Ada 11 stasiun televisi di Indonesia, dan puluhan TV lokal di berbagai wilayah di Indonesia. Banyaknya stasiun televisi itu ternyata menyisakan sejumlah persoalan, yang tak kunjung mencerdaskan masyarakat. Orientasi media diduga tetap dipegang oleh penguasa media, yang berkolaborasi dengan aktor-aktor politik dan ekonomi pasar. Karena itu, sekarang ini mulai diupayakan adanya media lain sebagai media alternatif, televisi komunitas salah satunya.
Sebagai media partisipatif yang mensyaratkan keterlibatan komunitas di dalamnya.
Demikian yang mengemuka di Temu Nasional Televisi Komunitas Indonesia yang berlangsung di Desa Grabag, Magelang pada 17-20 Mei lalu. Puluhan penggiat televisi komunitas baik dari kalangan TV Komunitas, Akademisi, dan kalangan LSM yang peduli dengan TV Komunitas hadir di pertemuan ini. Kegiatan ini di gagas oleh Pokja TV Komunitas, Grabag TV, COMBINE Resource Indonesia (CRI), FFTV-IKJ dan lain-lainya. Adapun rangkaian kegiatannya dimulai dengan diskusi nasional tentang kurikulum studi Televisi di SMK, kongres pendirian Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia (ASTVKI) yang pertama, hingga diskusi tentang media literacy (melek media).
Selain berbagai rekomendasi, seperti pentingnya advokasi kebijakan terhadap TV Komunitas, kegiatan ini juga telah melahirkan organisasi baru yang bernama Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia. Deklarasi Asosiasi ini dihadiri tokoh-tokoh terkemuka, seperti novelis dan budayawan Ahmad Tohari, mantan Ketua Pansus UU Penyiaran DPR Paulus Widiatmoto, Ketua KPI Pusat Bimo Nugroho, dan puluhan aktifis media komunitas lainnya. Terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus adalah Mas Langgeng, dari TV Komunitas Bahurekso, Kendal, Jawa Tengah.
Mendorong Gerakan Media Literacy
Mukhotib MD, dari PKBI, salah seorang pemakalah dalam diskusi tentang TV Komunitas, menyoroti pentingnya media komunitas, seperti TV Komunitas ini untuk mendorong gerakan melek media (media literacy). Yaitu suatu kemampuan masyarakat untuk mengakses, mengevaluasi pesan yang diinformasikan, ditayangkan dan dan dijual kepada kita. Media litarcy juga berarti kemampuan untuk berpikir kritis, tentang apa yang melatari sebuah produksi media. Melalui gerakan ini diharapkan adanya penguatan civil society melalui kelompok-kelompok sosial yang ada. Sehingga diharapakan dapat memebangun struktur demokrasi yang lebih adil.
Hal senada diungkap oleh Yossi Suparyo menyatakan , upaya pengembangan televisi komunitas sendiri sejatinya adalah upaya untuk mewujudkan masyarakat melek media. Melek media sendiri seperti cermin, yiatu dari komunitas, oleh komunitas dan untuk komunitas.
Lebih tegas lagi, Ahmad Tohari, dalam orasi budaya yang menjadi penutup kegiatan tersebut menyebutkan bahwa perlunya perlawanan yang kuat terhadap hegemoni televisi komersial, melalui pendidikan yang luas di segala lapisan masyarakat. Sehingga sikap kritis masyarakat terbagun. Dan TV Komunitas adalah salah satu bentuk perlawanan itu.***
Sumber:
http://atvki.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=64:tv-komunitas-upaya-mewujudkan-masyarakat-melek-media&catid=36:opini&Itemid=62