Potensi tapi Banyak Kendala

Oleh Agus Sasongko

Presiden Asosiasi Radio Komunitas se-Dunia (AMARC), Steve Buckley menyempatkan diri berdialog dengan pegiat radio komunitas (rakom) di Yogyakarta. Steve bertindak sebagai narasumber “Dialog Stakeholders Penyiaran Komunitas Yogyakarta” pada 29 April 2004 di Griya KR. Acara yang diselenggarakan COMBINE Resource Institution ini menghadirkan 35 peserta yang terdiri dari pengelola rakom di Yogyakarta, anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Propinsi DIY, ornop, akademisi dan media massa.

Dalam kesempatan itu Steve memaparkan pengalaman rakom anggota AMARC di sejumlah negara. Menurut Steve, potensi rakom di Indonesia luar biasa. Namun saat ini rakom di Indonesia masih memiliki banyak kendala. Pertama, tumpang tindih regulasi, misalnya UU Penyiaran, UU Telekomunikasi, dan UU Otonomi Daerah. Kedua, terdapat lembaga regulator ganda yaitu KPI, Departemen Perhubungan dan Kementrian Kominfo.

Steve membandingkan kondisi tersebut dengan negara Inggris. Di Inggris penyiaran diatur lembaga yang mirip KPI. Namanya, Office of Communication (OFCOM). Wewenang OFCOM sangat besar, misalnya mengelola alokasi frekuensi dan menyesuaikan segala aturan berkaitan penyiaran yang telah ada sebelumnya. Bahkan OFCOM juga mengelola dana masyarakat melalui pajak yang disalurkan untuk subsidi rakom. Untuk itu OFCOM didukung 1.000 orang staf.

Masalah yang dihadapi rakom di Indonesia memang sangat rumit. Sebagai langkah awal pembenahan, Steve menyarankan agar KPI berperan lebih besar dalam dunia penyiaran Indonesia, terutama dalam pengalokasian frekuensi.

Dalam diskusi tersebut Steve juga menjelaskan tentang organisasi AMARC yang berperan dalam mendukung perkembangan rakom di dunia. Meski definisi rakom di AMARC bersifat luas namun ada tiga hal pokok yang jadi batasan. Rakom harus berbasis komunitas, independen, dan tidak berorientasi mencari keuntungan.

AMARC bukanlah lembaga dana yang akan menyediakan bantuan keuangan bagi rakom. Peran strategis AMARC lebih kepada peran politis, karena sebagai lembaga jaringan internasional, AMARC memiliki kekuatan politis yang cukup besar. AMARC telah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sehingga AMARC bisa ikut menekan pemerintah yang tidak mendukung rakom.

Di Asia-Pasifik, ada tiga program prioritas AMARC. Pertama, membangun kesadaran pentingnya sistem komunikasi berbasis komunitas. Kedua, membangun kerjasama advokasi rakom sedunia. Ketiga, membangun kapasitas pengelola rakom.

Seorang peserta usul agar AMARC memberi tekanan yang lebih keras pada pemermtah Indonesia agar mengakomodir kepentingan rakom. Usul lainnya, AMARC diminta untuk mempromosikan program rakom kepada pihak donor untuk menyelenggarakan program di Indonesia. Ada juga peserta yang meminta AMARC membantu pengorganisasian rakom di Indonesia.

Menanggapi beberapa usulan tersebut, Steve mengatakan bahwa kunjungannya ke Indonesia juga dalam rangka pendekatan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam regulasi penyiaran di Indonesia, misalnya dengan KPI, Ornop, dan Unesco.

“Namun peran terbesar AMARC adalah menyusun dokumentasi mengenai perkembangan rakom di seluruh dunia, termasuk soal advokasi dan regulasi, sehingga bisa menjadi bahan belajar dan menginspirasi pihak lain yang memiliki masalah yang sama, termasuk di Indonesia,” ujar Steve.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud