Oleh Biduk Rokhmani
Remaja melek TI ternyata tidak hanya dimonopoli para pelajar yang bersekolah di sekolah umum. Namun ternyata di asrama pondok pesantren pun para santrinya juga melek internet. Salah satunya di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam, Surakarta yang terletak tepat di utara kompleks kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).Teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) telah menjadi materi pelajaran komputer yang diajarkan di Assalaam bahkan sebelum diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tahun 2004 sebagai kurikulum nasional. Di Assalaam, sejak lama materi komputer telah dikenalkan kepada santrinya sebagai kurikulum muatan lokal. Namun sejak Depdiknas memberlakukan KBK, materi pelajaran komputer telah masuk menjadi kurikulum resmi di sekolah berbasis pesantren yang mengakomodasi siswa dari tingkatan Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Takhasush (Tks), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ini.
Hal itu dikuatkan dengan adanya dana hibah dari Diknas pada akhir tahun lalu sebesar Rp 300 juta guna melengkapi peranti laboratorium komputer dan multimedia lengkap (termasuk webcam, akses internet, lcd monitor, lcd proyektor) yang sebelumnya memang sudah ada sekitar 30 unit. “Dana itu kami alokasikan untuk membeli 40 unit komputer baru yang semuanya terkoneksi internet, supaya santri dan para staf pengajar yang hendak memanfaatkan laboratorium komputer tidak perlu saling menunggu karena keterbatasan sarana. Kalau dikualifikasi sarana laboratorium di sini kelasnya A plus,” Jelas Kepala Sub Data dan Informasi Ustadz Muhamad Qowi.
Malahan, untuk mendukung sarana belajar-mengajar di kompleks pesantren itu semua komputer di seluruh ruangan pondok telah dikoneksikan ke internet. “Tidak hanya komputer yang ada di laboratorium komputer dan multimedia melainkan semua komputer yang ada di ruangan guru dan pengelola pondok telah terkoneksi internet. Hal itu agar memudahkan mereka mengakses TIK secara cepat dan mudah,” terangnya.
Selain sebagai mata pelajaran wajib di sekolah, TIK juga menjadi salah satu kegiatan ekstrakurikuler di pondok yang memiliki 2.051 santri (terdiri atas 1.071 santriwan dan 980 santriwati) itu. Sebenarnya, di Assalaam ada dua macam kegiatan ekstrakurikuler, yakni kegiatan wajib pondok (harus diikuti seluruh santri) dan sunnah (bisa memilih). Baik kegiatan wajib maupun sunnah waktu dan jadwalnya telah diatur secara bergiliran antara putra dan putri. Di sela-sela jam belajar-mengajar, tiap hari Senin dan Kamis merupakan kegiatan wajib berupa muhadloroh (belajar berpidato), sedangkan hari Sabtu dan Minggu merupakan waktu kegiatan pramuka. Kegiatan ekstrakurikuler lain yang bersifat sunnah yang merupakan kegiatan bakat dan minat, antara lain di bidang olahraga; seni; tilawah (seni membaca Alquran); tahsin (membetulkan bacaan) Alquran; tahfid (menghafal) Alquran; nasyid; mentoring; keputrian; beladiri; Sanpala; Karnisa; Perkisa (perkumpulan karya ilmiah santri assalaam); triple I; cyber club; dan Casa (club astronomi Assalaam), dilaksanakan pada hari-hari selain tersebut di atas. Untuk mengembangkan diri, dari hasil pelatihan dalam kegiatan-kegiatan itu masing-masing santri akan diberi kesempatan untuk mengikuti kejuaraan dan perlombaan yang diadakan di luar pondok baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional.
Cyber club
Nah, cyber club yang berada di bawah bidang Perpustakaan dan Teknologi (Pustek)salah satu divisi dalam OPPMIA (Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam, semacam OSISmerupakan ekstrakurikuler yang kegiatannya mengutak-atik segala permasalahan komputer, termasuk TIK-nya. “Sebenarnya cyber club itu untuk melengkapi program yang dijalankan Pustek, setelah Perkisa dan Casa, lantas kita berpikir kenapa tidak membentuk cyber club. Apalagi di sini sudah ada fasilitasnya, tinggal kita memanfaatkan fasilitas yang ada. Memang tenaga pengajar untuk bidang komputer masih kurang, tapi itu bukan kendala besar, yang penting ada kemauan,” kata Ufni Aqmarina Ghassani. Ufni yang santriwati kelas 10 SMA dan berasal dari Jakarta itu merupakan salah seorang penggagas cyber club. Ia mengaku sudah mengenal internet sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. ìDulu papa yang ngajarin bikin e-mail dan kasih tahu gimana cara browsing,î akunya. Pengetahuannya tentang internet dan komputer semakin diasahnya setelah masuk ke pesantren itu. ìSaya beruntung di sini disediakan sarana internet, meskipun ada batasan jam-jam pemakaian tapi lumayanlah bisa refreshing,î ujarnya. Cyber club sendiri, menurutnya, lebih untuk mengaplikasi teori-teori yang sudah didapatkan dari guru di kelas untuk mata pelajaran komputer. Namun begitu tetap ada kesepakatan dari seluruh anggota, mereka akan memperdalam teori dalam setiap kali pertemuan, misalnya, seminggu ini teori, lalu pertemuan seminggu berikutnya praktek, begitu bergantian. Oleh karena keanggotaan di club ini terbuka untuk semua santri dari kelas 7 MTs hingga 11 SMA/MA/SMK, maka di awal pertemuan, bersama-sama mereka mempelajari program-program sederhana. “Ya kita ngasih-nya media-media sederhana dulu, ada photoshop, coreldraw, atau powerpoint. Kita belajar yang benar-benar kita butuhkan kalau nanti kita sudah keluar dari sini. Setelahnya baru kita belajar membuat website dan HTML (Hypertext Markup Language),” paparnya.
Saat ini anggota cyber club hanya dibatasi hingga 30 orang. “Waktu kita buka pendaftaran anggota baru, peminatnya mencapai 50 orang, tapi karena dipikir tidak akan efektif jika terlalu banyak anggotanya, maka diadakan seleksi dan diambillah 30 orang itu,” jelasnya. Seleksi yang dimaksud adalah semacam tes untuk mengukur seberapa paham calon anggota baru itu terhadap komputer. “Pertanyaan yang diajukan mencakup program apa saja yang dikuasai. Misalnya, hardware apa saja yang dia tahu dan website itu apa. Jadi sebenarnya masih pengetahuan-pengetahuan dasar soal komputer,” ungkapnya. Selain itu, Ufni mengaku sering memanfaatkan sarana internet yang ada di sekolahnya untuk menambah wawasan dan sekadar having fun. ÌSaya seringnya buka yahoo search atau google untuk browsing negara-negara lain, seperti Jepang atau yang lainnya. Juga untuk mencari informasi seputar beasiswa sekolah ke luar negeri. Tapi porsi terbanyak sih untuk e-mail, buka friendster, dan chatting. Sekarang saya sedang belajar bikin blog,î tuturnya.
Dengan uang SPP sebesar Rp 600 ribu per bulan, pantaslah para santri di pondok pesantren yang didirikan oleh Yayasan Majelis Pengajian Islam Surakarta (MPI) pada tanggal 7 Agustus 1982, ini menikmati kelengkapan fasilitas yang jarang bisa ditemui di sekolah-sekolah umum yang lain.