Penerapan lisensi Create Commons masih meninggalkan banyak pertayaan. Kombinasi mewawancarai Pimpinan Proyek Publik Creative Commons Indonesia (CCI), Ivan Lanin saat kegiatan Archive Camp (Perkemahan Arsip) 2010 pada 14-17 April 2010 di Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ), Pengasih, Kulonprogo.
CCI merupakan perwakilan Creative Common Internasional yang mempelopori hak penyebaran produk secara luwes, seperti pembolehan penggunaan produk tertentu untuk kepentingan bukan komersil. Creative common, menurut Lanin, cocok digunakan untuk kalangan gerakan sosial agar produk-produknya terlindungi hak ciptanya, namun tidak menghilangkan aspek sosial, seperti penggunaan, pertukaran produk, dan penyebaran kembali produk oleh orang lain.
Ada empat aspek dalam Creative Common, yaitu (1) penyebaran produk dengan menyebutkan sumbernya, (2) penyebaran produk dalam bentuk asli (tanpa diubah), penyebaran produk bukan untuk kepentingan komersil, dan (4) kebebasan penyebaran produk dengan perubahan.
“Penerapan lisensi Creative Common menyesuaikan dengan hukum perlindungan hak cipta di setiap negara. Lisensi ini memberikan cara perlindungan hak secara luwes dan mempertimbangkan hak sosial produk, namun tidak merugikan hak kreatif pemiliknya,’ ujar Lanin.
Bagi kalangan yang menyebutkan produknya di bawah lisensi Creative Common akan mendapatkan dukungan pembelaan dari dari CCI. Langkah pembelaan dibagi dalam empat tahap, (1) CCI akan memberikan surat peringatan bagi pelaku pembajakan produk, (2) CCI akan mengirimkan somasi pada pelaku pembajakan, (3) CCI akan mengajak para pelaku pembajakan dan korban untuk berunding, dan (4) CCI menyediakan dukungan pembelaan hukum.