Bagi banyak orang radio komunitas memang barang baru. Jadi jangan salah kalau pertanyaan “apa bedanya radio komunitas sama radio biasa”, atau “apa sih radio komunitas”, seringkali terdengar. Nan, seiring dengan advokasi radio komunitas, jaringan radio komunitas pun mulai berbenah. Diskusi-diskusi diintensifkan. Pertemuan-pertemuan pun dijalankan. Alhasil, kini jaringan radio komunitas sudah menyepakati konsep Dewan Penyiaran Komunitas. Konsep ini memang baru. “Dan pembicaraannya belum masuk ke operasional,” ujar Doni dari JRK. Berawal dari kebutuhan mengawal orientasi radio komunitas yang tetap berpihak pada komunitas lah konsep ini digulirkan.“Paling tidak ia bisa mengontrol isi, dan pengelolaan, termasuk urusan teknis supaya tetap berada dalam koridor radio komunitas,” ujar Doni. Misalnya saja, dari mulai soal daya jangkau, pendanaan sampai soal isi. “Kalau ternyata isinya tidak berpihak pada komunitas, ya Dewan ini yang akan mengingatkan,” paparnya. Idealnya, dewan penyiaran komunitas ini bias menjadi miniatur heterogenitas dan ‘ keterwakilan. Wewenangnya bermcam-macam, dan mulai menetukan isi materi penyiaran komunitas, membentuk badan pelaksana, mengawasi badan pelaksana sampai meminta masukan kepada komunitas tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyiaran komunitas. Anggotanya harus merupakan representasi dari kelompok-kelompok masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Kelak, dewanini akan menjadi bagian integral dari lembaga penyiaran komunitas termasuk badan pelaksanaanya.
Dewan Penyiaran ini juga menjadi solusi bagi radio-radio ‘hobby’ yang kemudian ingin banting stir menjadi radio komunitas. “Nggak bisa lah ngaku-ngaku, kan ada kriterianya, radio komunitas itu apa,” kata Doni. Tak memenuhi kriteria, ya nggak bisa diberi label radio komunitas. Nah, Dewan Penyiaran inilah yang bisa jadi penjaga gawang.”Supaya tetap berorientasi pada komunitas,” katanya.
Kriteria radio komunitas memang bukanlah halyang ‘kaku’, paling tidak untuk sekarang. Tapi ada beberapa hal yang harus menjadi catatan. Misalnya saja, soal daya jangkau yang terbatas. “Biasanya satu desa, paling banter satu kecamatan,” tukas Doni. Luasnya daya jangkau ini ditentukan dari faktor geografi dan demografi. Untuk daerah pelosok, dengan penduduk yang hanya seribu satu desa tentu sangat memungkinkan lingkup siarnya mencapai satu kecamatan. Apalagi buat wilatah yang RRI pun tak bisa ditangkap siarannya. Tentu kehadiran radio komunitas sangat berarti. Yang kedua, adalah pertanggungjawaban terhadap komunitas, baik dari soal isi, pendanaan maupun pengelolaan. Meski kepemilikannya pribadi keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan mutlak diperlukan.
Tengok saja yang terjadi di Ciperdanta, Tanjung Sari, Sumedang. Perangkat radio itu dibeli dengan modal sendiri oleh Pak Iwan, salah seorang penduduk desa.Tapi kemudian ia bertekad menjadikan ra-dionya sebagai radio komunitas. la pun mengundang beberapa tokoh masyarakat berdiskusi. Warga pun kemudian ikut terlibat mengelola dan mengawasi isi siarannya. Belaka-ngan ia merelakan radio miliknya dipakai oleh masyarakat Ciperdanta. Dan kini berlabel Radio Forum Ciperdanta. Karena bentuknya bersifat informal, forum ini juga belum integral dengan pengelolaan radio komunitas.
Cara lain yang lebih ideal, ya dengan membentuk Dewan Penyiaran Komunitas. Dewan Penyiaran Komunitas ini yang kemudian mengawasi supaya radio komunitas tak melenceng dari jalur. Karena masih baru tidak banyak radio yang melaksanakan. Radio Rasi Cisewu mulai mengujicobakan konsep ini. Sedang Serikat Petani Pasundan yang baru saja merancang pembangunan radio komunitas, juga mulai merancang pem-bentukan Dewan penyiaran Komunitas. Harapannya, dengan Dewan penyiaran Komunitas, radio komunitas bisa benar-benar berorientasi pada komunitas. dan tentu saja berpihak pada komunitas.