Penulis: Ketut Sutawijaya
Dalam setiap bencana satu hal yang bisa dipastikan akan terjadi yaitu kesemrawutan distribusi bantuan, dan selalu menimbulkan konflik horisontal di masyarakat. Misalnya saja di Kecamatan A, desa A-1, dusun A-1-a dalam kondisi rusak parah akibat gempa. 90% rumah penduduk luluh lantak, kemudian bantuan berdatangan ke desa ini. Tapi perlu diingat belum tentu bantuan yang datang tepat mengenai sasaran.
Ada banyak faktor penyebab ketidaktepatan sasaran ini, misalnya yang sering terjadi adalah para pemberi bantuan tidak tahu dengan akurat jumlah penduduk, kebutuhan pokok apa saja yang dibutuhkan dan jumlahnya berapa, dan perkembangan kebutuhannya seperti apa setelah bantuan pertama dikucurkan, dan belum lagi kecurangan-kecurangan yang tidak jarang terjadi di dusun itu yaitu bantuan dikorupsi oleh kelompok-kelompok tertentu. Kalau hal ini sudah terjadi, para pemberi bantuan tidak bisa melakukan apapun, kecuali secara sporadis dan mengira-ngira saja.
Selain itu, yang sering terjadi adalah tidak merata atau tidak proporsionalnya distribusi bantuan. Sangat sering terjadi, di sebuah daerah telah terkecukupi kebutuhannya karena berbagai hal namun di daerah tetangganya sama sekali minim mendapat bantuan. Ini karena ketidaktahuan kita bersama bahwa di daerah tetangga itu sebenarnya lebih membutuhkan bantuan. Kunci utamanya adalah mengorganisir data dan informasi dengan baik.
Oya.., sering juga terjadi di sebuah daerah yang sudah mendapatkan bantuan dari lembaga X maka di daerah itu akan banyak kita jumpai bendera, spanduk, stiker, dll dari lembaga X tersebut. Sehingga, seolah kebutuhan daerah ini sudah terkover semuanya oleh lembaga X tersebut. Padahal lembaga X itu hanya mengucurkan sekali saja bantuan yang sebenarnya butuh beberapa kali sampai tahap masyarakat sudah siap menjalankan aktivitas ekonominya atau dalam kondisi tanggap darurat.
Hal ini sangat semrawut dan dapat dipastikan terjadi di setiap bencana yang terjadi di Indonesia. Namun sekali lagi kunci utamanya adalah mengorganisir data dan informasi dengan baik. Nah coba perhatikan, selalu semrawut kan penanganan bencana di negeri ini? ya itu karena kita tidak pernah belajar mengorganisir data dan informasi dengan baik. Yang senang adalah media massa karena selalu mendapat berita yang ratingnya tinggi :p.
Saat ini ada Disaster Management System (DMS) Sahana. DMS Sahana ini berfungsi untuk mengorganisir data dan informasi menjadi lebih mudah. Seringkali (baca: selalu) setiap lembaga memiliki versi datanya sendiri-sendiri, pemerintah, ornop, lembaga internasional dan lokal, universitas, dll. Mereka bergerak dan mengambil keputusan berdasarkan data dan informasi terbatas yang mereka punyai. Ya jadinya seringkali overlap satu sama lain dan sering juga distribusi bantuan tidak merata dan tidak proporsional.
Misalnya seperti ini, dalam Sahana ditampilkan data-data tentang jumlah korban dan lokasinya di mana saja, serta mereka butuh apa saja. Berdasarkan data yang ditampilkan dalam sistem ini, maka pemberi bantuan bisa mengambil keputusan untuk memberikan bantuan apa saja dan jumlahnya berapa. Setelah bantuan tersebut diberikan, data ini harus diupdate lagi di DMS Sahana ini sehingga jika ada lembaga lain ingin memberikan bantuan bisa mengambil keputusan tentang bantuan apa saja yang harus disalurkan agar melengkapi distribusi bantuan pertama yang sudah dilakukan.
Hal lain misalnya terdapat sukarelawan yang jumlahnya 1000 orang, terus berencana akan disebarkan ke beberapa titik. Oke, mungkin ini berhasil dengan cara “insting” dengan melihat dengan mata kepala daerah-daerah mana saja yang rusak. Kemudian, datang lagi 100 orang, terus 350 orang, terus 25 orang, dan seterusnya. Sampai kapan kita kuat melihat perkembangan ini dalam situasi tanggap darurat? Tentu akan sangat menyulitkan dan tidak efektif.Nah untuk itu, kita perlu punya informasi yang akurat dan perubahan-perubahan bisa terupdate dengan cepat.
Cara updating pun bisa dibuat dengan cara yang mudah, misalnya jika sedang di lapangan maka bisa menggunakan sms dengan format yang sudah ditetapkan. sms tersebut ditampung dalam sms-gateway. Data yang terkumpul dalam sms-gateway kemudian diinput oleh tim kecil yang secara khusus mengelola dan melakukan updating (pemutahiran) data.
Semua orang jika ingin terjun ke lapangan harus melihat data-data yang dalam sistem sehingga bisa memutuskan kemana akan pergi, membawa bantuan apa, butuh berapa besar, dan siapa kontak yang harus dihubungi. Setelah terjun ke lapangan, maka harus melakukan updating melalui sms tentang apa yang sudah dilakukan. Tim kecil kembali bekerja untuk memperbarui data-data dalam sahana. Jika orang lain atau lembaga lain ingin terjun ke lapangan akan lebih mudah juga dengan melihat data ini karena akan menjadi tahu bahwa apa saja yang harus dilakukan untuk melengkapi apa yang sudah dilakukan lembaga/orang sebelumnya. Ini artinya, penumpukan pemberian bantuan pada satu lokasi yang sama dapat diminalisir, atau daerah yang kurang mendapat bantuan juga bisa terpantau sehingga mendapat porsi yang sama dengan daerah-daerah lainnya.
Hal ini tampak mudah dilakukan. Tapi ada satu hal yang membuat sulit, kalo bahasa jawanya adalah willing atau kemauan dari para aktor. Tidak semua lembaga sadar dan mau melakukan hal ini. Selain itu soal arogansi lembaga juga faktor penting kenapa sistem ini sulit berjalan. Namun apapun itu, perbaikan terhadap pengorganisasian informasi dan data harus dilakukan walaupun baru bisa melibatkan beberapa aktor saja. Hal ini untuk membuktikan bahwa sistem ini mampu berfungsi maksimal, tapi yang lebih penting adalah menunjukan pada semua orang bahwa pengorganisasian informasi adalah elemen dasar yang penting dalam situasi apapun, khususnya dalam tanggap daruat.
Pengorganisasian data dan informasi sebenarnya sudah dilakukan oleh beberapa lembaga, misalnya oleh salah satu ‘divisi’ dari UN. Namun bagi saya ini belum maksimal, pertama karena updating datanya lama, kedua karena tidak mudah dibaca oleh banyak orang, dan ketiga karena datanya kurang terintegrasi dari sekian banyak data yang tersebar di lapangan. Nah sudah saatnya kita berbenah.
Itu sih sedikit yang saya tahu, semoga bermanfaat .
Sumber Tautan:
http://ketutsutawijaya.wordpress.com/2009/10/28/oh-sahana/