Radio komunitas tumbuh bak cendawan di musim hujan. Kalau mau mencari jumlahnya sangat mungkin lebih banyak dari data yang dimiliki LSM atau asosiasi Radio Komuntas sendin. Tap? pemenntah toh seperti tak bergemmg. Radio Komunitas tetap tak disukai apalagi didukung.
“Tak ada alasan bagi negara untuk membatasi transformasi informasi atau hubungan komunikasi apapun,” tukas Nur Ahmad Affandi -Wakil Ketua DPRD Propinsi DIY- dalam Dialog Publik tentang Radio komunitas di Yogyakarta, Senin (6/5) ini, tegas.
Apalagi sekarang jamannya desentralisasi dan otonomi daerah .”Yang paling diperlukan kan partisipasi rakyat,” katanya lagi. Partisipasi ini bisa dilihat dari tingkat inisiatif dalam mengkomunikasikan sesuatu hal. Dan radio komunitas bisa jadi medianya.”Jadi keberadaan radio komunitas harus didukung bukan sebaliknya,” ujar Nur Ahmad lagi.
Tapi meski judulnya radio gelap, dukungan terus mengalir. Dari mulai warga sampai para LSM. “Sering warga ada yang datang bawain makanan buat yang lagi siaran,” ujar Sarwono dari Radio Panagati tertawa. Di Rasi FM, Cisewu, warga pun ramai-ramai mendatangi stasiun radio ketika radio tak siaran karena ada yang rusak.”Pingin tahu kenapa tak siaran,” ujar Latief lagi.
Radio komunitas pun tak pernah dimusuhi aparat desa. asalnya, agenda-agenda kelurahan atau kantor desa pun bisa dengan mudah disebarluaskan lewat radio ini, sesuatu hal yang mustahil dilakukan radio swasta. “Ini kan milik bersama, mereka juga bisa menggunakannya,” ujar Sarwono, pengelola radio Panagati, Terban, Yogyakarta.
Di radio Panagati ini juga disiarkan informasi tentang rapat-rapat di kelurahan, mesjid atau yang lainnya. “Kita siarin KTP siapa sudah selesai, KTP siapa yang belum selesai, jadi warga nggak bolak-balik ke kelurahan,” jelas Pak Kunsurahman dari radio Panagati. “Lurah senang warga pun diuntungkan,” tambah Jon Nova, ketua paguyuban Pinter,-organisasi yang mewadahi radio Panagati.
Bentuk dukungan Lurah Terban pun ditunjukkan lewat sumbangan kabel radio yang dulu biasa digunakan untuk interkom.”Pak Lurah sampai harus memanjat sendiri tiang di rumahnya,” kata Jon sambil geleng-geleng kepala. Di Kapungan, Klaten, Kepala Desa mau bersusah payah mengklarifikasi keberadaan Radio Suara Petani Klaten kepada Polsek setempat agar siaran mereka tidak terjegal.
Hubungan yang sangat dekat dengan aparat desa juga terjadi di Cipeundeuy, Subang. Di sini radio Abilawa menyiarkan informasi seputar pemilihan kepala desa.Termasuk menyiarkan langsung hasil pemilihan untuk menghindari konflik pasca pemilihan. “Dulu soalnya pernah ada yang membakar kantor kelurahan karena calonnya kalah,” papar Asep.
Menurut UNESCO, radio komunitas berpeluang mengatasi kesenjangan antara pemimpin dan rakyatnya. Dengan radio komunitas, komunikasi bisa lancar, hubungan antara warga dan penguasa pun tak lagi berjarak. Ini dibuktikan Radio Panagati Terban ketika menggelar acara bertajuk “Sepekan Bersama Anggota Dewan” pada bulan Ramadhan silam. “Waktu kita gelar talkshow, yang menelepon banyak sekali,” ujar Jon Nova lagi.
Acara ini melibatkan anggota DPRD di lima komisi.”Biar warga tahu dan bisa menilai kinerja masing-masing komisi,” tukas Pak Jon lagi. Sekalian meraup dukungan secara de facto dari anggota dewan. “Masak para anggota DPRD mau siaran di radio yang Uegal,” tukas Pak Jon lagi.Belakangan Wakil Walikota pun berminat untuk berbicara di radio Panagati, “Re’ncananya bulan depan,” kata Sarwono menambahkan. Ini menjadikan para pegiat radio Panagati semakin percaya radionya tidaklah merugikan.
Fungsi ini menurut Hinca Pandjaitan dari IMPLC akan semakin menonjol menjelang Pemilu 2004 nanti. Apalagi kalau pemilu yang digelar adalah pemilu distrik. Para politisi berebut mencari corong untuk bicara, di sisi lain warga bisa tahu persis isi kepala dan program-program yang dirancang politisi. Ini tentu sebuah pendidikan politik yang sangat luar biasa bagi warga. “Visi, misi dan program yang dirancang kan bisa diperdebatkan ke hadapan publik di tingkat lokal lewat radio komunitas,” ujar Hinca, “Supaya tidak membeli kucing dalam karung.”
Di sisi lain, warga juga bisa mekritisi dan menagih janji para politisi yang terpilih, plus tidak memilih mereka yang dianggap tidak sesuai dengan kriteria.Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Pepatah lama, namun masih berarti sampai sekarang. Paling tidak itulah yang dipercaya oleh radio-radio komunitas di daerah Yogyakarta dan Jawa Barat, merasa tak berdaya sendirian, mereka pun bergabung dan mendeklarasikan diri dalam “Jaringan Radio Komunitas.”
Setelah sekian lama terjalin komunikasi antar sesama radio komunitas, pada tanggal 6 Mei 2002 yang lalu dideklarasikan Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta. Bertempat di ruang Sidang DPRD Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, deklarasi ini dihadiri oleh 31 radio komunitas dan didukung oleh 22 LSM dan ormas kemasyarakatan di Yogyakarta.
Sebelumnya, 24 Maret silam, di Bandung juga telah di deklarasikan Jaringan Radio Komunitas Jawa Barat, yang dihadiri oleh 18 radio komunitas yang tersebar di Bandung, Garut, Tasikmalaya, Subang dan Puwarkarta. Dalam jangka pendek Jaringan ini bertekad memasukkari Radio Komunitas dalam UU Penyiaran yang sedang digodok DPR.”Pokoknya UU yang tidak memihak radio komunitas akan kita tolak, ” tegas Sutan, Koordinator Jaringan radio Komunitas Jawa Barat tegas. Hal senada juga diungkap Adam Agus S, Koordinator Panitia Persiapan Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta. Jaringan radio Komunitas ini diharapkan siap memperjuangkan legalitas radio Komunitas. “Supaya bisa diakui dan dimasukkan dalam UU Penyiaran yang baru,” katanya lagi.
Maklumlah sampai sekarang radio komunitas masih dianggap radio gelap alias tak berijin. .”Nggak enak dikejar-kejar terus, nggak tenang lah…” ujar Asep dari Abilawa getir. Hal senada juga diungkap oleh Sunandar, salah satu pengelola Radio Pamor di Parang Tritis, Bantui DIY, “Radio seperti ini, harus siap selalu untuk menghadapi sweeping dari pemerintah karena masih merupakan “radio gelap”,” ujarnya.
Padahal radio yang mulai siaran sejak tahun 1995 ini terbilang dicintai pendengarnya. Kalau radio nggak siaran karena gangguan teknis, pendengar setianya akan datang dan menanyakan keadaan radio. “Radio ini bukan dimiliki oleh pengelola, bukan penyiar, namun dimiliki oleh para pendengar itu sendiri,” ujar pemilik nama udara “Daniel” ini.
Tak Semulus Jalan Tol
Tapi sepertinya langkah para pioner radio warga ini tak semulus jalan tol. Meski draft RUU Inisiatif Tentang Penyiaran yang diajukan DPR sudah mencantumkan lembaga penyiaran komunitas, termasuk radio komunitas, Pemerintah tetap memberikan jawaban negatif.
“Saat ini lembaga penyiaran komunitas belum diperlukan,” begitu yang tertulis dalam jawaban pemerintah atas RUU Inisiatif DPR. Radio-radio swasta juga nampaknya enggan untuk menyepakati usul DPR itu. Yang terancam tak cuma alokasi frekwensi tapi juga pendengar dan kue ikian yang memang sedikit. Tapi toh para pegiat radio komunitas tak gentar.” Pokoknya kita sih jalan terus dulu,” tegas Sutan, Koordinator Umum Jaringan Komunitas Jawa Barat yang baru terpilih Minggu (28/4) lalu. Untuk menghadapi penolakan pemerintah mereka sudah mempersiapkan jurus-jurus ampuh, termasuk memperbanyak kawan dan dukungan. Lihat saja di Yogyakarta, ada dua puluh dua LSM yang sudah menyatakan dukungannya. “Radio komunitas bisa dijadikan media demokratisasi, karena itu kami, LSM pun ikut mendukung,” tukasnya.
Dalam rangka memperkuat barisan mereka pula, rencananya radio komunitas ini akan mendeklarasikan Jaringan Radio Komunitas tingkat nasional pertengahan Mei mendatang. Mereka pun akan datang ke Jakarta untuk mensosialisasikan tuntutannya.
Tak cuma untuk ijin
Meski target jangka pendeknya adalah memasukkan radio komunitas ke dalam UU Penyiaran, tapi tidak berarti kegiatan mereka berhenti sampai disana.”Diterima atau nggakditerima radio komunitas dalam UU Penyiaran, kita tetap akan maju terus,” tegas Latief, salah satu anggota JRK dari radio Rasi. Toh, program JRK bukan jangka pendek.
Tak tanggung-tanggung untuk memperkuat organisasi yang baru seumur jagung ini mereka bahkan mengadakan workshop organisasi. “Dari sini kita menyepakati agenda-agenda JRK ke depan, karakter dan etika rakom plus penilihan pengurus,” ujar Sutan panjang lebar.Lebih lanjut Sutan menambahkan bahwa kedepannya mereka akan membangun Jaringan dan mengumpulkan kawan, mengatur pembagian frekwensi antar radio komunitas, “Terutama dalam wilayah yang sama biar tidak tumpang tindih,” katanya lagi. Tak lupa mereka juga mencanangkan peningkatan keterampilan pengelola radio komunitas.
Jadi jangan salah, kuda-kuda sudah disiapkan, ancang-ancang sudah diambil. “Kalau perlu da saja ke DPR, biar para anggota DPR juga lihat bagaimana radio komunitas itu,” tegas Djoko Susilo, anggota Pansus RUU Penyiaran DPR. Jai kita tunggu saja kiprahnya, asal tidak sekali berarti sudah itu mati….