Harga bersifat ex post facto sehingga para ekonom dan analis pasti tak mampu mempengaruhi tertetapkannya harga. Didi Sugandi, Creator Lawang tani, menjelaskan bagaimana harga ditetapkan. Ia juga bercerita tentang harga pasar ditetapkan secara kolektif.
Mungkin yang paling tepat istilahnya adalah “tertetapkan” (oleh kejadian-kejadian transaksi di pasar).. Harga tidak bisa ditetapkan. Harga pasar adalah harga yang mewujud dari sedemikian banyak exchange (pertukaran barang dengan uang, antara penjual dengan pembeli)
Awalnya adalah informasi. Price tag yang tertempel di sebuah barangpun sebetulnya hanya informasi harga (tidak menjadi harga), selama barang itu tidak ada yang beli. Sampai saat dia dibeli (dari sisi pembeli) – atau dijual (dari sisi penjual), maka price tag itu tetap hanyalah “informasi”
Kenapa “informasi harga” kemudian menjadi “harga” lalu bisa balik lagi dengan cepat menjadi “informasi lagi” adalah karena manusia bisa merasakan kecewa, menyesal, puas, atau bahkan indifference (“nggak ngaruh tuh”) dll. Pada saat setelah transaksi, “informasi harga” menjadi harga”, tapi setelah itu dia bisa cepat jadi informasi lagi, jadi data harga lagi tergantung apakah SETELAH kejadian exchange itu orang kecewa, puas, menyesal atau lain-lain perasaan.. HANYA setelah event itu orang, siapapun, bisa menyesal, senang, happy atau misuh-misuh, kecewa dlsb. Fakta sosial sebagian besar ada dalam benak manusia-manusia, ya kita-kita juga. Sesuatu bagi manusia bisa berarti, tidak-berarti atau bahkan tanpa-arti apa-apa.
Perasaan-perasaan itu HANYA konkrit SETELAH transaksi. Apapun perasaan yang muncul setelah KEJADIAN pertukaran itu.. semua itu menentukan “umur” harga.. ia bisa lama tetap berujud harga atau KEMBALI MENJADI DATA HARGA (jadi sekedar “informasi”: penawaran..) atau ia hanya berumur pendek.. semua terrgantung dari “kepuasan” atau “ketidak puasan” semua pelaku SETELAH terjadinya PERTUKARAN (exchange)