Oleh: Lare44
*
ProloG:
Cerita dari Desa Wiladeg
Wiladeg. Sebuah desa kecil di Kabupaten Gunung, Yogyakarta. Seperti kebanyakan desa-desa lain di Indonesia, Wiladeg menimpan banyak masalah. Penduduknya masih banyak yang miskin, akses komunikasi dan transportasi sulit, dan posisinya selalu dipinggirkan dari mainstream ekonomi-politik daerah.
Tetapi ada yang istimewa dan penting untuk dicatat dari desa ini. Sudah tiga tahun terakhir, sejak 2003, desa ini mempraktekkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good government) terutama dalam soal akuntabilitas dan transparansi pemerintahan desa. Di tengah suburnya praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan, bahkan hingga ke tataran pemerintahan desa, sudah tentu apa yang dilakukan pemerintah Desa Wiladeg adalah terobosan yang langka.
Sederhana saja sebenarnya praktek ini. Bermula dari sebuah radio komunitas yang didirikan beberapa pemuda di Desa Wiladeg. Bekerjasama dengan aparat pemerintahan desa, radio bernama Radio Komunitas Wiladeg (RKW) ini mengambil inisiatif menyiarkan secara langsung rapat-rapat yang diselenggarakan pemerintahan desa. Mulai dari rapat penyusunan program pemerintahan desa, penggodokan rencana peraturan desa hingga pembacaan laporan pertanggungjawaban kepala desa.
Liputan radio komunitas ini membuat informasi tentang pemerintahan desa menyebar lebih luas dan serempak. Warga Wiladeg yang tidak sempat menghadiri Rapat Umum Warga biasanya mendengarkan pembacaan laporan pertanggungjawaban kepala desa di radio pada jam yang telah diumumkan sebelumnya. Warga satu dukuh akan berkumpul di satu lokasi, biasanya di rumah kepala dukuh. Kemudian radio diberi pengeras suara supaya warga menyimak dengan jelas.
Rapat BPD Wiladeg menggodok laporan pertanggungjawaban kepala desa juga tidak luput dari liputan radio komunitas. Saat BPD bersidang misalnya, pengelola radio komunitas akan menaruh beberapa mikrofon yang diaktifkan. Meskipun sidangnya tertutup untuk umum, warga tetap bisa mengikuti semua proses yang terjadi di dalam ruang sidang.
Di Desa Wiladeg, kehadiran radio komunitas seperti mukjizat. Sebelum ada radio, kepala desa harus menghabiskan banyak waktu untuk berkeliling ke sepuluh dukuh yang menjadi wilayah administratifnya. Di setiap dukuh itu kepala desa membacakan draft awal LPJ sebelum diserahkan ke BPD agar warga dapat memberikan masukan dan pertanyaan. “Dalam semalam saya hanya sanggup berkeliling maksimal ke lima dukuh. Itupun saya nggak mampu membacakan satu per satu isi LPJ kepada sekian banyak dukuh. Itu tidak efektif, “ kata Sukoco, Kepala Desa Wiladeg.
Dengan kehadiran Radio Komunitas Wiladeg, Sukoco cukup memberi pengumuman kepada para kepala dukuh dan warga agar stand by pada waktu yang telah ditentukan untuk mendengarkan pembacaan draft awal LPJ. Sukoco merasakan radio benar-benar efektif menjadi instrument sosialisasi program pemerintahan desa.
Sejak ada radio komunitas di Desa Wiladeg, aparat pemerintahan desa terpacu untuk mengoptimalkan pelayanan kepada warga. Semua hal yang menyangkut kepentingan warga Wiladeg dilaporkan secara langsung melalui radio. Ada 6 hal yang selalu dilaporkan dalam Radio Komunitas Wiladeg, yaitu desa melakukan pungutan, desa menentukan program, desa menentukan anggaran, desa membuat perubahan anggaran, desa membuat perhitungan anggaran, dan desa menjalin kerjasama program dengan pihak lain.
Sebagaimana ditunjukkan, yang paling menonjol dari radio komunitas di Desa Wiladeg adalah fungsi edukatif: menjadi media komunikasi dan pendidikan politik yang murah. Radio komunitas mampu memberikan pengetahuan dan wawasan tentang mekanisme dan tata cara pengelolaan pemerintahan yang baik. Secara nyata, radio komunitas Wiladeg telah menanamkan tradisi akuntabilitas dan transparansi, dua prinsip penting dari good governance. Radio komunitas juga mampu memangkas biaya-biaya sosialisasi program pemerintah desa, dan memberikan informasi terbaru tentang perkembangan mutakhir perpolitikan desa. Radio komunitas membuat tidak ada ruang politik yang bisa terlewat dari pantauan masyarakat desa.
(Sumber: “Mengapa Radio Komunitas?” Ade Tanesia, editor; COMBINE Resource Institute; Yogyakarta, 2006.)
Cerita dari Desa Wiladeg begitu inspirasional dan jauh dari isapan jempol. Cerita tersebut bisa menjadi pengantar yang indah untuk menelaah lebih jauh tentang apa itu radio komunitas, manfaat serta bagaimana cara mewujudkannya.
Telaah Mengenai Radio Komunitas
Radio Komunitas adalah salah satu jenis media komunikasi elektronik, yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat (Komunitas) sendiri. Radio komunitas diperuntukan bagi warga setempat, yang berisikan acara dengan informasi daerah setempat (local content), . Isi siaran rakom dirancang dan diawasi sendiri oleh komunitas tersebut. Intinya, Radio ini menjadikan komunitas sebagai basis operasi , “dari, oleh, untuk dan tentang komunitas”.
Dalam buku RADIO KOMUNITAS : Belajar dari Lapangan yang diterbitkan Bank Dunia disebutkan bahwa ada beberapa karakteristik khusus yang membedakan radio komunitas dari jenis radio lainnya. Pertama, radio komunitas melayani kepentingan pendengar yang secara geografis terbatas. Kedua, radio komunitas adalah badan hukum yang pemilikan, pendanaan dan pengelolaannya dari komunitas itu sendiri. Ketiga, radio komunitas segenap olah siarannya tidak bermaksud mencari keuntungan dan keempat, radio komunitas biasanya bermula dari hobi bersiaran beberapa orang yang berhasil menarik audiensi masyarakat dan kemudian dimanfaatkan warga untuk kebutuhan bersama. Dengan demikian, radio komunitas adalah sebuah wahana komunikasi milik masyarakat, dari masyarakat dan oleh masyarakat yang potensial untuk melayani kepentingan masyarakat itu sendiri.
Rakom mempunyai frekuensi dan daya pancar yang sudah ditentukan Pemerintah. Menurut Kepmenhub No. 15/2003, daya pancar rakom dibatasi hingga 50 watt, dengan wilayah layanan maksimum 2,5 km. Bahkan PP No. 51/2005 tentang Lembaga Penyiaran Komunitas, rakom hanya boleh mengudara di frekuensi 107.7, 107.8 dan 107.9 Mhz.
Radio Komunitas merupakan media pemberdayaan masyarakat – selain juga menghibur -yang bertujuan untuk pendidikan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Ini bisa terlihar dari paket isi siaran radio komunitas yang menonjolkan peristiwa-peristiwa kecil, lokal, dan khas milik komunitas serta lebih banyak menghadirkan potret social kemasyarakatan dan realita kehidupan kita sendiri. Agar orang desa kemudian mengenali kehidupan mereka sendiri.
Local content bisa diambil dari hasil rekaman teater rakyat yang telah dipentaskan, sosio drama yang direkam dalam kaset kemudian disiarkan melalui radio, atau dialog antar pelaku pemberdayaan, atau cerita humor dan lawakan lokal yang memunculkan permasalahan yang harus segera dipecahkan bersama. Selain itu, isi informasi dari siaran radio komunitas dapat berupa laporan pandangan mata di tempat lokasi adanya permasalahan yang dihadapi masyarakat. Oleh sebab itu, paket siaran Radio Komunitas diupayakan untuk disesuaikan dengan paket-paket materi dan jadwal pelaksanaan Rembug Warga. Hal ini memungkinkan paket siaran akan menjadi alat perangsang untuk dialog maupun diskusi mencari upaya-upaya pemecahan masalah secara bersama. Dengan program siaran seperti ini boleh dikatakan “radio komunitas” hadir sebagai sebuah media perjuangan hak masyarakat untuk menentukan sendiri informasi apa yang dibutuhkan dan diinginkannya.
Radio komunitas sebagai salah satu bagian dari sistem Penyiaran Indonesia secara praktek ikut berpartisipasi dalam penyampaian informasi yang dibutuhkan komunitasnya, baik menyangkut aspirasi warga masyarakat maupun program-program yang dilakukan pemerintah untuk bersama-sama menggali masalah dan mengembangkan potensi yang ada di lingkungannya. Malahan di beberapa radio komunitas yang ada, para pengelolanya dengan tegas menyebutkan tujuan keberadaan radio komunitasnya.
Pada perkembangannya, radio komunitas menempati peran dan posisi yang cukup strategis dalam mendorong penguatan masyarakat melalui informasi. Keberadaaan radio komunitas juga salah satunya adalah untuk terciptanya tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan memandang asas-asas sebagai berikut:
1. Hak asasi manusia
Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggungjawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak antarelemen di Indonesia.
2.Keadilan
Bahwa untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptanya tatanan system penyiaran yang adil, merata dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengelolaan, pengalokasian dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus tetap berlandaskan pada asas keadilan bagi semua lembaga penyiaran dan pemanfaatannya dipergunakan untuk kemakmuran masyarakat seluas-luasnya, sehingga terwujud diversity of ownership dan diversity of content dalam dunia penyiaran.
3.Informasi
Bahwa lembaga penyiaran (radio) merupakan media informasi dan komunikasi yang mempunyai peran penting dalam penyebaran informasi yang seimbang dan setimpal di masyarakat, memiliki kebebasan dan tanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol serta perekat sosial. (”http://id.wikipedia.org/wiki/Radio_komunitas“)
Mendirikan radio komunitas secara teori cukup sulit dan merepotkan. Seperti terdapat dalam Proses Perizinan Radio Komunitas.
1.Pembuatan proposal pendirian radio yang memuat sejarah, latarbelakang pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, berita acara pembentukan dan struktur Dewan Penyiaran Komunitas (DPK) dan Badan Pelaksana Penyiaran Komunitas (BPPK), penjelasan program siaran dan peralatan studio.
2.Pengumpulan tandatangan dukungan dari warga dilampiri fotokopi KTP, minimal 250 orang. Disertai pula tandatangan dukungan dari pemerintah desa atau kecamatan setempat.
3.Pembuatan akte notaris kepada notaris setempat dengan menentukan bentuk badan hukum Perkumpulan.
4.Pembuatan surat permohonan izin penyelenggaraan penyiaran dan mengisi formulir persyaratan perijinan yang bisa didapat di KPI-D.
5.Pengiriman seluruh berkas permohonan dan lampirannya kepada KPI-D setempat.
6.Staf KPI-D akan melakukan evaluasi dokumen permohonan, pembuktian lapangan dan berkoordinasi dengan lembaga pemerintah terkait, sebelum akhirnya mengeluarkan surat keputusan tentang ijin siaran.
(Sumber: Radio Komunitas dari Lapangan (World Bank)
Namun, melihat besarnya kemanfaatan dari keberadaan radio komunitas di tengah-tengah masyarakat, memunculkan mimpi di benak, “kapan desa kita punya radio komunitas seperti Desa WiladeG”?.
Epilog:
Radio Komunitas, dimimpikan/dipikirkan Sekarang atau tidak sama sekali!.