Lokakarya kali ini mengenai gender. Namun tidak melulu membahas aspek-aspek dalam gender semata. Ya, lokakarya yang diselenggarakan Jagongan Media Rakyat Sabtu siang ini 25/2 membahas pengarusutamaan gender dan hubungannya dengan media komunitas. Lokakarya di fasilitatori oleh Novi E. Haryani dari Mitra Wacana, pusat pemberdayaan perempuan Yogyakarta.
Di awal lokakarya peserta dibagi menjadi beberapa pasang, setiap pasang berdiskusi mengenai jenis-jenis ketimpangan gender yang sering terjadi di lingkungannya. Setelah berdiskusi mengenai gender dengan pasangannya, peserta diajak untuk mengetahui gender secara dasar. Materinya mulai dari bias gender yang sering terjadi di masyarakat, seperti marginalisasi, stereotipe, diskriminasi, beban ganda, dan kekerasan pada perempuan.
Peserta terdiri dari tujuh orang laki-laki dan enam orang perempuan, mereka berasal dari disiplin ilmu berbeda yang bergiat dalam media komunitas.
Apa saja media komunitas itu?
Media komunitas dapat berupa radio, Koran selembar (Kobar), maupun program internet desa. Maryam pegiat radio komunitas asal Jawa Barat mengakui bahwa radio komunitas yang diikutinya sudah menerapkan prinsip-prinsip keadilan gender. Siaran yang dibuat di radio komunitasnya sudah banyak memasukkan program-program bagi perempuan. Pun termasuk dengan struktur dalam radio komunitas yang sudah melibatkan perempuan.
Namun bagi Ade Tanesia dari Combine Resource Institute (CRI) media-media komunitas memang tidak terlalu mudah untuk melibatkan perempuan, karena sifatnya yang sampingan. “Perempuan sering dipertanyakan dari mana karena pulang malam, padahal radio komunitas sering disela-sela kesibukan atau malam hari,”ujarnya.
Sebaiknya radio komunitas lebih bekerja keras untuk meningkatkan program perempuan agar memperlebar akses. “Nggak gampang untuk radio komunitas mengarusutamakan gender, tapi tidak mungkin untuk tidak bisa,” kata Ade.
Sebenarnya harus ada strategi agar serius menjalaninya, semisal lewat posyandu yang meibatkan ibu-ibu. Pengarusutamaan gender dalam media komunitas sebenarnya adalah memasukkan informasi dalam perencanaan penyusunan, pelaksanaan, serta pemantauan kebijakan dan program. “Kecendrungan yang muncul, perempuan cenderung dipinggiran baik dalam proses pengelolaan maupun program-programnya,” ujar Titik Istiawatun dari Mitra Wacana.
Titik mengatakan bahwa pengarusutamaan gender dalam media komunitas dinilai dari dua, yaitu kelembagaan dan program-program di dalamnya. Keterwakilan dalam pengurusan, prespektif gendernya pengurus, dan aturan mainnya harus berprespektif gender. “Dalam program-programnya harus mempertimbangkan isu-isu perempuan, bahasa yang bias gender, sejauh mana program radio dapat diakses, sampai pada manfaat-manfaat yang bisa diambil perempuan,” imbuh Titik.
One thought on “Pengarusutamaan Jender di Media Komunitas”