Media Warga Dusun Dadapan

Mencita-citakan adanya pelaku kontrol sosial yang efektif di tingkat komunitas, limabelas pemuda Pedukuhan Dadapan di BantuI Yogyakarta, memutuskan untuk menerbitkan buletin warga. Warga yang sebelumnya diam saja mendengar penyelewengan program-program JPS, menjadi punya acuan tertulis untuk melakukan sesujatu begitu membaca Buletin Angkringan.

Pada 2 April 2000 lalu warga Dusun Dadapan 7,7 kilometer arah selatan Yogyakarta terkejut begitu membaca buletin Angkringan. Betapa tidak, data keluarga pra-sejahtera (KPS) yang diberitakan media warga yang dikelola para pemuda Dusun Dadapan ini dianggap warga tidak tepat. Data yang dikeluarkan oleh PPKPD ini banyak memasukkan keluarga yang ter-bilang mampu, dan malah ada janda, orang buta, dan keluarga yang sangat miskin malah ddak masuk sebagai calon penerima bantuan. Baik OPK Beras maupun subsidi BBM.

Dari data yang dimuat di edisi 12 bulerin Angkringan ini, warga memper-tanyakan dua hal. Pertama, apa dasar penentuan keluarga penerima bantuan dan kedua, siapa saja pihak yang berhak terlibat dalam menentukannya. Seorang warga yang tinggal di Bangi Kulon, Hajjah Rodhiyah, khawadr jangan-jan-gan yang mendapatkan jatah malah rim pendata atau sanak familinya. Warga lain, Sunaryana, juga mempunyai per-tanyaan dan kekhawatiran yang sama lalu mengajak warga untuk meminta dilakukan pendataan ulang.

Protes warga Dusun Dadapan, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabu-paten Bantui, DI Yogyakarta ini, akhirnya membawa hasil. Pengurus PPKBD mengakui bahwa pendataan yang dilakukannya kurang tepat. Pada edisi 13, masih di bulan April, PPKBD Dusun Dadapan menyampaikan rala data keluarga pra-sejahtera melalu rubrik surat pembaca. RT 07 yan^ sebelumnya ridak ada KPS-nya menjad ada 3 kepala keluarga (KK). Perubahar mencolok ada pada data RT 02. Tigs dari empat keluarga yang sebelumnya tercantum tidak ada lagi dan digantikan oleh enam KK baru.

Cerita sukses bulerin Angkringan dalam menjalankan fungsi pengawasan oleh media ini bisa-biasa saja. Tapi pen-garuh beritanya yang mampu membangun keterlibatan warga di tingkat Dusun menjadi aktif melakukan penga¬wasan program pembangunan di ling-kungannya ini pantas menjadi contoh pola pemantauan dan pengawasan oleh warga di tingkat komunitas.

Menurut, Akhmad Nasir—pemimpin redaksi/pemimpin umum, kehadiran bulerin Angkringan yang terbit sejak Januari 2000, memang dimaksudkan sebagai pelaku kontrol sosial di tingkat warga. Masih kata Nasir, kalau ada KKN oleh presiden dan menteri, media massa nasional akan memberitakannya, jika ada gubernur dan bupari/walikota beserta jajarannya melakukan KKN ada media daerah yang akan memberitakan¬nya. “Tapi jika ada KKN oleh Camat, Lurah, aparat RW dan RT beserta jaja¬rannya, ridak ada media massa yang memberitakannya,” katanya.

Atas perrimbangan tersebut, Nasir bersama 15 pemuda lainnva memutus kan untuk menerbitkan buletin. Nama Angkringan diambil dari konsep “angrin-gan” untuk menunjuk warung kopi, tempat di mana banyak warga nongkrong minum kopi sambil ngobrol ten-tang banyak hal, termasuk gosip tentang perangkat desa yang mendahulukan sanak familinya sebagai penerima bantuan program JPS, dan lain-lain. Tapi buletin warga Dusun Dadapan ini ddak dimaksudkan hanya untuk melakukan pengawasan. Menurut Nasir, mantan pengelola tabloid mahasiswa UGM —Bulaksumur ini, seperti halnya warung kopi, buletin Angkringan bisa menjadi ajang bertukar informasi, berinteraksi, bertemunya berbagai gagasan, pertu-karan pengetahuan dan pengalaman, sekaligus memberikan hiburan.

Karenanya, selain berita tentang program-program pembangunan (khususnya program-program JPS) yang periu diawasi, di buletin Angkringan juga bisa ditemukan artikel tentang gagasan Par-lemen Desa yang pernah dikemukakan oleh Sultan Hamengku Buwono X, di tahun 1960-an. Ada juga rubrik kese-hatan, proni pengusaha kecil, hingga kuis teka-teki silang (TTS).

Atas kehadiran buletin Angkringan,-warga Pedukuhan Dadapan merasakan ada hal baru berkaitan dengan informasi yang diterima oleh warga. Banyak warga yang menilai informasi-infbrmasi tentang pelaksanaan progrm-program JPS di lingkungannya membuka peluang semua warga untuk terlibat, setidaknya dalam memantau kalau-kalau terjadi penyimpangan. Untuk itu warga ber-harap berita diperbanyak, serta jumlah halaman dan tiras ditambah. Dari awal-nya terbit sebanyak 40 eksemplar, kini buletin Angkringan yang terbit tiap hari Jum’at dicetak sebanyak 150 eksemplar tiap edisi.

Tapi, hingga kini pengelola buletin Angkringan masih merasakan banyak kekurangan. Masih saja ada yang salah cetak, dan masalah teknis lainnya. Selain itu ada juga warga yang merasa terganggu oleh berita-berita yang dimuatnya. Terhadap kesalahan-kesalahan teknis, para pengelola akan terus men-gupayakan perbaikan. Sedangkan terha-dap warga—khususnya aparat birokrasi kelurahan hingga RT yang merasa terganggu karena menganggap berita bulettin Angkringan meresahkan masyarakat, tim redaksi memaklumkannya sebagai hal biasa. Sebab bukan media ini yang menciptakan keresahan. “Kalau fakta-fakta yang disampaikan Angkringan dianggap meresahkan, perlu kita tanya masyarakat mana yang resah?” demikian pertanyaan Akhmad Nasir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud