Bisa jadi ini adalah dampak dari otonomi daerah. Kalau di Jakarta, kebijakan soal radio komunitas masih belum di keluarkan. Di Yogyakarta keberadaan radio komunitas sudah mulai diakui. Baik dari pihak eksekutif sampai legislatif.
Tengok saja, di Yogyakarta deklarasi Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta bahkan digelar di aula DPRD Yogyakarta. Tak cuma itu, radio Desa Wiladeg bahkan diresmikan oleh Bupati Gunung Kidul KRT Harjo Hadinegoro, berbarengan dengan acara Rasulan atau bersih desa Wiladeg di Gunung Kidul, 28 Juni silam. KRT Harjo Hadinegoro pun menyambut positif keberadaan Radio Desa Wiladeg ini. “Terus terang saya secara pribadi dan selaku pimpinan daerah menyambut positif, karena ini merupakan salah satu upaya mengkomunikasikan kondisi Gunung Kidul seluruhnya,” katanya. “Bahkan kalau perlu radio ini bersama dengan radio-radio yang lain bisa datang ke Pemerintah Daerah Gunung Kidul sebagai upaya penyebarluasan informasi mengenai keadaan Gunung Kidul sesungguhnya kepada masyarakat,” tambahnya lagi.
Pengakuan terhadap radio komunitas, dari banyak pihak jelas menguntungkan. Karena itulah, meski belum berijin, secara de facto keberadaan radio komunitas sudah diatur. “Termasuk pembagian frekuensinya,” ujar Gepeng. Ini adalah hasil kompromi yang didapat Jaringan Radio Komunitas dengan Balai Monitoring Frekuensi Yogyakarta. Kini, radio komunitas di Yogyakarta bisa menempati 20 kanal frekuensi yang ada. Di Yogya sendiri dengan spasi 350 khz, ada 62 kanal yang tersedia, dan sudah dipakai oleh radio komersial di Yogyakarta. Nah, diantara 62 kanal tersebut, ada 20 kanal yang digunakan oteh radio komersial di Jawa Tengah yang kebetulan berbatasan dengan Yogyakarta. “Nah, 20 frekuensi Itulah yang bisa dipakai radio komunitas,” ujar Gepeng lagi. Dengan daya jangkau yang terbatas, 20 frekuensi tersebut bisa dipakai ulang oleh beberapa radio komunitas sekaligus. “Asal jaraknya aman, tidak saling mengganggu,” kata Gepeng lagi. “Syaratnya, radio komunitas nggak boleh pakai frekuensi radio swasta yang berbasis di Yogyakarta,” tegas Gepeng.
Solusi itu bisa digunakan untuk sementara, ketika advokasi UU Penyiaran sedang dilakukan Kalau advokasi gagal? Tak perlu takut. Kalau pun terjegal UU Penyiaran, Bupati Gunung Kidul menunggu masukan dari radio-radio komunitas mengenai rancangan draf t Perda inisiatif daerah mengenai pengaturan radio komunitas. “Pada prinsipnya kita mendukung, Jadi nanti coba bikin surat ke Bupati tembusannya DPRD, lalu nanti, kita akan menindak lanjuti. Kalau nanti memang bisa diatur dalam Perda, kita akan mencoba mengaturnya,” tandas Bupati lebih lanjut. Dan siapa tahu tak cuma Gunung Kidul yang bersedia membuat Perda.