Oleh Biduk Rokhmani
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi”. Kira-kira demikianlah tujuan dari proyek Partnership for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP) yang saat ini sedang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Development Programme (UNDP). Proyek ini telah dilaksanakan di 6 provinsi di Indonesia, yaitu di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua dalam bentuk telecenter atau pusat informasi dan kegiatan masyarakat berbasis internet. Harapannya di telecenter ini, masyarakat miskin dapat mengakses informasi, berkomunikasi dan mendapatkan layanan sosial, ekonomi dan pendidikan.Sebagai pilot project dari keseluruhan program ini maka didirikanlah telecenter e-Pabelan di kompleks Pondok Pesantren Pabelan, Muntilan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, pada tanggal 23 April 2004. Pemilihan Pondok Pesantren Pabelan sebagai pusat informasi bagi warga sekitar bukan tanpa alasan. Pesantren yang dipimpin KH Ahmad Mustofa itu memang telah menjadikan ponpesnya sangat lebur dengan masyarakat. Beliau sengaja memangkas pagar pembatas antara santri dan warga masyarakat sekitar. Santri diperbolehkan bergaul dan membaur dengan masyarakat sekitar pesantren, warga juga bebas keluar-masuk kompleks pondok. “Selama ini warga memang menjadikan pesantren sebagai pusat aktifitas dan informasi bagi masyarakat Desa Pabelan dan sekitarnya,” kata Nunun Nuki Aminten, Kepala Desa Pabelan yang juga istri KH Ahmad Mustofa.
Bisa jadi kedekatan antara pondok dengan warga inilah yang menjadi alasan didirikannya telecenter di kompleks pondok. Jadi baik warga maupun santri (pelajar, red) bisa bebas mengakses internet tanpa perlu sungkan karena warga kan juga sudah terbiasa keluar masuk pondok. Apalagi mereka cukup akomodatif dengan ide-ide baru. Selain itu ada semacam kepercayaan penuh dari warga kepada pihak pesantren,” ujarnya.
Tidak tanggung-tanggung, program telecenter ini menyediakan lima buah komputer yang semuanya telah tersambung ke jaringan internet, sebuah printer dan scanner. Juga disediakan telepon, fax, terutama untuk warga yang mempunyai usaha kecil menengah. Meski fasilitas yang diberikan cukup lengkap, Dra Istiatun, manajer telecenter e- Pabelan mengakui bahwa pelaksanaan proyek ini belum sepenuhnya maksimal. Kendala utamanya adalah keterbatasan warga dalam hal penguasaan bahasa dan belum biasa menggunakan komputer. “Terlebih lagi mereka masih enggan datang ke telecenter karena secara riil belum mendapatkan manfaat dari internet. Apalagi bagi masyarakat petani untuk mengakses internet itu kan cukup sulit. Mereka itu inginnya kalau memang ada manfaat dari internet ya harus mendapat keuntungan secara langsung,” jelasnya.
Padahal, telecenter yang biaya operasionalnya masih disubsidi oleh Bappenas-UNDP itu, telah menyelenggarakan kursus bahasa Inggris dan pelatihan internet secara gratis kepada warga yang tergabung dalam kelompok tani. Namun, sayangnya hingga sekarang ini baru kalangan pelajarlah -terutama santri di Ponpes Pabelan- yang lebih banyak memanfaatkan internet tersebut.
Sebenarnya, menurut Nunun, warga cukup antusias dengan kehadiran telecenter yang menempati ruangan seluas 7×12 meter itu. Terbukti ketika pengelola e-Pabelan membuka pendaftaran guna menyelenggaraan kursus bahasa Inggris secara gratis peminatnya membludak. “Baru diumumkan tiga hari saja, yang daftar sudah mencapai 230 orang. Padahal kami hanya sanggup menampung 60 orang peserta saja,” katanya.
Kecuali kursus gratis, untuk menarik minat warga berinternet, pengelola juga memberikan tarif yang cukup kompetitif. “Kami sudah mencoba memberi penawaran dengan harga yang sangat murah untuk mengakses internet itu khususnya bagi kelompok tani, tapi mereka tetap saja masih enggan datang ke telecenter. Untunglah sekarang sudah ada Pak Hardi (info mobilizer-consultant yang dikontrak Bappenas, red) yang bisa menjembatani kelompok tani dengan telecenter,” terang Istiatun. Info mobilizer-consultant adalah seorang pendamping lapangan yang berusaha memetakan ekologi komunikasi masyarakat. Mereka akan terjun berinteraksi dengan masyarakat setempat untuk identifikasi kebutuhan informasi masyarakat, meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya akses terhadap informasi, melaksanakan pelatihan untuk peningkatan kapasitas masyarakat dan mendorong masyarakat mengembangkan kegiatan perekonomiannya melalui fasilitas telecenter.
Tarif yang diberlakukan di e-Pabelan relatif lebih murah, per jam pengunjung hanya dikenakan tarif Rp 3.000, itu pun belum termasuk diskon. Yakni 20 persen bagi kalangan pelajar dan 50 persen bagi kelompok tani, serta 10 persen bagi masyarakat umum yang tergabung sebagai member telecenter e-Pabelan.
Adanya penawaran khusus tersebut ternyata cukup ampuh menarik minat pengunjung untuk mengakses internet. Dalam sehari tercatat rata-rata hingga 30 orang yang berkunjung ke telecenter yang buka dari pukul 09.00 hingga 22.00 itu. “Kalau sedang liburan malah bisa lebih banyak lagi, terutama para santri itu. Malahan warga sering nggak jadi nginternet karena harus antri,” ucapnya.
“Saya sering ke sini kok, untuk mencari informasi lowongan kerja. Di sini selain lebih dekat dari rumah juga tarifnya lebih murah daripada kalau harus ke Magelang,” tutur Tamim (22 tahun), warga Dusun Pabelan IV.
Keuntungan yang berhasil diperoleh dari operasionalisasi telecenter itu rata-rata tiap bulannya bisa mencapai Rp 1,5 juta. “Untuk biaya operasional telecenter ini kami bekerja sama dengan pihak Telkom. Seharusnya kan untuk biaya connect saja sudah mencapai Rp 5 juta, tapi kami dapat diskon jadi hanya membayar Rp 1.030.000 per bulan. Sisanya untuk bayar listrik. Rata-rata tiap bulan keuntungan bersih cuma Rp 100 ribu saja,” papar Istiatun.
Sedangkan untuk pengelola e-Pabelan (kecuali manager dan info mobilizer) semuanya bersifat volunteer yang tidak menerima gaji. Dari sektor pengentasan ke-miskinan bagi petani, keha- diran e-Pabelan memang masih belum bisa memenuhi target. Namun begitu, melesetnya target capaian itu bisa tertutupi dengan adanya antusiasme dari kelompok warga yang lain. Seperti pemahat batu dan pengrajin gasing yang intens mencari informasi tentang bahan-bahan dasar kerajinan yang harganya lebih murah. Malahan ke depan, mereka juga berencana ingin memasarkan hasil produksi mereka melalui internet.
Contoh nyata keberhasilan yang diperoleh dari adanya telecenter e-Pabelan itu juga dirasakan oleh Muhammad Khotim. Khotim yang warga asli Pabelan itu mendapat juara dua nasional tentang penyusunan CD pembelajaran untuk kategori guru. Khotim yang baru menguasai aplikasi komputer sejak adanya telecenter e-Pabelan itu berhasil menyingkirkan 150 peserta pesaingnya.
Khotim yang menyusun CD pembelajaran yang berjudul Sistem Pembelajaran Bahasa Arab itu berhasil memperoleh hadiah berupa uang sebesar Rp 5 juta. Selain itu berkat ketekunannya memanfaatkan fasilitas yang ada di telecenter, ia juga mendapat kesempatan mengikuti pelatihan aplikasi komputer di Korea yang disponsori oleh Microsoft Coorporation. Perlahan demi perlahan, telecenter e-pabelan tentunya akan memperlihatkan hasilnya. Mengentaskan kemiskinan memang bukan pekerjaan instan.