Pada 1990, Peter Senge memopulerkan istilah learning organization (LO) sebagai konsep baru daam kajian manajemen sumber daya manusia. LO dapat dialihbahasakan dengan Organisasi Pembelajar. Gema lonceng LO yang ditabuh oleh Senge hingga kini masih relevan, bahkan banyak organisasi yang berlomba-lomba menerapkan konsep tersebut.
Apa yang menarik dari konsep LO? Senge dalam publikasinya The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization (1990:3) mendefinisikan LO sebagai “Organization where people contiually expand their capacity to creat he result the truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together.”
Bila kita cermati pengertian di atas ada sejumlah kata kunci, yakni continually dan learning. Senge menekankan kata continually merujuk pada adanya kesinambuangan dalam proses learning. Jadi, organisasi harus membangun tradisi untuk belajar, baik di saat gagal maupun berhasil.
Konsep LO dipercaya sebagai syarat mutlak bagi organisasi yang memiliki keunggulan bersaing. Mereka bisa berubah cepat dan radikal untuk mendapatkan peluang dan memenangkan persaingan. Organisasi yang menerapkan konsep LO mengharuskan seluruh anggotanya untuk senantiasa belajar, tanggap pada lingkungan kerja, serta mampu meningkatkan kinerjanya. Akhirnya, hal itu berdampak pada peningkatan kinerja organisasi secara menyeluruh.
Pendapat Senge dikuatkan oleh Berret dan Murray (2000) dalam publikasinya Learning by Auditing: A Knowledge Creating Approach. Konsep LO mendorong kompetensi dan kinerja organisasi meningkat. Konsep LO membuat pelbagai gagasan, pengetahuan, dan kompetensi seseorang yang selama ini terpendam dapat muncul menjadi tindakan nyata yang berharga bagi organisasi.