Menggiatkan literasi di Indonesia masih menjadi tantangan, terutama di kawasan pedesaan. Hal ini terkait dengan minimnya akses terhadap buku yang menjadi salah satu faktor rendahnya minat baca.
Melihat hal tersebut, beberapa pihak mencoba melakukan inisiatif untuk berkontribusi meningkatkan literasi masyarakat. Beberapa di antaranya adalah Heni Wardaturrohmah, penggiat Forum Taman Baca Masyarakat (TBM) Yogyakarta, dan Susilo Widodo selaku Ketua Perpustakaan Desa (Perpusdes) Widodomartani, Sleman serta Jumadi selaku pengelola Radio Komunitas Wijaya FM Sleman. Dalam sebuah diskusi bertajuk Gerilya Pustaka dari Desa yang digelar oleh Combine Resource Institution (CRI) pada Kamis, (08/06), ketiganya bercerita tentang pengalaman mereka dalam mendekatkan buku kepada masyarakat.
Susilo Widodo misalnya. Melalui Perpusdes Widodomartani, pihaknya terus menggalakkan pengenalan buku kepada masyarakat. Menurutnya, perpustakaan memiliki peran yang penting dalam membangun literasi di suatu wilayah. Oleh karena itu, memberdayakan perpustakaan di desa menjadi penting. Hal inilah yang kemudian membuat Susilo berupaya agar perpustakaan menjadi sesuatu yang dapat ditonjolkan dari Desa Widodomartani. “Sebab, perpustakaan menjadi sumber informasi bagi masyarakat,” jelasnya.
Perpustakaan tidak hanya dibangun di kantor desa saja, namun juga di tempat-tempat lain. Susilo menjelaskan, saat ini setiap dusun di desanya wajib memiliki perpustakaan. Selain itu, perpustakaan juga dibangun dengan sederhana di masjid-masjid. “Setiap masjid punya pojok baca. Kami sediakan rak dan bukunya,” jelas Susilo.
Sekolah-sekolah pun tidak luput dari program perpustakaan tersebut. Salah satu kegiatan rutin harian dari Perpusdes Widodomartani adalah perpustakaan keliling ke lima sekolah yang ada di Desa Widodomartani. “Dalam kegiatan tersebut, buku yang dipinjam bisa mencapai 70 sampai 100 buku setiap harinya,” jelas Susilo. Selain program harian, mereka juga memiliki program triwulan, yakni dengan menyelenggarakan lomba-lomba seperti mendongeng dan menulis.
Upaya menggiatkan literasi tidak hanya berasal dari perangkat desa. Masyarakat sipil juga turut aktif dalam berkontribusi mengenalkan buku kepada masyarakat melalui TBM. Heni Wardaturrohmah memaparkan, beberapa TBM berawal dari koleksi pribadi maupun perpustakaan lembaga. Namun, ada juga TBM yang berawal dari koleksi tokoh, perpustakaan komunitas, maupun karena pengaruh jaringan figur tertentu. “Sampai saat ini, sekitar 300 TBM sudah didirikan di wilayah DIY,” jelas Heni.
Lalu apa saja upaya yang dilakukan TBM di Yogyakarta? Mendekatkan buku kepada masyarakat adalah upaya pertama yang dilakukan TBM. Pendekatan itu dilakukan di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. “Mencintai buku tidak hanya ditanamkan semenjak dini tetapi juga bagaimana orang tua mengajarkan anak-anaknya agar senang membaca,” papar Heni. Ia menjelaskan, dalam menyaring informasi, anak-anak perlu memiliki figur yang tepat untuk mengajarkan mereka. Orang tua jadi memiliki peran penting dalam kegiatan membaca anak-anak mereka. “Menggandeng orang tua untuk menanamkan cinta terhadap buku penting untuk mendampingi anak-anak dalam membaca,” tambahnya.
Menumbuhkan gemar membaca di lingkungan keluarga dengan melibatkan orang tua dan anak memang menjadi salah satu tujuan TBM. Andre, salah satu penggiat TBM di Kuncup Mekar Desa Kepek, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul mengatakan, TBMnya memiliki program yang menyasar langsung ke setiap keluarga. Program tersebut adalah one home one library atau satu rumah satu perpustakaan. Diakui Andre, program ini memiliki keterbatasan dana terutama untuk pengadaan rak. Oleh karena itu, Andre pun menyarankan pada warga untuk membuat rak dengan bahan sederhana. “Bahan untuk membuat rak itu macam-macam. Ada yang dari ember dan ban bekas. Rak-rak tersebut kami letakkan di depan rumah,” jelas Andre, Kamis, (8/6).
Menggiatkan literasi di Indonesia memang masih menjadi tantangan, terutama akses terhadap informasi itu sendiri. Di era digital seperti sekarang, upaya menggiatkan literasi menjadi tantangan yang lebih sulit. Hal ini diutarakan oleh Jumadi, Pengelola Radio Wijaya FM. Ia menjelaskan bahwa saat ini, semua orang bisa memproduksi informasinya sendiri. Berkat internet, semua orang bisa jadi pewarta. “Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik mengenai literasi, khususnya kepada generasi digital sebagai pengguna internet terbanyak,” jelasnya.