Radio komunitas di Cirebon yang dulu sekadar menyebarkan informasi sudah berkembang menjadi pengawas pelayanan masyarakat. Mereka bahkan terjun langsung membantu mengatasi berbagai persoalan, di antaranya pendidikan, kesehatan, dan perdagangan manusia.
Radio komunitas milik Pesantren Buntet, di Buntet, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, misalnya, setahun terakhir mulai terlibat langsung mengawasi berbagai proyek bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin, dari P2KP hingga Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat, Combine.
Menurut Rovan, pengurus radio komunitas Buntet yang ditemui pada Minggu (27/6), dari hasil pengawasan, ternyata banyak bantuan yang tidak tepat sasaran.
Dari temuan radio komunitas Buntet di bidang PKH, dari 22 anak di satu sekolah yang terdaftar menerima program itu, hanya satu orang yang benar-benar bersekolah di sekolah tersebut. “Data anak yang lain tidak sesuai dengan alasan salah kode. Ini masih kami selidiki karena janggal. Institusi terkait sudah kami desak menjelaskan persoalan tersebut,” kata Rovan.
Tak hanya soal pengawasan bantuan pemerintah, soal kepengurusan kartu tanda penduduk (KTP) pun menjadi perhatian radio komunitas. Menurut Rovan, di lingkungannya, mengurus KTP bisa mencapai empat bulan dan belum ada perbaikan pelayanan sama sekali.
Dalam hal pengawasan, radio komunitas juga bekerja sama dengan radio komunitas lain untuk ikut menangani persoalan masyarakat. Radio komunitas Buntet, misalnya, terlibat menyelesaikan persoalan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat dengan Bilik Radio Komunitas di Indramayu.
Dari hasil pengawasan itu, radio-radio komunitas yang eksis bisa menekan pelaku atau pemangku jabatan di bidang terkait untuk bertanggung jawab dalam menjalankan program yang mereka pimpin.
Pusat belajar
Selama ini radio komunitas juga berkembang menjadi salah satu pusat belajar warga. Radio komunitas Q-Lan di Desa Klayan, Kecamatan Gunungjati, Cirebon, misalnya, menyediakan perpustakaan yang bisa diakses masyarakat umum. Mereka bahkan menjadi penggerak pelayanan kesehatan masyarakat seperti posyandu.
T Biharto, ketua radio komunitas Q-Lan, mengatakan, radio komunitas tak bisa berkembang tanpa peran warga. Ia mengatakan, Q-Lan eksis karena perhatian warga sangat tinggi terhadap keberlangsungan radio dan fungsi radio. Bahkan, ujar Biharto, sejak awal warga ikut membentuk radio komunitas itu. “Selama ini Q-Lan dibangun secara swadaya. Dana awal saat itu Rp 15 juta dari sumbangan warga dan warga masih mendukung dengan donasi mereka sehingga radio ini bisa beroperasi hingga kini,” kata Biharto. (NIT)
Sumber: kompas.com 18 Oktober 2010