Oleh Basri Andang
Radio komunitas memang sebuah kekuatan media yang luar biasa. Sifatnya yang cair membuatnya bisa berada di mana saja dan bisa didirikan oleh siapa saja, tanpa pandang bulu. Di Makasar, radio komunitas juga hadir di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) . Melayani beragam kelompok masyarakat yang kegiatan kesehariannya sangat bergantung pada TPAS. Mereka adalah pencari sampah (payabo= bahasa Makassar), pembeli (pattimbang-timbang), pengemudi truk, sampai pada penjual es cendol. “Bagi pak Supir yang lagi beristirahat. Baring-baring di mobil. Juga yang lagi asyik menikmati segarnya es cendol. Selamat menikmati lagu-lagu Bugis-Makasar.” Suara merdu penyiar Radio Teras FM menghibur para supir yang lelah sehabis mengangkut sampah. Tidak lupa juga, penyiar TERAS mengingatkan para supir yang sudah beristirahat siang untuk melanjutkan kembali tugasnya mengangkut sampah dari dalam kota.
Sejak tahun 2004, beragam kelompok masyarakat yang bermukim di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Tamangapa, di Kecamatan Manggala, Kota Makasar, kini bisa memperoleh hiburan dan informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tepatnya di bawah kolong sebuah Baruga (sejenis rumah yang dibuat khusus untuk pertemuan masyarakat) di seputaran jalan AMD Borong Jambu atau poros TPAS Tamangapa, Kecamatan Manggala Kota Makassar, studio Radio TERAS beroperasi setiap harinya.
Radio yang didirikan oleh Yayasan Pabbata Ummi (Yaptau) Makassar ini, sangat sederhana. Dari luar, studio ini terlihat seperti ‘kampus’ (kamar tempat kumpul anak muda yang dibuat di bawah kolong rumah). Hanya sebuah tulisan Radio Community FM Makassar yang tertulis di pintu menjadi penanda kalau ruangan itu adalah sebuah studio radio.
Sebelumnya memang tiga nama yang melekat pada radio ini, yaitu Radio Community (RC) Makassar FM, Radio Suara Pemulung (RSP), dan terakhir Radio TERAS (Termpat Rakyat Bersuara). Masing-masing nama tersebut memiliki latar belakang. Pada awal berdirinya, 19 Juni 2004, radio ini bernama Radio Community (RC) Makassar yang mengudara di frekuensi/gelombang 94,80 Megahertz. Lebih akrab dengan sebutan RC FM 94,80 Mhz. Penamaan RC FM karena memang radio tersebut didirikan sebagai radio komunitas untuk mengusung kebutuhan komunitas pemulung sampah di TPSA Antang dan sekitarnya.
Pada acara Semiloka Radio Komunitas di Hotel Bumi Asih (Februari 2005) yang dilaksanakan JURnal Celebes bekerja sama dengan Yayasan TIFA Jakarta lalu yang diikuti 30 penggiat radio komunitas di Sulsel-Sulbar. Para penggiat radio komunitas se Sulsel-Sulbar itu kemudian melekatkan nama baru bagi RC FM, yaitu Radio Suara Pemulung, agar lebih mudah mengingat dan menghindari salah sebut. Junardi, staf Yaptau, yang untuk sementara memegang kendali manajemen RC FM tidak keberatan dengan sebutan yang diberikan oleh para penggiat radio.
Kemudian nama Radio TERAS FM merupakan nama baru yang disepakati bersama oleh pengelola radio yang berlokasi di TPAS Makassar ini. TERAS berarti Tempat Rakyat Bersuara. Makin cocoklah dengan eksistensinya sebagai media hiburan, informasi dan komunikasi bagi masyarakat pemulung dan sekitarnya. Kini dari ruang kecilnya, para penyiar Radio TERAS FM menjalankan tugasnya menjumpai komunitasnya di udara.
Mulai pagi hari, sudah menjadi semacam komitmen bagi para penyiarnya untuk menyapa beberapa anggota komunitas bermukim di sekitar TPAS Tamangapa itu. Jika melihat buku pendengar, maka bisa diketahui kelompok masyarakat, bahkan nama-nama pendengar Radio Teras FM. Ada kelompok pembeli sampah plastik dan besi, di antaranya Daeng Rosma, dan Hj Nambung. Ada Daeng Sayang, dan Daeng Bakri dari kelompok pemulung sampah (Payabo). Begitu juga Daeng Ngunjung yang setiap harinya bekerja di pabrik pupuk hasil olahan sampah.
Betapa indahnya pagi hari ketika warga masyarakat mendengar namanya disapa. Titin, penyiar Radio TERAS FM, mengungkapkan bahwa warga bisa langsung menegur penyiar yang lupa menyapanya atau mengirimkan lagu Makassar kesukaannya. ”Mereka bisa ngambek beberapa hari kalau namanya tidak disapa. Tetapi mereka senang sekali, kalau teman-teman menyapa mereka dan memberi semangat agar usahanya sukses,” ujar Titin.
Untuk melayani interaktif antara kelompok pendengarnya, pengelola radio TERAS FM menyediakan sebuah pesawat telepon Flexi. Selain mereka bisa kirim ucapan dan pesan lagu pakai sms, juga bisa menelpon langsung yang dikendalikan oleh penyiar.
Tidak jauh dari studio TERAS, berdiri sebuah klinik kesehatan sederhana yang juga didirikan atas prakarsa Yayasan Pabbata Ummi (Yaptau) Makassar untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi wilayah TPAS ini.
Peran Radio TERAS FM dalam membantu pelayanan kesehatan dasar masyarakat setempat dan sekitar TPAS dilakukan dengan cara menginformasikan jadwal pelayanan klinik selama tiga kali sepekan, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Khusus untuk hari-hari tersebut, TERAS FM menyediakan program siaran khusus Info Kesehatan selama tiga jam. Dimulai pada pukul 15.00 hingga 18.00 WITA. Pentingnya program siaran ini karena aktivitas pemulung setiap harinya sangat rentan dengan penyakit.
Di samping masalah kesehatan, salah satu sasaran dari Radio Teras adalah memberikan informasi yang mendukung keberlanjutan pendidikan anak-anak pemulung sampah. Informasi seputar pendidikan adalah informasi yang membangun kesadaran orang tua dan anak-anak bahwa sekolah itu penting, dan menghimbau agar terus bersekolah. Radio Teras dijadikan sebagai media kampanye pendidikan anak-anak. Selain kampanye pentingnya pendidikan formal, Radio Teras aktif mengkampanyekan hak-hak perlindungan anak. Untuk soal ini, hampir semua pengelola Radio Teras sudah mengikuti Konvensi Hak Anak (KHA), bahkan beberapa di antaranya sudah dilatih Penegakan Konvensi Hak Anak. Setiap penyiar yang bertugas pada acara pendidikan hak anak selalu menyampaikan secara langsung materinya, dan kadang mereka saling sharing (membagi) pengalaman Jika ada kasus kekerasan terhadap anak, penyiar Teras membantu mengkampanyekan. Untuk program advokasi hak anak, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulsel dan beberapa aktivis pendamping anak di Makassar sudah menyampaikan kesiapannya mengisi acara, tapi sampai sekarang rencana itu belum terealisasi.
Diusianya yang baru memasuki satu tahun ini, keberadaan radio yang kemudian diberi nama Radio TERAS atau Tempat Rakyat Bersuara telah menunjukkan eksistensinya untuk melayani kebutuhan informasi bagi komunitas pemulung sampah dan masyarakat yang aktivitasnya terkait langsung TPSA. Bahkan untuk memperkuat informasinya, Radio Teras berencana untuk membuat program perempuan. Junardi, pengelola Teras, telah mengajak personil Forum Pemerhati Masalah Perempuan (FPMP) Makassar, Husaemah Husein aktivis Solidaritas Perempuan Indonesia (SPI) Sulsel, untuk ikut berbicara dalam program tersebut. “Respon mereka positif, tapi mungkin belum ada waktu yang tepat untuk membicarakannya secara serius,” ungkapnya. Hal yang tampak nyata dari Radio Teras adalah semangatnya untuk melayani komunitasnya. Kunci penting untuk keberlanjutan sebuah radio komunitas.***
(Basri Andang, Anggota Jurnal Celebes)