Saya beruntung dapat mengikuti rangkaian diskusi bersama Yanuar Nugroho, warga Indonesia yang bekerja sebagai pengajar di Manchester University, Inggris. Diskusi yang berlangsung selama tiga jam berlangsung di Perpustakaan Kunci Yogyakarta (22/6/2011). Tema yang dibahas adalah membedah pemikiran Anthony Giddens, seorang ilmuwan sosial terkemuka di London School Economic (LSE) yang menggemparkan dunia dengan bukunya, Thirth Way. Kebetulan Yanuar Nugroho pernah mengikuti perkuliahan yang dilakukan Gidden sehingga dia sempat berdiskusi langsung dengan sang begawan ilmu sosial ini.
Bagi Yanuar Nugroho, dualitas merupakan pemikiran pertama Giddens. Dualitas struktur dan pelaku menunjukkan pelaku dikepung struktur. Sebaliknya, sangatlah sulit untuk memahami bahwa struktur mengandalkan pelaku. Bagi Giddens tidak ada aksi tanpa teori. Dia mengelompokkan struktur dalam tiga kelompok, pertama, struktur signifikasi (signification), yaitu struktur yang berhubungan dengan pengelompokan dalam simbol, pemaknaan dan wacana. Kedua, struktur penguasaan (domination), yaitu struktur mencakup penguasaan orang dalam pengertian penguasaan politik dan ekonomi. Ketiga, struktur legitimasi (legitimation), yaitu struktur yang berkaitan dengan peraturan normatif yang terdapat dalam tata hukum.
Yanuar memberi penekanan pada perbedaan kerangka berpikir Giddens dengan kerangka berpikir para teoritikus ilmu-ilmu sosial, seperti Talcott Parsons dan Levi-Strauss, walaupun sebenarnya kerangka berpikir Giddens dibangun berdasarkan pemahaman Giddens melalui kritikan-kritikan terhadap teori fungsionalisme dan strukturalisme. Bagi Giddens, pemahaman dinamika masyarakat selalu dikaitkan dengan ”ruang dan waktu”, dan ”pelaku dan tindakan pelaku”. Pandangan Erving Goffman dan Talcott Parsons tentang pengertian ”pelaku dan tindakan pelaku” adalah setiap anggota masyarakat adalah pelaksana peran sosial tertentu yang membentuk satu sistem sosial dan setiap sistem sosial mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Sementara itu, Giddens ingin menghapus istilah fungsi (function) dari ilmu-ilmu sosial dan ingin mengembangkan teori strukturasi sebagai suatu ”manifesto contra fungsionalism”. Giddens tidak bisa menerima pandangan pada teori fungsionalisme yang mengatakan sebuah sistem sosial mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan pada teori fungsionalime mempunyai syarat fungsional yang harus dipenuhi, yaitu goal ‘tujuan’, adaptation ‘adaptasi’, intergration ‘integrasi’, dan latency ‘tuntutan’.
Pemikiran Giddens yang kedua adalah dia membedakan dimensi ruang dan waktu dalam menjelaskan gejala sosial. Hubungan antara ruang dan waktu bersifat kodrati dan menyangkut makna serta hakikat tindakan itu sendiri, karena pelaku dan tindakan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, tindakan dosen berbicara di ruang kelas pada jam-jam tertentu disebut ”berkuliah”. Maksudnya, ia ingin memetakan pernyataan Giddens bahwa tanpa ruang dan waktu tidak ada tindakan, sedangkan dalam pandangan Talcott Parsons, tindakan dalam bentuk apapun merupakan pelaksana peran-peran sosial tertentu. Selain itu, setiap tatanan masyarakat selalu dikaitkan dengan peran sosial dan fungsi (function). Giddens tidak menyetujui dengan pernyataan Parsons bahwa di dalam sistem sosial terdapat fungsi. Menurut Giddens, sistem sosial tidak mempunyai kebutuhan apapun terhadap pelaku. Yang mempunyai kebutuhan adalah para pelaku itu sendiri, karena pelaku adalah peran sosial. Pada sistem sosial, ada nilai (value) yang mengikat tindakan setiap individu sebagai anggota masyarakat dalam peran sosialnya, entah sebagai seorang guru, buruh, murid ataupun manajer.
Bagi Yanuar, penjelasan Giddens tentang waktu dan ruang maujud dalam teori strukturasi, bukan strukturalisme. Strukturasi berarti kelangsungan suatu proses hubungan antara pelaku tindakan dan struktur. Ada empat gugus reflektivitas-institusional yang membentuk dan menyangga modernitas, yaitu kapitalisme (capitalism), negara-bangsa (nation-state), kekuatan militer (military power), dan pembangunan (created environment). Konsep ”relasi dualitas” Giddens, yaitu konsep yang menguraikan hubungan pelaku dan struktur, serta hubungan ruang dan waktu. Kedua hubungan ini saling terkait dan membentuk pola hubungan dalam praktik sosial, karena melalui peristiwa yang terjadi berulang kali akan terpola hubungan dalam praktik sosial. Yanuar juga menjelaskan konsep ”objektivitas struktur” yang dikatakan oleh Giddens tidak bersifat eksternal, melainkan melekat pada tindakan dan praktik sosial. Objektivitas struktur dalam strukturasi berbeda dengan struktur dalam fungsionalisme dan strukturalisme.
Konsep Giddens lainnya yang disampaikan Yanuar adalah konsep hermeneutika ganda. Hermeneutika ganda (double hermeneutic) adalah arus timbal balik antara dunia sosial yang dilakukan oleh masyarakat dan wacana ilmiah yang dilakukan oleh ilmuwan sosial. Transformasi yang dibawa oleh sains dan teknologi, kemudian melalui praktik sosial, peran dualitas pelaku dan struktur melibatkan konsep-konsep dan teori oleh ilmuwan sosial. Kaitan ilmu sosial dan praktik sosial merupakan hubungan timbal balik antara yang dikaji oleh para ilmuwan sosial. Bentuk (form) dan isi (content) dalam praktik sosial merupakan prasarana yang diperlukan dalam menghadapi modernitas. Ada tiga kategori struktur yang lekat dengan modernitas, yaitu struktur penandaan, struktur penguasaan, dan struktur pembenaran. Kekuasaan perlu dibedakan dengan istilah dominasi pada tataran struktur. Dalam teori strukturasi Giddens, kekuasaan bukan gejala yang terkait dengan struktur atau sistem, melainkan tergantung dari kemampuan pelaku (subjek) dalam paktik sosial atau interaksi sosial. Perubahan kemampuan pelaku selalu terjadi dalam proses strukturasi.
Diskusi singkat ini, Yanuar Nugroho mampu memaparkan pemikiran Giddens dengan memperkenalkan teori strukturasi kepada peserta diskusi. Meskipun dari segi keterbacaan banyak kalimat yang sulit dicerna maknanya (minimal itu yang saya rasakan), misalnya, penggunaan istilah “strukturasi” (structuration), yang berarti menunjukkan hubungan pelaku dengan struktur sebagai relasi dualitas, atau penggunaan istilah ”pencabutan” (disembedding), yang berarti ’pemisahan’ antara ruang dan waktu. Salut untuk Yanuar yang berusaha keras menyajikan teori besar itu dengan penjelasan-penjelasan yang gamblang.
Yossy Suparyo, Knowledge Management Staf COMBINE Resource Institution