Persoalan pembajakan (piracy) masih terus menghantui perjalanan industri kreatif dalam negeri. Berbagai cara yang dilakukan untuk menekan angka pembajakan tak menyurutkan nyali para pembajak. Nilai kerugian yang ditimbulkan atas peredaran piranti lunak bajakan terus meningkat. Bahkan, pada 2010, untuk Indonesia nilai kerugiannya bisa menembus angka USD 1 miliar atau 9,8 triliun rupiah. Wow!
Demikian pendapat Kepala Perwakilan Business Software Alliance (BSA) Indonesia, Donny A. Sheyoputra (29/11/2010) sebagaimana diberitakan oleh detik.com. Berdasarkan data dari BSA, saat ini Indonesia menempati peringkat ke 12 negara-negara pengguna piranti lunak bajakan. Di 2009, tingkat penggunaan piranti lunak bajakan meningkat menjadi 86 prosen dari tahun sebelumnya yang berkisar 85 prosen. Donny mengartikan dari 100 piranti lunak yang diinstal ke komputer, sebanyak 86 di antaranya bajakan.
Besarnya kerugian dihitung dari melonjaknya jumlah penjualan personal komputer (PC) di pasar lokal yang bisa mencapai 3 juta unit per tahun. Bagi Donny, semakin tinggi permintaan PC, semakin tinggi pula permintaan piranti lunaknyanya. Artinya semakin tinggi pula peluang sebuah piranti lunak dibajak.
Sementara itu, Pegiat Open Source Yogyakarta, Yossy Suparyo, melihat data yang disampaikan Donny itu menyesatkan. Menurut Yossy, angka 9,8 triliun rupiah itu tidak tepat bila disebut sebagai kerugian sebab kenyataannya adalah kehilangan keuntungan (loss benefit). Kehilangan keuntungan berbeda dengan kerugian, penyebabnya bukan semata-mata pembajakan, ada faktor lain yang menyebabkan para pengusaha piranti lunak berbayar tidak bisa meraih keuntungan, misalnya gerakan open source yang semakin kuat dari tahun ke tahun.
Lebih lanjut Yossy mempertanyakan kesahihan data BSA. Bisa juga dari 100 piranti lunak yang diinstal ke komputer, sebanyak 86 di antaranya menggunakan open source. Hal ini menandakan tingkat ketergantungan Indonesia pada piranti lunak berbayar tidak lagi besar.
“Andainya, data yang disampaikan Donny benar, lalu pembajakan dapat ditumpas, yang terjadi adalah praktek eksploitasi makin meningkat. Ada aliran dana sebesar puluhan triliunan rupiah setiap tahun hanya untuk belanja piranti lunak. Bahaya!” ujar Yossy.
Yossy mengajak para pengguna komputer untuk menggunakan piranti lunak open source. Piranti lunak open source sangat handal dan didistribusikan secara gratisan. Nilai tambah yang didapat oleh pengguna open source sangat banyak, seperti andal tangani virus, bisa mempelajari kode sumber pemrogramannya, serta bisa melakukan pemaketan dan mendistribusikan. Sebaliknya, meskipun sudah membayar mahal untuk mendapatkan pirantinya, pengguna piranti lunak berbayar tidak bisa mempelajari kode sumber pemrograman dan mendistribusikannya.