“Kami pernah diprotes para pedagang yang tidak terima karena kami menyiarkan seperti apa daging yang baik dan bersih. Mereka mengira kami sengaja menyinggung bahwa daging dagangan mereka tidak sebaik dan sebersih seperti yang kami siarkan,” kenang Sularno pada suatu siang di studio Argosari Radio Line, radio kabel yang mengudara di Pasar Argosari, Gunungkidul.
Pernah diprotes pedagang tidak menjadikan Argosari Radio Line kapok untuk terus menyiarkan informasi yang mengedukasi dan menghibur pedagang pasar terbesar di Kota Wonosari, Gunungkidul ini. Sejak mengudara tahun 2010 lalu, radio ini konsisten mengajak para pedagang untuk menjaga kebersihan pasar dan juga barang dagangannya.
Bukan tanpa sebab ajakan menjaga kebersihan itu terus digaungkan. Misi ajakan itu muncul ketika para pengelola radio ini melihat kesadaran pedagang untuk menjaga kebersihan pasarnya masih sangat kurang. Banyaknya sampah yang berserakan di lingkungan pasar selain mengganggu pemandangan, juga menimbulkan bau tak sedap yang mengundang lalat dan bakteri berbahaya berkembang biak. Ujung-ujungnya, kesehatan seluruh warga pasar menjadi taruhannya. Padahal sebagai pasar tradisional, pasar Argosari harus bersaing menghadapi pasar-pasar modern yang kini mulai menjamur di Kota Wonosari.
“Gimana pasar Argosari ini bisa bertahan kalau pedagangnya saja nggak mau menjaga kios dan barang dagangannya bersih dan rapi? Orang sekarang kan lebih senang belanja di supermarket karena tempatnya bersih,” kata Sularno, pengelola Argosari Radio Line, (17/3).
Mengubah perilaku pedagang untuk menjaga kebersihan pasar memang tak semudah membalik telapak tangan. Hal itu diakui Sularno dan beberapa pengelola lainnya. Bagi para pedagang, menjaga kebersihan pasar adalah tugas para petugas kebersihan. “Mereka sudah merasa membayar iuran sampah, jadi nggak mau lagi repot-repot membersihkan sampah yang berserakan di kios mereka,” ujar Sularno.
Mempertahankan pasar tradisional yang ramai oleh pembeli adalah harapan para penghuni pasar. Sementara itu, para pembeli pun menginginkan lingkungan pasar dan barang yang akan mereka beli sehat, bersih dan rapi. “Kami mau mengubah imej pasar tradisional yang kotor menjadi bersih dan rapi agar masyarakat mau belanja di pasar lagi,” ungkap Sularno yang juga pegawai Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Gunungkidul ini..
Pasar yang sehat, bersih dan rapi dengan sendirinya akan menarik lebih banyak masyarakat untuk membeli di sana. Dari sinilah misi Argosari Radio Line dimulai: menyadarkan pedagang akan pentingnya menjaga kebersihan demi terwujudnya Pasar Argosari yang sehat, bersih dan rapi. Meski perjalanan untuk mewujudkan hal itu masih panjang, kini Sularno dan kawan-kawannya mulai melihat kesadaran beberapa pedagang dalam memperlakukan sampah. Setidaknya para pedagang itu telah mau membuang sampah yang mengotori kiosnya sendiri ke tempat sampah.
Ketika Perempuan Gunungkidul Mengudara
Lima tahun mengudara, Argosari Radio Line tetap konsisten dengan misi mereka untuk mengedukasi para pedagang di samping memberi hiburan. Tak mau setengah-setengah, radio ini kerap mengundang narasumber-narasumber yang berkompeten di bidangnya untuk semakin menguatkan misi mereka itu ke pendengarnya. Para narasumber ini berasal dari latar belakang yang berbeda-beda seperti BAPEDA, PNPM, penyuluh kesehatan, dan sebagainya. Mereka diundang ke studio mini Argosari Radio Line di lantai 2 pasar dalam program unggulan bertajuk Perempuan Gunungkidul.
Menyapa pendengarnya saban hari Jumat sejak pukul 09.00 pagi, program Perempuan Gunungkidul ini memberikan berbagai informasi yang bermanfaat bagi para pedagang. Selama dua jam, program ini mengajak para pedagang itu untuk bergabung dalam dialog interaktif tentang makanan sehat, lingkungan pasar yang sehat, pelayanan kepada konsumen dan berbagai informasi lainnya.
“Informasi-informasi itu makin menumbuhkan rasa percaya diri kami di pasar ini. Sebelumnya, kami asal-asalan saja dalam berdagang. Jualan yang penting laku tanpa memikirkan kualitas dan kesehatan barang dagangan. Pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan oleh radio ini sangat berharga dan sangat bermafaat bagi kami,” kata beberapa pedagang yang setia mendengarkan program Perempuan Gunungkidul ini.
Kenapa Perempuan Gunungkidul?
Alasan kenapa dinamai Perempuan Gunungkidul, Sularno menjelaskannya karena program ini memang difokuskan untuk perempuan, sebagai mayoritas pedagang di Pasar Argosari. Memang, tak kurang dari 600 pedagang di pasar ini adalah perempuan. Sularno menguraikan, “Para pedagang perempuan lebih banyak berdiam di lapak dagangan mereka dibanding dengan para pedagang laki-laki yang lebih banyak berpindah ke berbagai tempat untuk menyediakan komoditi dagangan. Selain itu perempuan adalah ujung tombak transaksi jual beli.”
Pasar Siap Tanggap Darurat Bencana
Belajar dari gempa yang melanda Yogyakarta tahun 2006 dan kebakaran Pasar Klewer Solo pada 27 Desember tahun 2014 lalu, Argosari Radio Line mengajak para penghuni pasar untuk selalu waspada menanggulangi bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Mereka kerapkali mengundang para pegiat dari Dissaster Risk Reduction untuk berbagi kepada pendengar tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kebakaran, penanggulangan bencana, dan informasi-informasi lainnya seputar pengurangan resiko bencana.
“Kami mengajak pedagang untuk hati-hati dan selalu waspada ketika memasak makanan di pasar terutama menggunakan kayu atau arang. Kedua bahan bakar tersebut berpotensi besar menjadi penyebab kebakaran. Sekarang, hampir semua pedagang makanan sudah memakai kompor yang lebih aman daripada kayu dan arang,” jelas Sularno.
Program yang digagas Argosari Radio Line bekerjasama dengan Dissaster Risk Reduction ini disiarkan secara langsung pada malam hari yang memang selalu ramai oleh pedagang baik siang maupun malam hari setiap hari. Program malam hari itu direkam untuk kemudian disiarkan ulang siang harinya. Memasuki episode siaran ke-50, diharapkan program ini semakin meningkatkan kewaspadaan para penghuni pasar untuk siap dan tanggap mengatasi situasi darurat, baik kebakaran maupun gempa bumi atau bencana lainnya.
Pedagang hingga tukang parkir pun ikut jadi penyiar
Seperti halnya radio pasar pada umumnya, Argosari Radio Line tak sebatas memberikan informasi edukatif saja, namun tentunya juga memberi hiburan. Tak hanya Sularno saja, mulai dari pedagang, penyemir sepatu, hingga tukang parkir pun ikut menjadi penyiar di radio ini. Cuap-cuap mereka dengan selingan lagu-lagu merdu menyapa telinga para pedagang melalui 35 buah speaker yang terpasang di lantai satu dan lantai dua di dalam bangunan pasar. Lagu-lagunya pun tidak melulu beraliran pop saja, namun juga lagu dangdut dan juga lagu campur sari yang menjadi favorit para pedagang.
“Lagu-lagunya jadi tombo ngantuk (obat anti mengantuk), juga sebagai teman saat sepi pembeli,” aku Suparni, salah satu pedagang sayur di lantai bawah pasar Argosari.
Memasuki tengah hari, lagu-lagu campur sari yang dilantunkan penyanyi (alm.) Manthous pun menggema, menemani dan mengobati kantuk “Suparni Suparni” lain di seantero pasar itu, “Yen ing tawang ono lintang cah ayu….Aku ngenteni tekamu….”
Oleh : Apriliana Sasanti dan Sumiatun*/Kombinasi Edisi 60-Februari 2015-Merajut Semangat Bersama Radio Darurat
*Perempuan Gunungkidul pemerhati perempuan, pendidik di SMK Negeri 3 Magelang.