Oleh Rohman Yuliawan dan Biduk Rokhmani
Nasib orang siapa sangka. Pepatah itu nampaknya berlaku benar bagi Samsudin, warga Desa Kuripan, Kecamatan Kediri, Lombok Barat. Lelaki 30 tahun asli Sasak itu saat ini tengah mereguk ketenaran di kawasan Lombok B arat (Lobar) berkat lagunya Ndeq Kembe-kembe (dalam bahasa Indonesia berarti tidak apa-apa, red).Telah hampir setahun belakangan ini, Ndeq Kembe-kembe, lagu yang dikemas dalam bahasa Sasak itu wara-wiri mengudara di hampir seluruh radio komunitas (rakom) di wilayah Lobar. Lagu yang dicipta dan dibawakan sendiri oleh Samsudin itu tak hanya menarik minat pendengar rakom di wilayah Lobar saja, melainkan juga mampu menggaet banyak pendengar dari wilayah Lombok Tengah dan Timur. Bahkan dari kuantitas, jumlah request untuk lagu Ndeq Kembe-kembe di rakom berhasil mengalahkan kelompok musik tenar asal Bandung, Peterpan. Dalam sehari, sebuah rakom bisa menerima hingga 30 request yang khusus meminta diputarkan lagu Ndeq Kembe-kembe. Alhasil, seperti halnya lagu-lagu Peterpan syair lagu Ndeq Kembe-kembe juga banyak dihapal luar kepala oleh anak-anak kecil.
Menurut Samsudin, lagu yang berdurasi putar 4 menit ini mengangkat pesan perdamaian. “Kalau kita disakiti, jangan balas. Ucapkan Ndeq kembe-kembe, tidak apa-apa. Jadi semangatnya damai,” terangnya sembari menambahkan struktur lagunya meniru bentuk pantun tradisional Sasak yang bernama Inje Panje.
***
Adalah Lalu Adi, pengelola Rakom Suara Gunung Sasak (SGS), yang pertama kali berinisiatif mengajak Samsudin rekaman di studio radio yang terletak di halaman Balai Desa Kuripan tersebut. Dari hasil rekaman berkualitas sederhana itu oleh Rasidi (pengelola Rakom Bragi di Ampenan, Mataram) di-copy ulang dan di-mixing sehingga lebih enak didengar. Nah, Rasidilah yang kemudian aktif mendistribusikan hasil rekaman Ndeq Kembe-kembe itu ke rakom-rakom lain di Lobar.
Menurut Samsudin sendiri, lagu yang kini sangat tenar di rakom-rakom Lobar itu, mulanya diciptakannya untuk berjualan obat gosok. Memang, semula bapak dua anak kembar itu berprofesi sebagai tukang obat keliling yang khusus berjualan minyak gosok hasil ramuannya sendiri. “Lagu itu saya pakai untuk menarik minat pembeli agar tertarik membeli obat gosok ramuan saya. Saya membawakan lagu itu hanya pakai kendang yang saya bikin sendiri dari peralon bekas,” ujarnya sambil tertawa. Dia pun kemudian bergegas mengambil peralatan musiknya, kemudian mempertontonkan kemahirannya menggesut kendang dan meniup seruling.
Namun profesi sebagai penjual obat itu kini ditinggalkannya. Pasalnya, popularitas Ndeq Kembe-kembe yang tengah naik daun itu juga berimbas positif pada kehidupan Samsudin. Sekarang ini dirinya telah berubah menjadi artis lokal yang lumayan laris di wilayah Lombok. “Saking seringnya lagu itu diputar di rakom-rakom, orang kan juga semakin kenal dengan penyanyinya. Bahkan sudah hampir setahun berlalu, pendengar itu masih saja request minta lagu Ndeq Kembe-kembe. Sekarang kalau mau booking Pak Samsudin ini minimal harus order dulu dua minggu sebelumnya soalnya jadwal manggung dia sudah penuh sekali,” tutur Erwin (sapaan akrab Lalu Adi, red).
Ketenaran Ndeq Kembe-kembe melalui rakom, ternyata menimbulkan iri bagi pengelola radio swasta yang cukup besar di Lobar. Rupanya, para awak radio swasta kerepotan menghadapi banyaknya permintaan pendengar untuk memutar Ndeq Kembe-kembe, padahal mereka tidak memiliki rekamannya. “Radio Maya Pesona, River dan Gemini itu pernah bertekad mau membeli kaset rekaman Ndeq Kembe-kembe, bahkan mereka berani menawar dengan harga berapapun. Tapi saya nggak kasih, saya bilang belum bisa diedarkan karena masih harus nunggu ijin,” ucap Samsudin.
Merasa telah dibesarkan oleh rakom, Samsudin memang bertekad tidak akan menjual lagunya itu ke radio swasta. Meskipun dilihat dari nilai ekonomis dirinya bahkan sama sekali tidak menerima royalti atas pemutaran Ndeq Kembe-kembe di radio komunitas. “Mereka (rakom, red) telah cukup membuat saya dikenal di wilayah Lombok ini karena terlalu sering memutar lagu saya itu. Apalagi sekarang saya sudah bisa mencari penghasilan dengan diundang manggung untuk meramaikan berbagai macam acara,” katanya merendah.
Penghasilan dari manggung yang hampir tiap malam tidak pernah sepi order itu bisa mencapai Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu sekali manggung. Uang itu lantas dibagi secara merata dengan tiga orang rekannya yang tergabung dalam kelompok Bujang Bingung Landek Astaga, Grup Penginang Robek. Dengan alat musik sederhana, kelompok musik itu sering diundang hingga ke wilayah Utara.
Lagu-lagu yang dinyanyikannya pun beragam, sebab biasanya mereka memulai pentas sejak pukul 21.00 atau 22.00 WITA dan baru berakhir ketika menjelang subuh. “Kami sering juga memainkan lagu-lagu Melayu, seperti lagunya Rhoma Irama dan Mansyur S. Ndeq Kembe-kembe ini biasanya dijadikan gongnya pas puncak acara,” imbuhnya.
Soal teknik vokal, Samsudin mengaku dirinya sama sekali belum pernah belajar secara formal maupun ikut kursus. Lelaki berkulit gelap ini mengasah kemampuan olah vokalnya ketika menjadi pengamen pada tahun 1980-an. Ia rela naik-turun bus hanya untuk menyambung hidup. Tidak hanya di sekitar Lombok, namun wilayah operasinya dalam mengamen hingga ke Bali, Surabaya dan Banjarmasin. Profesi itu ditekuninya selama hampir sepuluh tahun, sebelum akhirnya ia memutuskan pulang kampung pada tahun 1990 dan beralih profesi sebagai penjual obat keliling.
Selain Ndeq Kembe-kembe sebenarnya Samsudin dan pihak Rakom SGS telah merekam lagu lain, yakni Salemor Ati Susah (artinya menghibur hati yang susah). Sayangnya lagu itu tidak bisa menyaingi
ketenaran Ndeq Kembe-kembe.
*****
Tidak hanya di Lombok, ketenaran Ndeq Kembe-kembe juga meluas hingga ke negeri tetangga, Malaysia. Awalnya ada seorang TKI yang sedang pulang kampung ke Lombok mendengar lagu pop berirama campursari dalam bahasa Sasak itu lantas merekam dan membawanya ke Malaysia. Sang TKI kemudian memperdengarkan hasil rekamannya itu ke komunitas TKI-nya yang mayoritas dari Lombok. Maklumlah, Lombok dikenal sebagai eksporter TKI yang cukup besar ke negeri jiran tersebut.
Adanya ikatan primordial terhadap bahasa dan tanah kelahiran itulah, lantas banyak TKI yang juga minta dikirimkan rekaman lagu Ndeq Kembe-kembe. “Kalau ada TKI dari Lombok yang sedang pulang kampung pasti minta rekaman lagu itu ke sini (Rakom SGS, red), pesenan teman-teman di sana katanya. Apalagi kalau di Malaysia kan sangat tidak mungkin mendengarkan siaran rakom dari sana, daya pancar kita yang sangat kecil inikan nggak nyampe sana,” terang Erwin.
Keberhasilan Samsudin rupanya menjadi inspirasi bagi para pemuda di Lobar untuk mengembangkan bakat musik dengan peralatan seadanya. Di Pemenang misalnya, muncul kelompok MP TIGA (Musik Pesona Gati Genya). Dengan berbekal dua gitar bolong ditambah galon air mineral, mereka telah merekam beberapa lagu yang kerap disiarkan di oleh rakom Pesona FM di Pemenang.