesia tidak cukup baik. Meskipun pemerintah memfasilitasi terbentuknya IGOS (Indonesia Go Open Source), namun menurut Yulian, kegiatannya masih sebatas pada pendistribusian software-software Linux.
Untuk itu, Yulian merasa pentingnya kegiatan-kegiatan seperti Feisty Release Party untuk merayakan rilis terbaru Ubuntu 7.04 (Codename: Feisty Fawn) yang diselenggarakan di Bandung, 28 April lalu. Acara yang dihadiri sekitar 50 orang itu, dihadiri oleh tokoh-tokoh IT Bandung seperti Andika Triwidada, Armien Langi, Ikhlasul Amal, Tim Indocisc, Widi Nugroho, dan Ikez BBV. Hadir pula perwakilan dari Kementrian Ristek dan Depkominfo, beberapa perwakilan kampus, perusahaan IT, maupun personal. Kegiatan seperti ini diharapkan dapat menyebarkan dan menyosialisasikan Linux dan FOSS (Free Open Source Software) di tengah tingginya pengguna software bajakan di Indonesia.
I read a lot of interesting content here. Probably you spend a lot of time writing, i
know how to save you a lot of work, there is
an online tool that creates high quality, google friendly
articles in minutes, just search in google – laranitas free content source