Bertahun-tahun terganggu oleh sampah yang menggunung di tepi anak Kali Cikapundung, warga RW 11 Kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung berusaha mencari berbagai cara mengatasinya. Salah satunya mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Meskipun belum banyak memberi-kan keuntungan, setidaknya ada enam orang warga mendapatkan lapangan kerja.
Hingga tahun 1997,. warga Kelurahan Cibangkong pusing dengan sampah yang menggu-nung di pinggir anak Kali Cikapundung. Selain ddak enak dilihat karena berser-akan, tumpukan sampah yang terletak di RW 11 ini menebarkan bau busuk yang menyengat hidung. Di dalam lingkungan perumahan, warga juga kesulitan untuk mengelola sampah karena banyak gagang begitu sempit sehingga tidak bisa dilewari gerobak sampah.
Dengan bantuan dari Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, warga dengan bekerjasama dengan Asosiasi Permukiman Koop-eradf (ASPEK) memulai upaya-upaya untuk mengatasi masalah sampah ber-sama beberapa masalah lainnya, antara lain masalah banjir, rusaknya jalan lingkungan, dan masalah lingkungan lainnya. Dengan terlebih dulu mengorganisir diri, warga RW 11 Cibangkong memasang 150 buah tong sampah di semua RT. Untuk pengangkutannya warga membuat dua gerobak sampah dan tong sampah beroda yang dikelola dengan iuran warga.
Untuk mengatasi sampah yang menumpuk di pinggir kali, forum warga meminta bantuan PD Kebersihan untuk pengadaan kontainer sebagai tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dan mengangkutnya secara rutin setiap minggu. Sayangnya truk sampah PD Kebersihan tidak melakukan pengangkutan secara rutin. Beberapa kali warga protes dulu baru diangkut.
Warga mencari cara lain, dan salah satunya diputuskan mengelola sampah menjadi pupuk kompos. Melalui kerjasama dengan Puslitbangkim, Lembaga Perwakilan Warga (LPW) RW 11 mengutus lima orang pemuda untuk belajar pada selama tiga bulan. Pada bulan Juli 1998 mulailah upaya pembuatan kompos. Dalam tiga bulan pertama, sampah yang dikomposkan sebanyak 50 kilogram seminggu, hasilnya dibagikan kepada warga untuk memupuk bunga di rumah masing-masing. Hampir semua warga yang mencoba menggunakan kompos produksi warga Cibangkong mengatakan bunganya menjadi makin sehat dan subur. Jumlah produksi pun ditingkatkan. Dengan pinjaman modal dari program Pemulihan Keberdayaan Masyarakat (PKM) warga membeli alat pencacah sampah yang bisa mencacah sampah sampai 2 kuintal dalam sehari. Kini daya produksi kompos warga RW 11 Cibangkong telah mencapai satu setengah ton dalam satu minggu.
Mulai akhir 1999, kompos Cibangkong dipasarkan secara luas dalam kemasan plastik ukuran 3 dan 5 kilogram masing-masing seharga Rp. 1.500 dan Rp. 2.500. Awalnya penjualan dilakukan dengan menitipkannya pada para pedagang kembang yang sangat banyak di kota Bandung. Selain itu juga bekerjasama dengan LSM yang mendampingi kelompok-kelompok petani di Jawa Barat yang sedang melaksanakan program penataan produksi pertanian. Beberapa kali malah ikut promosi dalam pameran teknologi pertanian. Mendapatkan infbrmasi bahwa pada tanggal 8 Oktober 1999 ada pameran produk dan teknologi pertanian di Kawasan MonumenJawa Barat di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, warga membuat persiapan untuk mempromosikan pupuk organik Cibangkong.
Di awal tahun 2000 pupuk organik produksi forum warga Cibangkong mulai digunakan oleh petard padi di kawasan Cicalengka, 20 kilometer arah timur Kota Bandung. Hasilnya, satu hektar sawah bisa menghasilkan 8 ton gabah. Salah seorang petani membera-nikan diri menjadi distributor tunggal Kompos Cibangkong di Cicalengka.
Datang juga permintaan dari pihak lain, sebanyak 10 ton tiap satu minggu. Hanya saja, menurut Suharjiman koordinator produksi kompos, permintaan ini belum bisa dipenuhi, karena teknologi yang digunakan untuk mengolah sampah menjadi pupuk kompos masih terbatas,. “Diperlukan alat pencacah yang lebih hebat. Belum terbeli, mahal,” katanya. ***