Judul : Catatan Bangsa yang Aneh
Pengarang : Khusni Mustaqim
Penerbit : Belum di terbitkan penerbit (http://berpikirberbeda.blogspot.com)
Tebal buku : 58 halaman
Dikompilasi : 2010
Khusni Mustaqim menulis buku ini awalnya dari tulisan tulisan yang pernah di unggahnya dalam blog pribadinya menyoal fenomena-fenomena yang terjadi di negeri ini. Semua yang ada di benaknya di curahkan kedalam tulisan-tulisan secara terpisah kemudian dia mengumpulkannya dengan mengkompilasikan ke dalam bentuk buku. Dalam bukunya dia mengkritisi kondisi yang terjadi di negeri ini dengan kritikan yang di kaitkan dengan realita fenomena yang terjadi, walau kadang lontaran kritikannya pedas dan memberikan beberapa contoh kuat sehingga walaupun pedas menyengat atas kritikannya menurutku masih sangat relevan karena disertakan bukti raliatas yang ada yang memang terjadi di negeri aneh ini. Cara yang berfikir seperti ini adalah yang terbaik untuk bisa menyadarkan para individu pembaca atas kesalahpahaman cara pandang. Tetapi penulis cenderung lebih mengkritisi perilaku pribadinya yang seharusnya bisa di lakukan untuk memulai mengubah negeri ini yang aneh sebelum mengkritisi yang lain. Keinginan penulis adalah agar si pembaca mendapatkan pencerahan dan terinspirasi, karena buku ini menceritakan bahwa kita bisa menjadi bangsa yang besar jika di mulai dari diri kita sendiri dan mengembangkan sumber daya yang ada bukan malah membanggakan bangsa lain yang nota bene memang keliahatan lebih maju, padahal cara pandang soal kemajuan bangsa adalah berbeda beda tergantung tolok ukur cara berkehidupan dan kultur yang terbangun dalam negerinya.
Budaya, suatu sifat dan kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan dalam kurun waktu yang sangat lama juga telah di budibudayakan secara turun temurun sehingga mengakar dalam benak pikiran di suatu kelompok, lembaga atau bernegara. Nah Indonesia dalam hal waktu, sangat terkenal dengan ‘ngaretnya’, dalam soal kerjapun demikian, bisa kita melihatnya dalam instansi pemerintah di saat jam kerja kita sudah terbiasa datang terlambat dan hanya duduk mengobrol, terpatri bahwa kita punya etos kerja yang sangat rendah. Begitu juga pelajar dan mahasiswa sama saja, di kelas malas memperhatikan apa yang sedang di jelaskan malahan main hape. Menganggap tugas belajar adalah beban. Pinternyapun dalam semalam, saat ujian akan berlangsung. Sehingga dengan pendidikan semacam itu ya menghasilkan pegawai yang semacam itu pula.
Hukum dan keadilan menjadi barang mahal di negeri ini. Prinsip peradilan yang cepat, biaya ringan, dan sederhana, sulit untuk ditemukan dalam praktik keadilan. Hukum dianggap sebuah formalitas dan bukan kesepakatan bersama demi kebaikan bersama. Tata tertip dianggap banyolan. Hukum di buat untuk di langgar menjadi slogan di mana-ana bahkan di kalangan laparat hukum. Bahkan kalangan terpelajarpun menjadi golongan anti-sistem. Di negeri ini semakin tampak bahwa keadilan dan kepastian hukum tidak bisa diberikan begitu saja secara gratis kepada seseorang jika disaat yang sama ada ada pihak lain yang menawarnya. Dan negeri ini suka yang instan, memang kita terkenal dengan budaya instan dan cepat bosan. Instan sudah melekat dalam hati dan pikiran kami. Perilaku kami pun instan, coba lihat betapa kami suka dengan korupsi karena itu instan. Kekayaan instan tanpa perlu susah-susah bekerja sedikit demi sedikit, itu yang kami suka.
Begitulah gambaran negeri kita saat ini. Akhir-akhir ini, kita melihat berbagai kasus yang mencerminkan penurunan kualitas moral rakyat Indonesia. Menurut saya masyarakat Indonesia saat ini sangat buruk pada masa sekarang yang disebut di Era globalisasi kini telah merambah masuk di semua sektor kehidupan bangsa Indonesia, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap budaya berfikir masyarakat Indonesia. Saat ini pola berfikir masyarakat Indonesia yang cenderung (tidak seluruhnya) telah banyak mengarah pada budaya-budaya barat yang notabane katanya cenderung berperilaku pekerja keras, disiplin, demokratis, modern dan lain sebagainya. Apakah kita harus meniru seperti barat? Apakah kemajuan suatu bangsa harus seperti barat? Apakah harus membandingkannya dengan barat atau dengan asia timur seperti Jepang yang dikatakan selalu maju, negara sempurna, rapi, taat hukum, nyaman, bersih, giat bekerja dan selalu unggul di segala bidang di bandingkan dengan Indonesia? Budaya tersebut tercermin dengan menjadikan budaya barat sebagai sebuah patron dari kemajuan peradaban berfikir manusia. Banyak saat ini generasi muda yang meniru pola kehidupan barat, dengan berbagai gaya dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, atau ini yang dianggap sebagai idealisme kita saat ideologi barat merambah masuk dalam sistem kehidupan kita.
Sedangkan kebudayaan barat merupakan salah satu kebudayaan yang berkembang karena dampak dari globalisasi. Cara berpikir Barat yang berhasil membawa kemajuan dan kesejahteraan fisik melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil dari Renaissance di Italia yang kemudian meluas di seluruh dunia Barat. Renaissance atau Pencerahan yang terjadi di seluruh Eropa pada abad 14 sampai abad 17 membawa perubahan mendasar dalam sikap dan cara berpikir manusia Barat. Individualisme juga berakibat berkembangnya Liberalisme dan Materialisme. Masyarakat Barat makin berkembang kemampuannya untuk bergerak dan berbuat, termasuk menundukkan bangsa lain yang dilakukan atas dasar kebebasannya melakukan apa saja untuk mengejar kepentingannya. Maka cara berpikir Barat yang menghasilkan Individualisme, Liberalisme dan Materialisme, Kapitalisme dan Imperialiisme berhasil membuat manusia Barat yang memiliki modal makin kuat dan kaya secara material. Tetapi sikapnya yang membolehkan manusia berbuat apa saja demi kepentingannya, termasuk bersikap serakah, menjadikannya juga bersifat agressif.
Apakah berarti kemudian orang barat yang lebih mulia? Saya rasa tidak. Lihatlah betapa bangsa kita ini jauh lebih memiliki nilai-nilai luhur daripada mereka. Dan pertanyaan selanjutnya, Jika memang bangsa kita lebih luhur bagaimana mungkin kita bisa kalah? Mari kita renungkan kembali jati diri bangsa ini. Oleh karena itulah kita perlu membangun kembali pondasi pola berfikir kita, sebagai pengemban tugas berat penerus cita-cita bangsa yang beradab sesuai dengan perilaku kita sebagai orang timur. Kita punya budaya kita sendiri, kita punya cara hidup kita sendiri, kita punya potensi kita sendiri, mengapa harus menggunakan cara orang lain? Kita cari jati diri kita dan kita manfaatkan potensi yang ada agar kita bisa menjadi bangsa yang besar. Langkah awal yang harus dilakukan menurut saya adalah coba kita gali terlebih dahulu npotensi-potensi yang terdapat pada banga kita, masih banyak potensi yang belum kita gali, yang sebenarnya hal tersebut sanagt berpengaruh bagi kita untuk tetap menjaga dan melestarikan eksistensi kultur sosial budaya bangsa Indonesia, jangan jadikan budaya barat (dalam hal ini masuk melalui era globalisasi) sebagai patron pola berfikir, karena dari pola berfikir inilah nantinya perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari secara akan tidak akan terpengaruh dengan pola kehidupan budaya barat yang bebas. Tunjukkaan bahwa kita sebagi bangsa yang besar dengan keaneka ragaman kultur sosial budaya mampu bersaing dengan mereka, dengan menerapkan pola fikir kritis.
Sering sekali saya mendengar orang-orang yang mencemooh apa yang dilakukan pemerintah. Pemerintah begini lah, pemerintah begitu lah. Baiklah memang saya akui bahwa para pemegang kekuasaan NKRI di tingkat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif belum mencapai tingkat kinerja yang ideal. Wakil rakyat kita melakukan korupsi, pemimpin kita tergila-gila terhadap jabatan. Bangsa ini masih mengemis kepada imperialism Barat!!! Mereka, para pemegang kekuasaan atas bangsa ini apa yang mereka lakukan? Akan tetapi apakah semua keburukan yang terjadi di NKRI ini adalah tanggung jawab dan akibat perbuatan mereka? Sebuah hal yang pantas kita renungkan adalah siapakah yang berkewajiban untuk bekerja, kita (masyarakat/diri kita sendiri) atau mereka (pemerintah)? Tentu tanggung jawab untuk giat bekerja ada pada diri sendiri. Oleh karena itu sungguh tidak bijak menyalahkan mereka atas tanggung jawab yang tidak kita lakukan. Bahwa permasalahannya ada pada KITA, bukan MEREKA. Ketika mereka memiliki tanggung jawab untuk memungut sampah di jalanan, sesungguhnya kita lah yang berkewajiban untuk tidak membuang sampah pada tempatnya. Jadi apakah bijaksana jika kita menyalahkan mereka atas sampah yang kita buang? Bagi saya jati diri sangat diperlukan untuk menggapai sebuah kemajuan, kemajuan apapun itu harus dimulai dari diri sendiri bukan berasal dari jati diri yang meniru orang lain. Dalam sebuah riwayat disebutkan pahamilah dirimu sendiri untuk memahami Tuhanmu, untuk mengenal Tuhanmu sebagai Tuhan Alam Semesta harus berangkat dari diri sendiri. Dan Indonesia memiliki keanekaragaman budaya. Budaya-budaya yang tersebar di Indonesia adalah hasil kecerdasan masyarakatnya, baik itu adat istiadat, bahasa, kepercayaan, juga tradisi. Tradisi sebagai bagian dari budaya nusantara sudah seharusnya dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat selaku pemiliknya.
Peresensi : Fatchur Rahman
Pegiat Combine Resource Institution